DPP Mahkamah Keadilan Minta Wartawan Korban Kriminalisasi Pers Marsal Harahap Diputus Bebas

/ Selasa, 17 Juli 2018 / 17.01.00 WIB
Proses Persidangan Kasus Marsal Pimpinan Redaksi Media Online Laser News Today.com. POSKOTA/OKTA

POSKOTASUMATERA.COM - MEDAN - Lembaga Hukum Mahkamah Keadilan merasa prihatin atas kasus yang menimpa Mara Salem Harahap (Marsal) selaku Wartawan sekaligus Pimpinan Redaksi Media Online Lasser News Today.com yang saat ini statusnya telah ditahan atas Pemberitaannya mengenai Kasus Dugaan Korupsi di RSUD Perdagangan pada bulan januari 2018 yang lalu.

Sekjend DPP Mahkamah Keadilan Pitra Romadoni Nasution SH atau yang akrab disapa Bang Bonar ini menjelaskan, terhadap perkara yang menimpa Wartawan Mara Salem Harahap, semestinya harus melalui tahapan dan prosedur sesuai dengan UU Pers, karena Marsal adalah seorang Wartawan, apabila terjadi kekeliruan atau salah dalam pemberitaan, maka ada hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, jangan main tangkap saja.

Pitra menjelaskan, Hak Jawab dan Hak Koreksi merupakan langkah yang diambil oleh pihak yang merasa dirugikan apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, utamanya yang menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu, sehingga adanya klarifikasi atas pemberitaan tersebut.
"Didalam dunia Pers kan ada namanya Dewan Pers, dan semua pihak harus menghormati tatanan hukum yang ada karena POLRI dan Dewan Pers sudah membuat Memorandum Of Understanding secara bersama", ucap Pitra.

Pitra menambahkan, adapun Substansi MoU Polri dengan Dewan Pers, diantaranya sebagai berikut : Apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan pers, maka penyelesainnya mendahulukan UU RI Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.

Kemudian, apabila Polri menerima laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan pers, dalam proses penyelidikan dan penyidikan berkonsultasi dengan Dewan Pers.

Selanjutnya, Dewan Pers memberikan kajian dan saran pendapat secara tertulis kepada Polri bahwa pemberitaan semata-mata melanggar Kode Etik Jurnalistik atau tidak.
Terhadap permasalahan Wartawan, lanjut Pitra, dimanapun diseluruh indonesia ini sudah jelas ada Hak Jawab, Hak Koreksi dan Pengaduan ke Dewan Pers hingga proses perdata dan pidana, jadi tahapannya harus dihormati bersama.

"Terhadap Kasus wartawan Marsal, kami dari Mahkamah Keadilan menganggap Kasus Marsal terlalu dipaksakan oleh aparat penegak hukum, Pasal yang digunakan saja Pasal 127 Ayat 3 UU ITE. Aneh saja kita lihat, penyidik dinilai mengeyampingkan UU Pers karena dia inikan wartawan. Semestinya, UU Pers lah yang digunakan ditambah lagi ada MOU POLRI dengan DEWAN PERS buat apa itu MOU kalau tidak dijalankan, kami berharap agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Marsal lebih berpihak kepada kebenaran, bukan kepada kekuasan maupun jabatan, karena kita lihat Wartawan Marsal ini hanyalah kuli tinta biasa yang ingin berjuang menuntut haknya dimata hukum", sebut Pitra.

Pihaknya mengharapkan, agar Marsal dapat dibebaskan karena UU Pers telah mengatur tatacara dan prosedur apabila dalam pemberitaan ada yang keliru.
"Kalau beliau ini dipidana, takut juga kawan-kawan sebagai Pekerja Pers dalam meliput berita korupsi, ujung-ujungnya bisa dikriminalisasi seperti yang dikatakan media. Dan saya meminta kepada JPU yang menangani perkara Wartawan Marshal jangan terlalu dipaksakan kali untuk bersidang apabila Marsal sakit, ini saya liat, diberitakan orang sakit dipaksa bersidang, mana hati nurani para penegak hukum kita ini, karena Wartawan Marsal belum tentu bersalah loh sebelum adanya putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, jadi jangan terlalu dipaksakan kali kalau orang sakit untuk disidangkan. Dan lebih sedihnya lagi, Wartawan Marsal ajukan Praperadilan tapi saya dengar sia-sia saja karena pokok perkaranya dimajukan kepersidangan", cetus Pitra sembari berharap Marsal dapat dibebaskan. (PS/OKTA)
Komentar Anda

Terkini: