POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Staf
Khusus Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Dita Indah Sari merasa miris
dengan angka stunting atau kekurangan gizi pada balita di Sumatera Utara.
Berdasar data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 28% balita di Sumut mengalami
stunting.
Hal itu
diungkapkan Dita Indah Sari dalam paparannya sebagai narasumber pada Seminar
Dana Desa, Kabupaten Deliserdang, Rabu (14/11), di Hotel Danau Toba, Medan.
Disebutkan
Dita, angka stunting di Sumut ini sangat tinggi. Artinya, setiap 3,5 kelahiran
anak ada 1 balita yang mengalami kekurangan gizi.
“Melalui
program dana desa, permasalahan stunting harus bisa diatasi. Landasannya,
Permendes No 16 tahun 2018 tentang Inovasi Desa. Dalam Permendes ini, dana desa
penggunaannya tidak lagi difokuskan hanya pada program fisik desa saja, tetapi
juga pada program-program inovasi yang dikaitkan dengan program stunting atau
pengatasan kekurangan gizi,” ujar Dita dihadapan 200 peserta Seminar yang
berasal dari unsur Pendamping Lokal Desa, Pendamping Desa, Tenaga Ahli, Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kader Posyandu se Kabupaten Deliserdang.
Dita
meminta para pendamping desa, KPMD dan Kader Posyandu agar pro aktif
mengusulkan program-program stunting dalam musyawarah desa dalam penyusunan
APBDes yang bersumber dari dana desa.
“Banyak
program di Kemendes yang outputnya untuk menurunkan angka stunting. Ada program
untuk Kader Posyandu, kampanye hidup sehat sebelum makan cuci tangan pakai
sabun, sanitasi dan pengadaan air bersih. Ini semua merupakan program
stunting,” ujar Dita.
Dijelaskan
Dita, penyumbang terbesar angka stunting di Sumut dan Indonesia adalah masalah
sanitasi dan pengadaan air bersih. Berdasar data nasional, hanya 20% kasus
kurang gizi karena kurangnya sarana kesehatan seperti klinik maupun Puskesmas
di desa. Yang terbesar yakni 40% karena sanitasi dan air bersih, 30% karena faktor makanan dan jajanan anak,
sedang 10% nya karena faktor keturunan. Itu kenapa program stunting lebih
banyak diarahkan pada sanitasi dan kampanye hidup sehat.
“Jadi
manfaatkan program ini untuk mengatasi masalah stunting di Sumut. Kita mau
masalah kekurangan gizi balita dan anak bisa diturunkan seminimal mungkin
bahkan harus terhapus di Sumut. Para kader Posyandu dan KPMD terutama ibu-ibu
harus ‘rewel’ dan pro aktif mengusulkan program ini ke APBDes maupun melalui
program-program kegiatan khusus dari Pemkab, Propinsi dan Pusat melalui jalur
yang ada,” tegasnya.
Sementara
bagi para pendamping lokal desa dan pendamping desa, Dita meminta agar dapat
mengkomunikasikan dengan baik program ini ke masyarakat yang menjadi wilayah
dampingannya, disamping tugas pendampingan perencanaan, penyusunan, pemanfaatan
dan pelaporan dana desa. “Jadi tugas pendamping itu semakin berat dan kompleks.
Itu kenapa Kemendes juga menyiapkan program sertifikasi kompetensi bagi para
pendamping desa,” katanya.
Kabid
Pemerintahan Desa Dinas PMD Deliserdang, Drs Sahlan, yang juga tampil sebagai
pembicara pada seminar itu menyatakan, mengurusi desa memang repot, karena
banyak hal yang harus diurusi. Salah satu yang jadi primadona adalah dana desa.
Banyak
regulasi yang mengatur tentang pemanfaatan dana desa, mulai dari penyaluran,
penggunaan, pelaporan dan juga sangsi. Tujuannya adalah untuk menciptakan
desa-desa mandiri. (PS/HAS)