POSKOTASUMATERA.COM- MEDAN-Hutan di
Sumatara Utara (Sumut) ternyata memiliki potensi yang sangat luar biasa dan
sulit menemukan duanya di Indonesia. Jika dikelola dengan baik akan bernilai
ekonomi tinggi dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Sumut.
Hal itu terungkap dalam diskusi Gubernur
Sumut Edy Rahmayadi dengan Kepala Pusat Penelitian Hasil Hutan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dwi Sudarto, dan para pimpinan OPD Pemprov
Sumut tentang Pemanfaatan Hutan Sumut, di Rumah Dinas Gubernur Sumut,
Jalan Sudirman Nomor 41, Medan, Rabu (10/7).
Dwi Sudarto mengatakan, banyak hasil
hutan Sumut yang memiliki nilai komersial tinggi, namun belum dikelola dengan
baik. Seperti limbah batang sawit yang ditebang saat replanting, aren yang
diubah menjadi bioetanol, asap cair untuk pestisida alami, kemenyan dan
budidaya kacang macademia intregrafolia.
“Sumatera Utara produsen kelapa sawit
terbesar ke dua di Indonesia, dengan luas lahan sekitar 2,5 juta Ha. Selama ini
limbah batang sawit setelah replanting, karena tidak boleh dibakar petani
mencacahnya, dibiarkan busuk. Itu menimbulkan masalah baru, hama, karbon padahal
itu bisa kita manfaatkan untuk perkayuan, menjadi pintu, jendela, lemari, kayu
lapis dan fancy floring,” katanya.
Dengan sedikit usaha, menurutnya, batang
sawit yang dianggap limbah bisa dibuat mempunyai nilai ekonomis. Hal itu sudah
dipamerkan di Jerman, Postdam 28-29 Juni dan di Saarbrucken pada 26 Juni 2019.
“Respons mereka sangat positif dan
mereka antusias. Begitu juga dengan parfum dari kemenyan, ternyata kemenyan ini
pengikat parfum yang sangat baik, sehingga tidak butuh alkohol dan pengembangan
parfum ini di LHK Aek Nauli. Parfum ini menjadi buah bibir di sana,” kata Dwi
Sudarto.
Tidak hanya menjadi parfum, Sudarto juga
menjelaskan pemanfaatkan kemenyan untuk pembuatan propolis yang berkhasiat
sebagai anti mikroba, antibiotik alami, dan juga anti kanker.
Potensi lainnya dari hutan Sumut adalah
aren. Kementrian LHK berhasil mengubah aren menjadi bioethanol sebagai
alternatif bahan bakar rumah tangga, campuran premium untuk kendaraan dan
genset, bahkan juga untuk parfum dan pupuk cair. Pemanfaatan aren untuk
dijadikan alternatif bahan bakar sudah diimplementasikan Desa Butomoito,
Kabupaten Boalemo, Gorontalo.
“Aren yang biasanya di kampung kita ini
digunakan untuk menjadi bahan tuak, di Gorontalo kita manfaatkan untuk menjadi
bioethanol. Orang-orang di sana jadi tidak begitu tergantung lagi dengan gas elpiji
3 kg, mereka memanfaatkan itu untuk memasak. Dana pengolahan ini kita bisa
ambil dari dana desa,” tambah Dwi, yang merupakan putra asli Sumut ini.
Selain itu, saat ini juga sedang
diupayakan digerakkan secara besar-besaran di kawasan Danau Toba untuk budidaya
kacang Macademia Intregrafolia. LHK sudah melakukan riset untuk
membudidayakannya di kawasan Sipiso Piso dan menurut keterangan Dwi, kacang ini
tumbuh dengan baik di sana.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sudah mulai
bergerak untuk budidaya kacang yang memiliki nilai jual tinggi ini. Lebih dari
itu, kacang Macademia intregrafolia tumbuh di lahan-lahan kritis yang banyak
dijumpai di kawasan Danau Toba, sehingga selain bernilai ekonomi juga berfungsi
penghijauan lahan. Pemerintah Provinsi Sumut bekerja sama dengan PT Inhutani IV
dan Kementrian LHK menjadikan Tapanuli Utara sebagai lokasi percontohan.
“Kacang ini harganya mahal sekali dan
sulit ditemui, gizinya banyak, kalau Anda terbang ke luar negeri naik pesawat
kelas bisnis biasanya di tawari kacang ini. Bayangnya, harganya bisa Rp200.000
– Rp 300.000/kg dan ini tumbuh dengan baik di sekitaran Danau Toba. Tidak
banyak tempat yang bisa ditumbuhi kacang ini dengan baik,” katanya.
Melihat hal ini, Gubernur Sumut Edy
Rahmayadi ingin segera potensi-potensi ini diimplementasikan di Sumatera Utara
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Edy Rahmayadi tidak ingin hal ini
hanya menjadi wacana saja.
“Saya ingin ini konkret, kita harus bisa
memaksimalkan potensi desa, mustahil kita bisa menata kota kalau desa tidak
kita bangun. Tolong ini ditindaklanjuti, bukan hanya menjadi ajang seremonial
saja,” tegas Edy Rahmayadi.
Dwi Sudarto baru satu dari beberapa
tenaga ahli yang sukses di pusat dan sekarang membantu membangun Sumut. Pada
kesempatan ini, dia datang bersama Fahri Lubis yang merupakan aktivis
lingkungan, Doli Yatim sebagai ahli hukum dan Ikhsan Pengurus Ikatan Alumni
(IA) ITB Sumut.
Menurut Fahri Lubis, selanjutnya
putra-putri Sumut yang sukses di Jakarta juga akan membantu membangun Sumut
seperti ahli ekonomi, infrastruktur dan lainnya. Edy Rahmayadi juga berharap
putra-putri Sumut yang sukses semakin banyak yang mau pulang ke kampung halaman
untuk membangun Sumut.
“Saya banyak berterimakasih kepada
saudara-saudara semua karena mau pulang ke kampung dan mau membantu pembangunan
Sumut. Selama ini, tidak sedikit yang sukses di luar Sumut lupa sama kampung
halamannya. Orang-orang yang hebat di Sumut malah meninggalkan Sumut. Marilah
kita sama-sama membangun daerah kita ini,” kata Edy Rahmayadi.
Turut hadir dalam pertemuan ini Asisten
Adminsitrasi Umum dan Aset Mhd Fitriyus, Plt Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Hasmirizal Lubis, Kadis Perumahan dan Kawasan Permukiman Ida Mariana,
Kadis Tanaman Pangan dan Holtikultura Dahler Lubis serta perwakilan OPD terkait
lainnya. (PS/DIAN)