KKPH akan Cek ke Lokasi Terkait Industri Terasi (Belacan) di Panton Bagan Asahan Tanpa Izin

/ Kamis, 22 Agustus 2019 / 20.37.00 WIB
Ket Foto:Kepala Kesatuan Pengolahan Hutan (KKPH) Wilayah III Kisaran, Wahyudi/POSKOTA/SAUFI

POSKOTASUMATERA.COM-TANJUNGBALAI-Menanggapi areal industri  masuk dalam kawasan hutan, Kepala Kesatuan Pengolahan Hutan (KKPH) Wilayah III Kisaran, Wahyudi, saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya mengatakan akan terlebih dulu turun ke lokasi mengecek areal industri pengolahan Terasi tersebut, Kamis (22/8/2019).

"Terimakasih atas informasinya. Kita akan cek dulu kelokasi untuk mengetahui titik koordinat nya, baru bisa kita pastikan apakah berada dalam kawasan hutan mangrove atau tidak, " jawab Wahyudi.

Pantauan wartawan di lokasi, ada dua industri tempat pembuatan /pengolahan terasi (belacan) di Desa Bagan Asahan. Kedua industri itu terbilang cukup jauh dari pemukiman penduduk. Dari keterangan warga setempat mengatakan bahwa pemilik dari masing-masing industri pembuatan terasi itu atas nama "Rhasi" dan "Ali Asiu". Namun yang selama ini dikeluhkan warga terkait limbah dan yang dituding berada dalam kawasan hutan adalah industri pengolahan Terasi milik Ali Asiu warga Kota Tanjungbalai. Pasalnya, lokasinya berdekatan dengan pesisir pantai perairan panton Bagan Asahan.

Kepala Desa Bagan Asahan Syahril Akmal Hasibuan,selama puluhan tahun beroperasi, industri pengolahan Terasi (Blacan) yang berlokasi di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjungbalai Kabupaten Asahan dituding tidak memiliki izin. Bahkan industri itu selama ini juga disinyalir berada diatas kawasan hutan mangrove.

"Dari sepengetahuan saya selama menjabat sebagai kepala desa tahun 2016 lalu, pihak pengusaha belum pernah meminta rekomendasi untuk pengurusan izin. Bahkan untuk datang ke kantor desa ini juga belum pernah. Sementara usaha itu sudah berdiri sekitar 10 tahun lalu, " ucap Kades.

Selain itu katanya, pihaknya juga pernah menerima keluhan warga terkait limbah industri pengolahan Terasi tersebut karena limbahnya mencemari sungai disekitar lokasi. Diduga pihak pengusaha juga tidak ada menyediakan tempat pembuangan limbah.

 "Selama ini yang kita lihat saat turun ke lokasi, limbah yang dihasilkan industri itu adalah sampah dari usaha pengolahan Terasi (blacan) itu yang sering ditemui berserakan disekitar lokasi. Semestinya pihak pengusaha juga harus menyediakan tempat limbah sehingga tidak mencemari lingkungan baik ke aliran sungai maupun di darat lingkungan sekitar lokasi, " pintanya.

Dan setau kita juga tempat industri pengolahan Terasi itu berdiri diatas kawasan hutan mangrove. Tapi anehnya kok bisa sudah begitu lamanya usaha itu berada didalam kawasan hutan," sambung Syahril.

Oleh karena itu, sambungnya, pihak pengusaha lebih baik jika mengurus izinnya serta membuat tempat limbah sebaik baik nya agar lingkungan pemukiman masyarakat tidak tercemar.

"Sangat lebih bijak jika usaha itu mengurus izin baik dipemerintah desa setempat maupun pihak instansi terkait yang berwenang, terlebih lagi pembuangan limbahnya. apalagi sudah beroperasi cukup lama hingga 10 tahun sebelum saya menjabat di desa ini. Sementara mengenai usaha itu berada dalam kawasan hutan mangrove, untuk lebih jelasnya agar dikonfirmasi ke pihak kehutanan. Tapi yang kita tau memang areal itu termasuk dalam kawasan mangrove," pungkas Syahril.(PS/SAUFI).
Komentar Anda

Terkini: