Dituding Abaikan Keluhan Warga, Camat Medan Marelan Ngaku Berhak Terbitkan Surat Tanah

/ Sabtu, 14 September 2019 / 22.53.00 WIB


POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Camat Medan Marelan M Yunus mengaku berhak menerbitkan Surat Tanah atas ajuan warga sesuai pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah kepada Camat dalam kedudukan dan fungsinya sebagai wakil pemerintah.

Statemen ini disampaikan Camat Medan Marelan M Yunus via pesan Whats App nya kepada Poskota Sumatera, Jumat (13/09/2019) menanggapi wartawan terkait tanggapannya atas Surat Rekomendasi Pengurus LPM Kelurahan Terjun yang meminta pembatalan Surat Keterangan Tanah No. 592-2/SKT/005/2019 tanggal 27 Mei 2019 an. Sayed Saiful yang diterbitkan diatas lahan tanah milik Arifin berlokasi di Jalan Sapta Marga Lingkungan III Kel. Terjun.

M Yunus yang baru beberapa bulan menjabat Camat Medan Marelan ini mengaku, dasar penerbitan surat tanah oleh Camat adalah permohonan warga kepada Camat untuk menerbitkan surat tanah pemohon.

“Dasar penerbitan surat tanah oleh Camat adalah permohonan warga kepada Camat untuk menerbitkan surat tanah pemohon. Niat penerbitan surat tanah oleh camat meskipun bukan ppats (Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,red) adlh mnolong masyarakat dlm mnjlnkn fungsi pelayanan administrasi kpd masyarakat,” tulisnya di laman What App nya menjawab Poskota Sumatera.

Kontan respon Camat Medan Marelan tersebut menuai reaksi beragam di masyarakat. Sang Camat ini dinilai mengabaikan keluhan warga yang mengalami kehilangan hak atas tanah atas dugaan pengalihan hak atas tanah dengan korban Arifin (56) warga Dusun I Kuala Makmur Desa Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batubara.

“Kami telah berupaya menjalankan amanah masyarakat dengan memberikan masukan kepada pemerintah agar berlaku sesuai aturan yang berlaku dalam menetapkan hak atas tanah bagi masyarakat. Makanya kami pada 10 September lalu merekomendasikan pembatalan penerbtan surat tanah yang kami nilai cacat prosedur karena diberikan kepada orang lain sementara pemilik tanah nya adalah Arifin,” ujar Sekretaris LPM Kelurahan Terjun Hafifuddin pada wartawan, Jumat (14/9/2019).

Hafifuddin merinci, sesuai bunyi Permendagri No. 6 Tahun 1972 memang dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) Wewenang pemberian hak atas tanah dan pembukaan tanah dengan Peraturan ini dilimpahkan kepada para Gubernur/Bupati/ Walikota Kepala Daerah dan Kepala Kecamatan dalam kedudukan dan fungsinya sebagai Wakil Pemerintah.

Namun lanjutnya, dalam pasal (2) disebutkan Dalam pelaksanaan pelimpahan wewenang yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diperhatikan ketentuan peraturan perundangan yang bersangkutan dan petunjukpetunjuk pelaksanaan yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Lalu dalam Bab IV Wewenang Kepala Kecamatan dalam Pasal 11 disebutkan Kepala Kecamatan memberi keputusan mengenai ijin membuka tanah jika luasnya tidak lebih dari 2 Ha (dua hektar) dengan memperhatikan pertimbangan Kepala Desa yang bersangkutan atas pejabat yang setingkat dengan itu.

Sedangkan lanjut Hafifuddin,  dalam Surat Keterangan Tanah No. 592-2/SKT/005/2019 tanggal 27 Mei 2019 yang diteken Lurah Terjun Hj Erliana dan Camat Medan Marelan Afrizal luas objek tanah seluas 34.000.000 meter persegi atau seluas 3,4 hektar.

“M Yunus berstatemen dengan Permendagri No. 6 tahun 1972. Apa dia lupa di Bab IV tentang kewenangan Camat adalah hanya luas tak lebih dari 2 hektar. Selain itu penerbitan surat tanah bukan pembukaan tanah, tapi diterbitkan diatas tanah yang telah terbit haknya an. Arifin berdasarkan Pengalihan dalam warisan dan kuasa waris atas tanah yang diterbitkan SK Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 50/HM/LR/1968 tanggal 6 Agustus 1968 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah No. 1634/II/SKPT/SDA/1970 tanggal 12 November 1970 atasnama Hasan Lebai seluas 20.000 meter atau sekitar 2 hektar dan sesuai No.50/HM/LR/1968 tanggal 6 Agustus 1968 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah No. 1642/III/SKPT/SDA/1970 tanggal 12 November 1970 atasnama Abdul Rahman seluas 14.000 meter atau sekitar 1,4 hektar,” cecar Hafifuddin.

Dijelaskan Hafifuddin, dalam perjalanan masalah tanah milik Arifin ini diketahui juga Camat Medan Marelan yang saat itu dijabat oleh Drs Afrizal MAP telah terjadi pengalihan hak sebagaimana Surat Pelepasan Tanah Bangunan dan Tanaman (SPTBT) No. 593.83/1232/1232/SPTBT/MM/V/2019 tanggal 28 Mei 2019 dengan pengaluihan hak dari Sayed Syaiful kepada Drs Afrizal MAP (tak lain Camat Medan Marelan kala itu,red) seluas 2.430 meter persegi dan SPTBT No. 593.83/1233/1232/ SPTBT/MM/V/2019 tanggal 28 Mei 2019 peralihan hak dari Sayed Syaiful beralih kepada Sumarwan.

“Pada saat Drs Afrizal MAP menjabat Camat Medan Marelan telah terjadi pengalihan kepemilikan tanah yang harus dilakukan pejabat yang menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) sebagaimana aturan yang berlaku. Hal itu harus dilihat faktanya oleh Camat Medan Marelan saat ini, jangan mentang-mentang sesama Aparatur Sipil Negara menutupi kesalahan pejabat sebelumnya dan merugikan masyarakat lain,” tuding Hafifuddin bernada kesal.

Hafifuddin yang juga Pengurus KNPI Medan Marelan menjelaskan, sesuai dengan laporan Arifin, Pengurus LPM Kelurahan Terjun melakukan penelusuran data dan informasi atas laporan itu. Lalu diketahui pokok masalah dan dibuat rekomendasi kepada Kepala Kelurahan Terjun dan Camat Medan Marelan guna mengembalikan hak tanah milik Arifin.

“Kami hanya menjalankan fungsi, mau tidaknya pejabat di Kelurahan Terjun dan Kecamatan Medan Marelan melaksanakan rekomendasi kami tersebut kami serahkan kepada mereka. Karena itu mereka harus menanggapi surat kami tersebut, apapun hasil dan jawabannya,” tegasnya.

Surat rekomendasi tersebut, lanjut Hafifuddin, juga dikirikan sebagai tembusan kepada Walikota Medan, Kapolres Pelabuhan Belawan, Ketua DPRD Medan, Kapolsekta Medan Labuhan dan beberapa instansi lainnya.

BERALIH HAK: Objek Tanah milik Arifin di Jalan Sapta Marga Lingkungan III Kel.Terjun Kec. Medan Marelan Kota Medan seluas 3,4 hektar yang diduga beralih hak kepada Syaed Syaiful. POSKOTA/DOK

Dalam jabaran tentang aturan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dikutip Poskota Sumatera dalam Kajian Hukum Progresive Tentang Akta Jual Beli yang dibuat dan disahkan oleh Camat selaku PPATS adalah suatu Keputusan Tata Usaha Negara / Beschikking yang ditulis Sionit T. Martin Gea, S.H., M.H yang dimuat dalam http://www.martingealawyers.com/2016/05/10/camat-selaku-ppat-sementara-adalah-pejabat-tun/ disebutkan : 

Camat dalam kedudukan sebagai PPATS adalah salah satu pejabat yang berwenang untuk membuat dan mengesahkan suatu perbuatan hukum jual beli dan atau pengalihan dan atau pendaftaran hak dengan menuangkannya ke dalam suatu akta otentik yaitu akta jual beli (AJB).

Jabatan PPAT yang diberikan kepada seseorang tidak dapat lahir begitu saja atau secara tiba-tiba, jabatan PPAT tersebut diberikan kepada seseorang dengan berpedoman pada kaidah normatif atau perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di Negara Republik Indonesia yang merupakan negara hukum (rechtstaat) telah dibuat perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertanahan dan pejabat yang menyelenggarakan urusan pertanahan, antara lain seperti : UU No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Secara prinsipnya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah telah membagi PPAT dalam 3 (tiga) kelompok yaitu :
  1. PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta oktentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
  2. PPAT Sementara (PPATS) adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat pembuat akta tanah dengan membuat akta pejabat pembuat akta tanah.
  3. PPAT Khusus adalah pejabat badan pertanahan nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat pembuat akta tanah dengan membuat akta pejabat pembuat akta tanah tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan atau tugas pemerintah tertentu.

Sebelum lebih jauh membahas tentang kedudukan Camat selaku PPATS, maka perlu kita mengetahui siapa lembaga atau badan pemerintahan yang bertugas sebagai penyelenggara urusan pertanahan, berdasarkan ketentuan Pasal 5 Jo. Pasal 6 huruf b Peraturan Pemerintah No. : 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi dan mengatur sebagai berikut :
  • Pendaftaran tanah diselenggarakan Badan Pertanahan Nasional (Pasal 5).
  • Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan (Pasal 6 ayat 2).

Terkait dengan ketentuan diatas sangat jelas bahwa penyelenggara urusan pemerintah di bidang pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN R.I), namun dalam pelaksanaannya BPN R.I dibantu oleh PPAT dan Pejabat lainnya yang ditugaskan berdasarkan perangkat perundang-undangan yang ada dan berlaku, termasuk PPATS Camat.

Keleluasaan yang diberikan Undang-Undang kepada BPN R.I untuk mendapatkan bantuan dari PPAT dan pejabat lainnya yang ditugaskan dalam penyelenggaraan urusan pertanahan bermakna bahwa terdapatnya suatu proses pelimpahan kewenangan oleh BPN R.I., hal mana dapat terlihat dalam Ketentuan Pasal 7 ayat (1 s/d 3) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang mengatur :
  • PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri .
  • Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara.
  • Peraturan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

Ketentuan Pasal 7 ayat (1 s/d 4) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. : 4 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang mengatur :
  • Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kotamadya yang formasi PPAT-nya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara.
  • Surat Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.
  • Untuk keperluan penunjukan sebagai PPAT Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat yang bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai Camat kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan tersebut.
  • Penunjukan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dilakukan oleh Menteri setelah diadakan penelitian mengenai keperluannya berdasarkan letak desa yang sangat terpencil dan banyaknya bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa tersebut.

Ketentuan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah juga mengatur : “PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT”.

Ketentuan Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang RI No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa “Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bahwa urusan pemerintahan disini termasuk juga urusan penyelenggaraan pendaftaran tanah.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas, pelimpahan kewenangan dari BPN R.I kepada PPAT dapat di kategorikan sebagai jenis pelimpahan Kewenangan Delegasi dan pelimpahan Kewenangan Atribusi dalam ranah hukum tata usaha negara. Kewenangan Delegasi, merupakan suatu pendelegasian yang diberikan antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang.

Kewenangan Atribusi, merupakan Kewenangan yang melekat oleh karena jabatan Camat adalah Pejabat Pemerintahan atau Kepala Wilayah Pemerintahan oleh karena peraturan perundang-undangan. Dalam tinjauan hukum Tata Negara, Atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya khususnya di bidang pertanahan berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat Undang-Undang.

Bahwa memang berdasarkan hukum akta jual beli (AJB) yang dibuat Camat selaku PPAT Sementara (PPATS) merupakan salah satu suatu jenis akta otentik yang mengatur tentang hubungan hukum yang bersifat keperdataan atau lebih tepatnya yang bersifat kontraktual (perjanjian jual beli) antara pihak-pihak yang terdapat di dalam yaitu penjual dan pembeli.

Namun meskipun akta tersebut menegaskan proses jual beli atau pengalihan hak dan kepemilikan terhadap suatu obyek tanah, namun jikalau di telaah secara mendalam tentang proses pembuatan dan pengesahannya (penerbitannya), maka akan kita temukan suatu syarat dan keharusan bagi seorang Camat selaku PPATS dalam hal pemenuhan suatu proses formil (keabsahan prosedural) dan proses materiil (keabsahan substansil).

Seorang Camat yang menjalankan tugas sebagai PPAT Sementara wajib memenuhi hal-hal yang bersifat prosedural dan hal-hal yang mengandung kebenaran subtansil, seperti :
  1. Meneliti dan menelaah keabsahan hukum data yuridis tanah yang hendak diperjual belikan ;
  2. AJB dibuat dan diisi langsung oleh Camat selaku PPATS sesuai data yuridis yang keabsahannya dapat dipertanggung jawabkan ;
  3. penandatangan AJB oleh para pihak yang sah dan saksi-saksi dilakukan dihadapan Camat dan sebelum ditanda tangani wajib terlebih dahulu dibacakan oleh Camat selaku PPATS ;
  4. Camat selaku PPATS menyerahkan salinan dari AJB kepada para pihak, baik penjual dan pembeli dan melaporkan AJB yang dibuat ke Kantor Pertanahan setempat ;
  5. Camat sebagai PPATS dapat menolak untuk membuat AJB jika data yuridis dan hal-hal lainnya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku ;
  6. Dan lain sebagainya.

Bahwa proses-proses diatas adalah suatu proses sebelum adanya atau diterbitkannya KEPUTUSAN (beschikking) oleh CAMAT selaku PPATS untuk membuat dan mengesahkan AJB yang dibuat para pihak. Berdasarkan kemampuan yang ada padanya Camat wajib memutuskan menolak atau menerbitkan AJB, proses ini sama dengan proses penerbitan Keputusan TUN lainnya, tepatnya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan atau penelitian (telaah) sebagai pertimbangan-pertimbangan dan setelahnya baru dibuatkan suatu beschikking, sehingga dengan demikian sifat-sifat penerbitan AJB oleh Camat selaku PPAT

Camat memenuhi unsur-unsur keputusan TUN yaitu kongkrit (artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan TUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan), individual (artinya Keputusan TUN itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan) dan final (artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.

Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa : “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat kongkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. (PS/DIAN/RED)

 .


Komentar Anda

Terkini: