POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Camat
Medan Marelan M Yunus mengaku berhak menerbitkan Surat Tanah atas ajuan warga
sesuai pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah kepada Camat dalam kedudukan dan
fungsinya sebagai wakil pemerintah.
Statemen
ini disampaikan Camat Medan Marelan M Yunus via pesan Whats App nya kepada Poskota
Sumatera, Jumat (13/09/2019) menanggapi wartawan terkait tanggapannya atas
Surat Rekomendasi Pengurus LPM Kelurahan Terjun yang meminta pembatalan Surat
Keterangan Tanah No. 592-2/SKT/005/2019 tanggal 27 Mei 2019 an. Sayed Saiful
yang diterbitkan diatas lahan tanah milik Arifin berlokasi di Jalan Sapta Marga
Lingkungan III Kel. Terjun.
M
Yunus yang baru beberapa bulan menjabat Camat Medan Marelan ini mengaku, dasar
penerbitan surat tanah oleh Camat adalah permohonan warga kepada Camat untuk
menerbitkan surat tanah pemohon.
“Dasar
penerbitan surat tanah oleh Camat adalah permohonan warga kepada Camat untuk
menerbitkan surat tanah pemohon. Niat penerbitan surat tanah oleh camat
meskipun bukan ppats (Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,red) adlh mnolong
masyarakat dlm mnjlnkn fungsi pelayanan administrasi kpd masyarakat,” tulisnya
di laman What App nya menjawab Poskota Sumatera.
Kontan
respon Camat Medan Marelan tersebut menuai reaksi beragam di masyarakat. Sang
Camat ini dinilai mengabaikan keluhan warga yang mengalami kehilangan hak atas
tanah atas dugaan pengalihan hak atas tanah dengan korban Arifin (56) warga
Dusun I Kuala Makmur Desa Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batubara.
“Kami
telah berupaya menjalankan amanah masyarakat dengan memberikan masukan kepada
pemerintah agar berlaku sesuai aturan yang berlaku dalam menetapkan hak atas
tanah bagi masyarakat. Makanya kami pada 10 September lalu merekomendasikan
pembatalan penerbtan surat tanah yang kami nilai cacat prosedur karena
diberikan kepada orang lain sementara pemilik tanah nya adalah Arifin,” ujar
Sekretaris LPM Kelurahan Terjun Hafifuddin pada wartawan, Jumat (14/9/2019).
Hafifuddin
merinci, sesuai bunyi Permendagri No. 6 Tahun 1972 memang dalam Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat (1) Wewenang pemberian hak atas tanah dan pembukaan tanah
dengan Peraturan ini dilimpahkan kepada para Gubernur/Bupati/ Walikota Kepala
Daerah dan Kepala Kecamatan dalam kedudukan dan fungsinya sebagai Wakil
Pemerintah.
Namun
lanjutnya, dalam pasal (2) disebutkan Dalam pelaksanaan pelimpahan wewenang
yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diperhatikan ketentuan peraturan
perundangan yang bersangkutan dan petunjukpetunjuk pelaksanaan yang diberikan
oleh Menteri Dalam Negeri.
Lalu
dalam Bab IV Wewenang Kepala Kecamatan dalam Pasal 11 disebutkan Kepala
Kecamatan memberi keputusan mengenai ijin membuka tanah jika luasnya tidak
lebih dari 2 Ha (dua hektar) dengan memperhatikan pertimbangan Kepala Desa yang
bersangkutan atas pejabat yang setingkat dengan itu.
Sedangkan
lanjut Hafifuddin, dalam Surat
Keterangan Tanah No. 592-2/SKT/005/2019 tanggal 27 Mei 2019 yang diteken Lurah
Terjun Hj Erliana dan Camat Medan Marelan Afrizal luas objek tanah seluas
34.000.000 meter persegi atau seluas 3,4 hektar.
“M
Yunus berstatemen dengan Permendagri No. 6 tahun 1972. Apa dia lupa di Bab IV
tentang kewenangan Camat adalah hanya luas tak lebih dari 2 hektar. Selain itu
penerbitan surat tanah bukan pembukaan tanah, tapi diterbitkan diatas tanah
yang telah terbit haknya an. Arifin berdasarkan Pengalihan dalam warisan dan
kuasa waris atas tanah yang diterbitkan SK Kepala Daerah Provinsi Sumatera
Utara No. 50/HM/LR/1968 tanggal 6 Agustus 1968 dan Surat Keterangan Pendaftaran
Tanah No. 1634/II/SKPT/SDA/1970 tanggal 12 November 1970 atasnama Hasan Lebai
seluas 20.000 meter atau sekitar 2 hektar dan sesuai No.50/HM/LR/1968 tanggal 6
Agustus 1968 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah No. 1642/III/SKPT/SDA/1970 tanggal
12 November 1970 atasnama Abdul Rahman seluas 14.000 meter atau sekitar 1,4
hektar,” cecar Hafifuddin.
Dijelaskan
Hafifuddin, dalam perjalanan masalah tanah milik Arifin ini diketahui juga
Camat Medan Marelan yang saat itu dijabat oleh Drs Afrizal MAP telah terjadi
pengalihan hak sebagaimana Surat Pelepasan Tanah Bangunan dan Tanaman (SPTBT)
No. 593.83/1232/1232/SPTBT/MM/V/2019 tanggal 28 Mei 2019 dengan pengaluihan hak
dari Sayed Syaiful kepada Drs Afrizal MAP (tak lain Camat Medan Marelan kala
itu,red) seluas 2.430 meter persegi dan SPTBT No. 593.83/1233/1232/
SPTBT/MM/V/2019 tanggal 28 Mei 2019 peralihan hak dari Sayed Syaiful beralih
kepada Sumarwan.
“Pada
saat Drs Afrizal MAP menjabat Camat Medan Marelan telah terjadi pengalihan
kepemilikan tanah yang harus dilakukan pejabat yang menjadi Pejabat Pembuat
Akta Tanah Sementara (PPATS) sebagaimana aturan yang berlaku. Hal itu harus
dilihat faktanya oleh Camat Medan Marelan saat ini, jangan mentang-mentang
sesama Aparatur Sipil Negara menutupi kesalahan pejabat sebelumnya dan
merugikan masyarakat lain,” tuding Hafifuddin bernada kesal.
Hafifuddin
yang juga Pengurus KNPI Medan Marelan menjelaskan, sesuai dengan laporan
Arifin, Pengurus LPM Kelurahan Terjun melakukan penelusuran data dan informasi
atas laporan itu. Lalu diketahui pokok masalah dan dibuat rekomendasi kepada
Kepala Kelurahan Terjun dan Camat Medan Marelan guna mengembalikan hak tanah
milik Arifin.
“Kami
hanya menjalankan fungsi, mau tidaknya pejabat di Kelurahan Terjun dan
Kecamatan Medan Marelan melaksanakan rekomendasi kami tersebut kami serahkan
kepada mereka. Karena itu mereka harus menanggapi surat kami tersebut, apapun
hasil dan jawabannya,” tegasnya.
Surat rekomendasi tersebut, lanjut Hafifuddin, juga dikirikan sebagai tembusan kepada Walikota Medan, Kapolres Pelabuhan Belawan, Ketua DPRD Medan, Kapolsekta Medan Labuhan dan beberapa instansi lainnya.
BERALIH HAK: Objek Tanah milik Arifin di Jalan Sapta Marga Lingkungan III Kel.Terjun Kec. Medan Marelan Kota Medan seluas 3,4 hektar yang diduga beralih hak kepada Syaed Syaiful. POSKOTA/DOK
Dalam jabaran tentang aturan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara dikutip Poskota Sumatera dalam Kajian Hukum Progresive Tentang Akta
Jual Beli yang dibuat dan disahkan oleh Camat selaku PPATS adalah suatu
Keputusan Tata Usaha Negara / Beschikking yang ditulis Sionit T. Martin Gea, S.H., M.H yang dimuat dalam http://www.martingealawyers.com/2016/05/10/camat-selaku-ppat-sementara-adalah-pejabat-tun/ disebutkan :
Camat dalam kedudukan sebagai PPATS adalah salah satu
pejabat yang berwenang untuk membuat dan mengesahkan suatu perbuatan hukum jual
beli dan atau pengalihan dan atau pendaftaran hak dengan menuangkannya ke dalam
suatu akta otentik yaitu akta jual beli (AJB).
Jabatan PPAT yang diberikan kepada seseorang tidak dapat
lahir begitu saja atau secara tiba-tiba, jabatan PPAT tersebut diberikan kepada
seseorang dengan berpedoman pada kaidah normatif atau perangkat peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Di Negara Republik Indonesia yang merupakan
negara hukum (rechtstaat) telah dibuat perangkat peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang pertanahan dan pejabat yang menyelenggarakan urusan
pertanahan, antara lain seperti : UU No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok
Agraria, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Tentang Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Secara prinsipnya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun
1998 Tentang Peraturan Tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah telah membagi
PPAT dalam 3 (tiga) kelompok yaitu :
- PPAT
adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta
oktentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun.
- PPAT
Sementara (PPATS) adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat pembuat akta tanah dengan
membuat akta pejabat pembuat akta tanah.
- PPAT
Khusus adalah pejabat badan pertanahan nasional yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat pembuat akta tanah dengan
membuat akta pejabat pembuat akta tanah tertentu khusus dalam rangka
pelaksanaan atau tugas pemerintah tertentu.
Sebelum lebih jauh membahas tentang kedudukan Camat
selaku PPATS, maka perlu kita mengetahui siapa lembaga atau badan pemerintahan
yang bertugas sebagai penyelenggara urusan pertanahan, berdasarkan ketentuan
Pasal 5 Jo. Pasal 6 huruf b Peraturan Pemerintah No. : 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, yang berbunyi dan mengatur sebagai berikut :
- Pendaftaran
tanah diselenggarakan Badan Pertanahan Nasional (Pasal 5).
- Dalam
melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT
dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan (Pasal 6 ayat 2).
Terkait dengan ketentuan diatas sangat jelas bahwa
penyelenggara urusan pemerintah di bidang pertanahan adalah Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia (BPN R.I), namun dalam pelaksanaannya BPN R.I
dibantu oleh PPAT dan Pejabat lainnya yang ditugaskan berdasarkan perangkat
perundang-undangan yang ada dan berlaku, termasuk PPATS Camat.
Keleluasaan yang diberikan Undang-Undang kepada BPN
R.I untuk mendapatkan bantuan dari PPAT dan pejabat lainnya yang ditugaskan
dalam penyelenggaraan urusan pertanahan bermakna bahwa terdapatnya suatu proses
pelimpahan kewenangan oleh BPN R.I., hal mana dapat terlihat dalam Ketentuan
Pasal 7 ayat (1 s/d 3) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah, yang mengatur :
- PPAT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri .
- Untuk
desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT
Sementara.
- Peraturan
jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri.
Ketentuan Pasal 7 ayat (1 s/d 4) Peraturan Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. : 4 Tahun 1999 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang mengatur :
- Camat
yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kotamadya yang
formasi PPAT-nya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara.
- Surat
Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri
sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.
- Untuk
keperluan penunjukan sebagai PPAT Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Camat yang bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai Camat
kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pertanahan setempat
dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan tersebut.
- Penunjukan
Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dilakukan oleh Menteri setelah diadakan
penelitian mengenai keperluannya berdasarkan letak desa yang sangat
terpencil dan banyaknya bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa
tersebut.
Ketentuan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 37
Tahun 1998 Tentang Peraturan Tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah juga
mengatur : “PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT”.
Ketentuan Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang RI No. 51 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa “Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bahwa urusan
pemerintahan disini termasuk juga urusan penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas, pelimpahan
kewenangan dari BPN R.I kepada PPAT dapat di kategorikan sebagai jenis
pelimpahan Kewenangan Delegasi dan pelimpahan Kewenangan Atribusi dalam ranah
hukum tata usaha negara. Kewenangan Delegasi, merupakan suatu pendelegasian
yang diberikan antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan
biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang
diberikan wewenang.
Kewenangan Atribusi, merupakan Kewenangan yang melekat
oleh karena jabatan Camat adalah Pejabat Pemerintahan atau Kepala Wilayah
Pemerintahan oleh karena peraturan perundang-undangan. Dalam tinjauan hukum
Tata Negara, Atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ
pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya khususnya di bidang pertanahan
berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat Undang-Undang.
Bahwa memang berdasarkan hukum akta jual beli (AJB)
yang dibuat Camat selaku PPAT Sementara (PPATS) merupakan salah satu suatu
jenis akta otentik yang mengatur tentang hubungan hukum yang bersifat keperdataan
atau lebih tepatnya yang bersifat kontraktual (perjanjian jual beli) antara
pihak-pihak yang terdapat di dalam yaitu penjual dan pembeli.
Namun meskipun akta tersebut menegaskan proses jual
beli atau pengalihan hak dan kepemilikan terhadap suatu obyek tanah, namun
jikalau di telaah secara mendalam tentang proses pembuatan dan pengesahannya
(penerbitannya), maka akan kita temukan suatu syarat dan keharusan bagi seorang
Camat selaku PPATS dalam hal pemenuhan suatu proses formil (keabsahan
prosedural) dan proses materiil (keabsahan substansil).
Seorang Camat yang menjalankan tugas sebagai PPAT
Sementara wajib memenuhi hal-hal yang bersifat prosedural dan hal-hal yang
mengandung kebenaran subtansil, seperti :
- Meneliti
dan menelaah keabsahan hukum data yuridis tanah yang hendak diperjual
belikan ;
- AJB
dibuat dan diisi langsung oleh Camat selaku PPATS sesuai data yuridis yang
keabsahannya dapat dipertanggung jawabkan ;
- penandatangan
AJB oleh para pihak yang sah dan saksi-saksi dilakukan dihadapan Camat dan
sebelum ditanda tangani wajib terlebih dahulu dibacakan oleh Camat selaku
PPATS ;
- Camat
selaku PPATS menyerahkan salinan dari AJB kepada para pihak, baik penjual
dan pembeli dan melaporkan AJB yang dibuat ke Kantor Pertanahan setempat ;
- Camat
sebagai PPATS dapat menolak untuk membuat AJB jika data yuridis dan
hal-hal lainnya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku ;
- Dan
lain sebagainya.
Bahwa proses-proses diatas adalah suatu proses sebelum
adanya atau diterbitkannya KEPUTUSAN (beschikking) oleh CAMAT selaku PPATS
untuk membuat dan mengesahkan AJB yang dibuat para pihak. Berdasarkan kemampuan
yang ada padanya Camat wajib memutuskan menolak atau menerbitkan AJB, proses
ini sama dengan proses penerbitan Keputusan TUN lainnya, tepatnya terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan atau penelitian (telaah) sebagai
pertimbangan-pertimbangan dan setelahnya baru dibuatkan suatu beschikking,
sehingga dengan demikian sifat-sifat penerbitan AJB oleh Camat selaku PPAT
Camat memenuhi unsur-unsur keputusan TUN yaitu kongkrit (artinya
objek yang diputuskan dalam Keputusan TUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud,
tertentu atau dapat ditentukan), individual (artinya Keputusan
TUN itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang
dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang
terkena keputusan itu disebutkan) dan final (artinya sudah
definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi
atasan atau instansi lain belum bersifat final karenanya belum dapat
menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan), sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan
bahwa : “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan
hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang bersifat kongkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata”. (PS/DIAN/RED)
.