Ombudsman: Konflik Tanah di Sumut Bisa Selesai dengan Pendekatan Politik, Bukan Hukum

/ Kamis, 19 Desember 2019 / 22.04.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN- Komisioner Ombudsman RI Prof Dr Adrianus Meliala menyarankan, agar dalam menyelesaikan konflik-konflik pertanahan, terutama di Sumut, pemerintah jangan hanya melakukan pendekatan hukum. Tapi, dalam situasi tertentu, pemerintah harus menggunakan pendekatan politik.

"Kalau penyelesaian konflik tanah seperti di Sumut ini dilakukan dengan pendekatan hukum, maka tidak akan pernah selesai persoalan tanah di Sumut. Karena akan banyak persoalan yang muncul. Bahkan akan timbul persoalan baru," kata Prof Adrianus dalam pertemuan Komisi II DPR  RI dengan jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) se Sumut,  Rabu malam (18/12/2019) di Kantor BPN Sumut.

Menurut Prof Adrianus, menuntaskan konflik tanah dengan cara politik akan lebih solutif dan lebih membuka jalan untuk proses penyelesaian dibanding pendekatan hukum. Sebab semua stakholder memberi persetujuan untuk menuntaskan konflik tanah tersebut. 

"Jadi menurut saya win-win solution untuk menuntaskan konflik tanah ini lebih baik menggunakan pendekatan politik dari pada pendekatan hukum. Karena kalau menggunakan pendekatan hukum, masing-masing pihak akan mengklaim sebagai pihak yang benar. Pemerintah misalnya, akan mengatakan masyarakat telah melanggar aturan perundangan undangan. Tapi di sisi lain, masyarakat juga akan bertahan dengan berbagai macam alasan yang mereka anggap benar. Kalau sudah begini, maka tidak akan ada penyelesaian," tegas Adrianus.

Sebelumnya, dalam pertemuan itu, Kakanwil BPN Sumut Bambang Priono mengaku, bahwa Sumut adalah salah satu daerah yang kasus tanahnya cukup banyak. Namun menurutnya, ada dua kasus tanah di Sumut yang kalau bisa diselesaikan, berarti 80 persen kasus tanah di Sumut berarti dianggap sudah selesai. Keduanya adalah kasus tanah eks HGU PTPN-II dan kasus tanah antara ribuan masyarakat dengan TNI AU di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. 

"Bila dua kasus ini bisa diselesaikan, maka 80 persen kasus tanah di Sumut dapat dianggap selesai," kata Bambang.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar ketika ditemui di ruang kerjanya menilai, selama ini pemerintah masih cenderung menggunakan pendekatan hukum dalam menyelesaikan konflik tanah di Sumut. Itu sebabnya, sehingga sampai saat ini, kasus kasus tanah di Sumut belum juga terselesaikan. Termasuk soal kasus tanah eks HGU PTPN-II dan kasus tanah Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Polonia. "Nah, kalau pemerintah tetap ngotot dengan pendekatan hukum, maka kedua kasus ini akan sulit diselesaikan," kata Abyadi Siregar.

Karena itu, pendekatan politik memang menjadi pilihan yang perlu dipertimbangkan pemerintah bila ingin menuntaskan penyelesaian kasus kasus tanah di Sumut.

Menurut Abyadi, dalam pendekatan politik, maka yang perlu dipertimbangkan nanti adalah sepeti kondisi eksisting masyarakat.

Kasus tanah Sari Rejo misalnya, keberadaan lahan yang sudah menjadi kawasan pemukiman yang padat dan kompak yang dihuni puluhan ribu masyarakat, harus menjadi pertimbangan yang sangat penting. Begitu juga dalam menyelesaikan lahan eks HGU PTPN, kondisi masyarakat yang telah puluhan tahun menguasai lahan, harus jadi pertimbangan penting. 

"Ini tidak boleh diabaikan bila pemerintah memang ingin menyelesaikan konflik tanah dalam mewujudkan program reformasi agraria yang mementingkan masyarakat," katanya.

Nah, dalam penyelesaian konflik tanah dengan pendekatan politik, maka semua stakholder dipertemukan. Soal lahan eks HGU PTPN misalnya, dihadirkan Menteri BUMN, Menkeu dan pemerintah daerah. 

Begitu juga dalam kasus tanah Sari Rejo, hadirkan pihak Kementerian Pertahanan, Menkeu, dan pemerintah daerah. "Nah, semua pihak harus memiliki political will untuk menyelesaikan konflik tanah. "Bila ini dilakukan, maka kasus ini akan selesai," katanya. (PS/HASAN)
Komentar Anda

Terkini: