Aditya Pranata: Pembenahan Sungai Entaskan Dua Masalah Dengan Satu Solusi

/ Minggu, 05 Januari 2020 / 17.10.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Ibukota Jakarta terendam banjir! Ketinggian air lebih dari 1 meter di beberapa titik. Tidak hanya merendam ribuan rumah, banjir juga menghanyutkan mobil seperti kotak mie instant terapung tak berharga. Mirip dampak tsunami di Aceh.

Banjir tidak hanya melanda Jakarta, namun Banten dan Jawa Barat juga mengalami nasib yang sama. Tragis, awal tahun 2020 disambut oleh bencana! Anies Baswaden sebagai Gubernur DKI menuai bullyan.

Bagaimana dengan Kota Medan? Tinggal menunggu waktu! Meski banjir telah menjadi langganan di Kota Medan, namun dampaknya belum separah DKI, Banten dan Jawa Barat di awal 2020.

Bakal Calon (Balon) Wakil Walikota Medan, Indra Adytya Pranata (Aditya) menyebutkan, banjir ibarat bom waktu yang siap meledak suatu saat! Tidak tahu kapan, tetapi pasti akan terjadi, jika Pemerintah Kota (Pemko) Medan tidak segera melakukan langkah strategis dan efektif dalam pencegahan.

"Kita harus mengubah ancaman menjadi peluang. Menggodok masalah hingga ke akarnya kemudian menemukan solusi efektif yang berdaya guna," sebut Aditya, perwakilan kaum Millenial yang telah mendaftarkan diri menjadi Balon Walikota Medan ke sejumlah partai politik ini.

Banjir bukan satu-satunya persoalan serius di Kota Medan. Masih ada kemacetan! Penyebab utamanya adalah laju pertumbuhan volume kendaraan tidak sebanding dengan kapasitas jalan yang tersedia.

"Jumlah kendaraan terus bertambah tiap saat. Sedangkan sarana jalan tidak mengalami perubahan significant. Saat ini, kemacetan arus lalu-lintas tidak hanya saat pergi dan pulang kerja saja, tetapi juga saat jam makan siang," sebut Aditya.

Lebar dan penampang jalan di Kota Medan relatif tidak memungkinkan mengalami pelebaran akibat keberadaan bangunan yang terus mendesak maju ke sisi bahu jalan. Belum lagi tiang listrik serta jaringan telekomunikasi yang berada di sisi bahu jalan dan kabel serat optik yang tertanam, akan menjadi persoalan serius, kompleks dan rumit jika dilakukan pelebaran.

"Jika ingin melebarkan jalan, persoalan paling berat adalah biaya ganti rugi tanah warga dan memindahkan jaringan listrik dan telephone. itu membutuhkan biaya besar. Bisa jadi besar biayanya akan sama dengan membangun jalan layang," jelas Aditya.

Langkah Antisipasi Banjir
Ada apa dengan sungai yang melintasi Kota Medan? Mengapa selalu menjadi kambing hitam? Kerap dituduh jadi biang kerok penyebab banjir? Buikankah sungai menjadi aset berharga jika bijak memanfaatkanya?

"Sesungguhnya, bagi kita yang mau berpikir jernih, sungai adalah anugrah. Punya peran ganda jika dimanfaatkan dengan baik. Bahkan, sungai menjadi titik kunci solusi mencegahan banjir. Sebaliknya, jika tidak peduli, sungai akan mempersembahkan bencana!," sebut Aditya.

Saat sungai tidak lagi mampu memampung debit air, maka air akan melimpah kemudian merendam pemukiman. Kondisi ini kian parah, karena Kota Medan tidak memiliki daerah resapan air yang dapat diandalkan untuk menampung debit air. Belum lagi permukaan tanah yang terus tertutup bangunan hingga menghanbat daya serap terhadap air jadi berkurang.

Persoalan semakin pelik ketika pendirian bangunan tidak diiringi dengan adanya fasilitas saluran air yang memadai hingga air tidak dapat mengalir ke sungai. Sisi lain, proses pendangkalan sungai kian cepat akibat sampah.

"Sungai jadi tong sampah dari hulu ke hilir. Mengapa? Karena warga dikenakan beban bayar sampah. Padahal sampah juga potensi! Layaknya warga dibayar karena punya banyak sampah, apalagi yang bisa di daur ulang. Kita lihat, bisnis botot tumbuh subur,"  sebut Aditya.

Pemko Medan, tambah Aditya, sudah saatnya memiliki bisnis pengolahan sampah secara mandiri. Bila dirasa perlu, Pemko membentuk Perusahaan Daerah Daur Ulang Sampah.

"Unit usaha daur ulang sampah sangat menjanjikan. Pemko membeli sampah masyarakat sesuai jenisnya. Baik itu bahan logam, aluminium, tembaga atau jenis plastik. Tiap jenis punya nilai ekonomis. Dengan begitu, masyarakat tidak akan membuang sampahnya sesuka hati ke sungai karena sampah warga menjadi berharga," jelas Aditya.

Seiring dengan itu, Pemko Medan mengambil langkah strategis dengan membenahi 9 sungai yang melintasi Kota Medan yakni Sungai Deli, Belawan, Sikambing, Babura, Kera, Putih, Sulang-Saling, Badera dan Sungai Tuntungan.

"Pembenahan tidak dapat dilakukan untuk semua sungai sekaligus. Harus bertahap. Anggaran Pemko Medan terbatas. Banyak bidang lain yang juga harus dibenahi" ujar Aditya.

Namun setidaknya, 4 sungai besar wajib mendapat pembenahan yakni Sungai Deli, Sikambing, Babura dan Sungai Belawan. Keempat sungai utama itu dikeruk minimal sedalam 2 meter dengan lebar diselaraskan menjadi 10 meter. Hal yang tidak kalah penting adalah sisi sungai juga harus ditembok kokoh dan rapi yang dilengkapi pintu untuk saluran air dari parit pemukiman masyarakat.

"Mengapa sisi sungai harus ditembok kokoh dan rapi? Tujuan utama agar sisi sungai tidak runtuh. Tidak hanya itu, nantinya akan ada manfaat ganda," terang Aditya.

Pembenahan keempat sungai yang melintasi Kota Medan ini juga sekaligus pembangunan Taman Hutan Kota (THK) di beberapa titik di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dianggap potensial.

"Zaman Now, pinggir sungai harusnya tidak lagi jadi daerah yang menakutkan. Ada Taman Hutan Kota yang asri dengan berbagai pohon pelindung yang rindang, nyaman dan aman," harap Aditya.

Sungai Sebagai Sarana Transportasi Publik
Pembenahan 4 sungai utama yang melintasi Kota Medan, tidak hanya mengantisipasi banjir, namun juga memiliki manfaat ganda sebagai sarana transportasi massal. Ini dapat direalisasikan karena kedalaman sungai rata-rata 2 meter, lebar 10 meter dan memiliki tembok yang kuat serta rapi.

"Pemko Medan melalui Dinas Perhubungan dapat membangun sarana transportasi air berupa sarana angkutan air yang dapat dinamai TransDASkomed singkatan dari Trans Daerah Aliras Sungai Kota Medan" canang Aditya.

Sarana transportasi air ini juga dilengkapi tempat penumpang naik dan turun (selter) yang dibangun di sejumlah titik agar dekat dengan fasilitas umum dan pusat keramaian seperti kantor DPRD, kantor Walikota, pusat perbelanjaan maupun layanan publik lainnya.

"Ticketing menggunakan aplikasi smartphone. Seperti barcode atau lainnya. Ini zaman now. Kaum millenial wajib ikut terlibat dalam pembangunan Kota Medan. Mengapa beli ticket tidak pakai uang cash, agar menutup peluang korupsi," tegas Aditya.

Jika perlu, tinjau ulang peraturan tentang larangan membangun di DAS. Dengan demikian, Pemko dan swasta dapat memanfaatkan sisi kiri dan kanan sungai menjadi lokasi yang lebih bermanfaat dan berdaya guna.

"Saya membayangkan betapa nikmatnya minum kopi di cafe yang dibangun diatas sungai. Bisa lihat ferry melintas di bawah, air sungai bersih, tidak ada sampah dan ada pedestrian yang dilengkapi dengan bangku-bangku di pinggir sungai," harap Aditya.

Pihak swasta, sebut Aditya, diizinkan membangun toko menghadap sungai, bahkan berada di sisi sungai dengan catatan; aman, tidak menggangu arus lalu-lintas ferry dan bangunan wajib menambah keindahan sungai!

Jika pengelolaan TransDASkomed dirasa membebani Dinas Perhubungan, Pemko Medan dapat membentuk unit usaha baru menjadi Perubahaan Daerah secara mandiri. Tinggal tentukan saja berapa target pencapaian PAD dari PD TranDASkomed ini tiap tahunnya.

"Persoalan banjir dan kemacetan arus-lalulintas merupakan dua masalah serius yang dihadapi Pemko Medan. Kedua masalah ini akan teratasi dengan satu solusi; pembenahan sungai! Sungai yang bersih akan mengantisipasi banjir sekaligus menjadi sarana transportasi publik yang efektif dalam mengurai kemacetan," tutup Aditya. (PS/REL)
Komentar Anda

Terkini: