Peran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Dalam Mendukung Percepatan Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan

/ Rabu, 01 Januari 2020 / 20.46.00 WIB

 KHAIDIR SH MH

POSKOTASUMATERA-Isu tentang kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) semakin memprihatinkan. Tidak hanya terjadi di suatu kota tertentu, kerusuhan tersebut terjadi di berbagai Kota di Indonesia. 

Hal ini mengisyaratkan bahwa terjadi permasalahan yang sama dalam pelaksanaan pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Saat Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly melakukan kunjungan ke Rutan Kelas II B Siak guna melihat langsung kondisi Rutan tersebut pasca kerusuhan terjadi.

Yasonna menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya kerusuhan adalah overcrowded (kelebihan penghuni) di Rutan Kelas II B Siak yang mencapai 500%.

Hal senada juga dinyatakan oleh Ali Aranoval Direktur Center for Detention Studies (CDS). Kebakaran dan kerusuhan di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lapas di Indonesia seringkali terjadi karena Rutan dan Lapas mengalami overcrowded.

Kondisi tersebut akan berdampak pada rendahnya pemenuhan hak narapidana dan tingginya beban kerja yang ditanggung oleh petugas Lapas sehingga program pembinaan dan keamanan acap kali tidak dapat dilaksanakan secara maksimal dan sesuai SOP, petugas Lapas cenderung melakukan tindak kekerasan untuk menjaga kondusifitas Lapas. Permasalahan ini menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak narapidana.

Hal ini segera harus diselesaikan karena sejatinya dalam 10 prinsip pelaksanaan pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan seharusnya menjadi tempat pembinaan sehingga mereka yang bersalah tidak mengulangi perbuatannya lagi bukan tempat penyiksaan dan pembalasan dendam atas kesalahan yang telah diperbuatnya.

Pilihan terbaik yang saat ini bisa dilakukan Pemerintah adalah mengurangi jumlah narapidana dengan melakukan percepatan pemberian hak-hak narapidana seperti, Remisi, Cuti Bersyarat, Pembebasan Bersyarat, Assimilasi dan program reintegrasi lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pemerintah juga berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut yang dibuktikan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Revitalisasi

Penyelenggaraan Pemasyarakatan. Peraturan Menteri ini juga mengkalsisfikasikan tentang pembinaan narapidana menjadi 4 yaitu pembinaan narapidana di Lapas super maximum security, maximum security, medium security dan minimum security dengan Pulau Nusakambangan sebagai pilot project.

Untuk mengklasifikasikan pembinaan narapidana tersebut, Pembimbing Kemasyarakatan sangat berperan dan dominan melalui pelaksanaan kegiatan Assesment Screening Pemindahan Narapidanan dari Lapas Umum/Khusus ke Lapas Maksimum/Medium/Minimum.

Dengan adanya klasifikasi tersebut diharapkan Negara akan lebih mudah melakukan antisipasi gangguan keamanan pada masing-masing Lapas karena telah mengetahui karakteristik narapidana.

Salah satu hal yang paling menarik dalam peraturan tersebut adalah keberadaan pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan yang dinilai sebagai penyelesaian masalah penyelenggaraan pemasyarakatan di Indonesia. Pembimbing Kemasyarakatan adalah seseorang yang berfungsi untuk mengajukan rekomendasi layak atau tidaknya narapidana untuk mendapatkan program reintegrasi.

Rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan yang dituangkan dalam Laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan di dalamnya juga berisikan tentang penilaian baik atau tidaknya  narapidana sehingga layak atau tidak untuk dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat melalui pemberian program reintegrasi berupa Pembebasan Bersyarat atau Cuti Bersyarat tanpa harus menunggu masa pidana awalnya habis.

Selain itu, Pembimbing Kemasyarakatan juga wajib melakukan pembimbingan atau pengawasan narapidana yang lajim disebut dengan Klien Pemasyrakatan pada saat menjalani program reintegrasi untuk memastikan bahwa Klien Pemasyarakatan tersebut dapat hidup layak sebagai manusia normal dan diterima oleh masyarakat luas.         

Pembimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan tersebut dianggap sangat ideal karena menggunakan anggaran yang lebih sedikit serta tidak perlu merampas hak-hak narapidana. (##)

Penulis : Khaidir SH MH Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Muda pada Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan.



Komentar Anda

Terkini: