Pusaran Kasus Pelarian Dan Skandal Cassie Bank Bali Djoko Tjandra

/ Jumat, 31 Juli 2020 / 18.58.00 WIB
Djoko Tjandra Terlihat Saat Turun Dari Pesawat. POSKOTA/RED

POSKOTA SUMATERA.COM - JAKARTA - Saat ini, Kepolisian RI telah berhasil menangkap terpidana Kasus Pengalihan Hak Tagih atau Cessie Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra atau Djoko Tjandra, Kamis (30/7/2020).

Mengutip pemberitaan Media3.id menerangkan, bahwa Pesawat yang membawa Bos PT Era Giat Prima itu tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, sekira Pukul 22.30 WIB bernomor registrasi PK RJP. Tipe Embraer ERJ 135.

Dalam Penjagaan kepulangannya, terlihat di sekitar landasan sangat dijaga ketat sebelum pesawat pengangkut Buronan Kelas Kakap tersebut landing.

Di Bandara, tampak Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menjemput Djoko Tjandra.

Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono kepada Awak Media menyampaikan, pihaknya berhasil menangkap Buronan Djoko Tjandra. Dan kini pihaknya masih menunggu kedatangan Djoko Tjandra dari Malaysia di Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Seperti yang diberitakan Liputan6.com, Turun dari pesawat, Djoko tampak berjalan dengan tangan diborgol dan berbaju tahanan tanpa wajah tertutup.

"Komitmen Kita semua akan menangkap Pak Djoko Tjandra dan kita berhasil," tutur Argo di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020) Malam.

Hingga tertangkapnya Djoko Tjandra, belum banyak informasi yang dapat disampaikan. Termasuk kondisi kesehatannya, sehingga berobat ke Malaysia.

"Nanti Kita cek ya," kata Argo.

Informasi yang yang berhasil dirangkum, seputar Reputasi Bisnis Djoko Tjandra di Tanah Air terbilang gemilang dan bahkan menggurita. Diceritakan, Saat berusia 17 Tahun, Djoko bepergian ke Papua (saat itu masih bernama Irian Jaya - red) dan Tahun 1968 membuka Toko Grosir bernama Toko Sama-Sama di Jayapura. Pada Tahun 1972, ia membuka Toko bernama Papindo di Papua Nugini. 

Selanjutnya, Djoko membuka Bisnis Distribusi di Melbourne pada tahun 1974. Pada Tahun 1975, Ia mendirikan sebuah Perusahaan Kontraktor bernama PT. Bersama Mulia di Jakarta. 

Tiga Tahun kemudian, sebagai Ahli untuk PT Jaya Supplies Indonesia, Djoko memperoleh Proyek dari Pertamina, PLN dan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Dari Tahun 1979 hingga 1981, Ia berhasil mengembangkan Pembangkit Listrik Belawan di Sumatera Utara, memperluas kilang minyak di Balikpapan, mengembangkan Hydrocracking Complex di Dumai, sebuah Kilang Minyak di Cilacap dan Pupuk Kaltim di Bontang, Kalimantan Timur.

Tak cukup sampai di situ, pada Tahun 1983, Djoko memasuki Sektor Properti, dengan mengembangkan Blok Kantor. Di antara proyek-proyeknya adalah gedung Lippo Life, Kuningan Plaza dan BCA Plaza. 

Djoko juga terlibat dalam Pengembangan Mal Taman Anggrek, yang dulunya merupakan Pusat Perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara.

Djoko adalah Tokoh Utama dalam Grup Mulia, yang dimulai dengan PT Mulialand, yang didirikan pada awal 1970-an oleh Ayahnya, Tjandra Kusuma (Tjan Boen Hwa). Djoko Tjandra turut membantu bersama kedua saudaranya, Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui), dan Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang). 

Mulialand terlibat dalam Konstruksi dan Properti. Properti mewah yang dikembangkannya meliputi Hotel Mulia Senayan, Wisma Mulia, Menara Mulia, Wisma GKBI, Menara Mulia Plaza 89, Plaza Kuningan dan Apartemen Taman Anggrek.

Pada 5 November 1986, mereka mendirikan PT Mulia Industrindo, sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang Manufaktur Kaca dan Keramik.

Kasus Hukum yang kemudian dikenal dengan Skandal Bank Bali diawali pada 11 Februari 1999, Djoko Tjandra menghadiri Pertemuan di Hotel Mulia di Jakarta untuk membahas upaya Bank Bali untuk mengumpulkan Rp. 904 M yang terhutang oleh 3 Bank yang diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Djoko Tjandra hadir sebagai Direktur PT. Era Giat Prima, sebuah Perusahaan yang mengumpulkan Komisi sebesar Rp. 546 M agar BPPN mengeluarkan dana. Sekitar Rp. 274 M Uang Komisi ditransfer ke Rekening Djoko di BNI Kuningan, sementara sebagian dari uang itu ditransfer ke Pejabat dan Legislator Indonesia.

Setelah berita tentang skandal Bank Bali mencuat pada akhir Juli 1999, Djoko Tjandra diselidiki oleh Polisi dan Kejaksaan Agung. Ia ditahan pada Tanggal 29 September 1999 dan kemudian ditempatkan di bawah Tahanan Rumah. Djoko Tjandra diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 9 Februari 2000, didakwa melakukan Korupsi karena "Mengatur dan terlibat dalam Transaksi Ilegal". 


Saat itu di persidangan,  Jaksa menuntut hukuman 18 Bulan, tetapi dia dibebaskan pada 6 Maret 2000.

Pada 31 Maret 2000, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili Djoko. Dia kembali ke Pengadilan pada April 2000 dan dibebaskan pada 28 Agustus 2000. Saat itu Hakim mengatakan, meskipun Dakwaan Jaksa penuntut atas tindakan Djoko terbukti secara hukum, namun tindakan itu bukan merupakan tindak Pidana melainkan tindak Perdata. 

Jaksa mengajukan banding ke Mahkamah Agung dan menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Djoko Tjandra tidak bersalah dalam Putusan pada Tanggal 26 Juni 2001.

Pada Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas Pembebasan Djoko. Sehari sebelum Putusan dijatuhkan, tepatnya 10 Juni 2009, Djoko Tjandra terbang menggunakan Pesawat Charter dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta ke Port Moresby, Papua Nugini.

Pada 11 Juni 2009, Mahkamah Agung menjatuhkan Hukuman Penjara Dua Tahun kepada Djoko Tjandra. Dia kemudian dinyatakan sebagai Buron. 

Pada bulan Maret 2016, Istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, mengunjungi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan mengajukan Permohonan Peninjauan kembali atas Pasal 263, Bab 1, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Dan pada 12 Mei 2016, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaannya, mencabut Pasal KUHP yang memungkinkan Jaksa meminta Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan dengan Kekuatan Hukum Tetap.

Penangkapan Djoko Tjandra saat ini dipimpin langsung oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo, yang menjemput Djoko di Malaysia pada Kamis (30/7/2020).

Menurut Kabareskrim, Penangkapan Djoko Tjandra bermula setelah Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis membentuk Tim untuk memulangkan Djoko ke Indonesia.

Tim Polri itu kemudian menindaklanjuti upaya pemulangan Pria yang juga dikenal dengan sebutan Joker itu dari Malaysia. Salah satu bentuknya adalah bekerja sama dengan Kepolisian Diraja Malaysia. Ditindaklanjuti dengan kegiatan Police to Police. 

"Kami mengirim surat kepada Kepolisian Diraja Malaysia untuk upaya pencarian," ucap Listyo.

Dengan Buronnya Djoko Tjandra ini, diketahui, ada 4 nama yang turut tersangkut. Hal ini sebelumnya telah diberitakan oleh beberapa Media Massa, terkait polemik Pelarian Buronan Djoko Tjandra ini, ternyata berbuntut panjang dan Tiga Perwira Tinggi (Pati) Kepolisian yang terkait didalamnya, kini telah dicopot Kapolri Jenderal Idham Azis.

Pencopotan itu diduga terlibat dalam Kasus Buron Djoko Tjandra, sehingga seenaknya dapat melenggang kangkung di Indonesia sampai akhirnya kembali menghilang.

Ketiga Pati itu adalah : 1. Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte yang harus dicopot dari jabatannya dan dimutasi, sesuai yang tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal 17 Juli 2020. Dan dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan, bahwa Irjen Napoleon Bonaparte dimutasi karena diduga melanggar Kode Etik.

Ke 2. Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, dicopot dari jabatannya untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus Djoko Tjandra.

Sebelumnya, Prasetijo adalah Pejabat di Bareskrim yang menerbitkan Surat Jalan untuk terpidana Kasus Pengalihan Hak Tagih Bank Bali yang masih Buron, Djoko Tjandra. Saat Surat tersebut diterbitkan, Ia menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.

Ke 3. Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo juga turut dicopot dari jabatannya dan dimutasi. Sebelumnya, menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia dan dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.

Selain Tiga Pati Anggota Kepolisian tersebut, terdapat satu orang Jaksa yang terseret dalam Pusaran Kasus Pelarian Djoko Tjandra, yakni Pinangki Sirna Malasari. 

Informasi yang dirangkum pada Kamis (30/7/2020), Kejaksaan Agung telah mencopot Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari dari jabatannya, karena terbukti bertemu Djoko Tjandra di Malaysia. Serta dugaan upaya lainnya yang dibuat untuk kepentingan Djoko Tjandra. (PS/RED)

Komentar Anda

Terkini: