Petinggi Relawan Jokowi di Sumut Minta Presiden Ajukan Pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja

/ Jumat, 09 Oktober 2020 / 02.30.00 WIB
TERIMA SK: Para pengurus DPD Satria Nusantara Bersatu Sumut diketuai Ir Bambang Lusiadi menerima SK kepengurusan dari DPP. POSKOTASUMATERA/IST 

POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Riuhnya penolakan buruh, mahasiswa dan organisasi buruh atas penolakan UU Omnibus Law seantero negeri membuat para petinggi Relawan pendukung Presiden RI Joko Widodo dalam Pilpres lalu gerah. Dia meminta Presiden Jokowi untuk mengajukan pencabutan Undang-undang yang dinilainya kontroversi ini. 

Ketua DPD Satria Nusantara Bersatu Sumut Ir Bambang Lusiadi pada wartawan, Kamis (8/10/2020) mengatakan, mencabut kembali UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI menjadi jalan terbaik demi ketentraman dan keamanan Indonesia. Dijelaskan mantan Sekretaris Sedulur Jokowi Sumut ini, meski Omnibus Law Cipta Kerja merupakan usulan pemerintah guna perbaikan berbagai hal, namun dengan gejolak penolakan berbagai elemen yang terjadi mau tak mau harus menjadi masukan pemerintah. 

“Meski berbagai straightening statement disampaikan Badan Legislasi (Baleg) dan para Menteri Jokowi, namun penolakan yang berujung bentrok dan rusaknya berbagai fasilitas umum di tanah air tak bisa diabaikan begitu saja,” tegas Bambang Lusiadi didampingi Sekretaris Satria Nusantara Bersatu Sumut Lidya, Wakil Sekretaris Raja Oscar Hutagalung dan Ketua Penggerak Massa Mulyono. 

Dia yang mengaku telah berjuang dengan keringat, pemikiran dan harta guna kemenangan Jokowi-Maruf Amin di Sumatera Utara mengaku, masih ada kesempatan Pemerintah dan DPR RI mendengarkan aspirasi rakyatnya dengan mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja. 

Dijelaskannya, pembentukan undang-undang diatur dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 16 sampai 23, pasal 43 sampai 51 dan pasal 65 sampai 74. Berdasar ketentuan tersebut seperti inilah proses pembentukan sebuah undang-undang memiliki 12 tahapan yakni, Ajuan RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD. 



Selanjutnya RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait, RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun dan RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu. 

Proses lanjut, kata Bambang, Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan membagikan ke seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat paripurna. Dilanjutkan di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU disetujui, disetujui dengan perubahan atau ditolak untuk pembahasan lebih lanjut. 

“Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan. Pembicaraan tingkat pertama dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus,” jabarnya.

Lalu paparnya, pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi: penyampaian laporan tentang proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya. 

“Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak. Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil pemerintah, maka kemudian diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan. Dalam UU ditambahkan kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia,” beber pengusaha muda ini. 

Namun ada hal urgen yang perlu disikapi terangnya, karena Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan. 

“Diproses 30 hari ini ada kesempatan Presiden dan DPR RI mempertimbangkan nasib UU Omnibus Law ini dijadikan UU permanen atau dikaji ulang kembali atau dicabut,” kata Bambang. 

Dia berharap, Presiden RI Jokowi dan DPR RI bersama elemen yang pro maupun yang kontra atas terbitnya Undang undang ini duduk bersama untuk menentukan sikap dengan hati yang dingin demi kemaslahatan bangsa hingga tercipta kondisi yang baik di tengah Pandemi Covid 19 ini. 

Bambang Lusiadi menekan, selaku Ketua DPD Satria Nusantara Bersatu Sumut yang memiliki motto ‘Dari Rakyat Untuk Rakyat’ dengan tegas menolak diberlakukanya UU Omnibus Law Cipta Kerja dan meminta Presiden RI tak mengesahkan dan mengundangkannya serta mengajukan pencabutan UU tersebut ke DPR RI. 

“Kami bersama buruh dan rakyat yang menolak UU Omnibus Law, kami minta Presiden RI tak mengundangkan dan mengesahkan UU itu serta meminta Pemerintah mengajukan pencabutan UU ke DPR RI,” tegasnya. 

Diberitakan, puluhan federasi dan konfederasi serta mahasiswa di Indonesia melaksanakan unjuk rasa serempak secara nasional di Jakarta dan berbagai Kota dan Kabupaten di Indonesia. Banyak dampak yang terjadi, mulai korban luka, rusaknya fasilitas umum dan lainnya. Mereka menyampaikan, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan. 

Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan dilakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Setidaknya ada 7 point penolakan atas pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak para pendemo.

Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang Undang. UU Cipta Kerja disetujui 7 fraksi yang terdiri dari PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP dan PAN, namun ada 2 fraksi yang menolak yaitu Partai Demokrat dan PKS. 

Meski Koalisi masyararakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menolak secara tegas dan menyatakan Mosi Tidak Percaya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, bahkan penolakan terjadi di seantero Indonesia dan menjadi tranding topic serta viral di media sosial. Namun DPR bersama pemerintah pada akhirnya sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. (PS/RED)
Komentar Anda

Terkini: