POSKOTASUMATERA.COM|LHOKSEUMAWE-Walikota Lhokseumawe membuka secara resmi acara Diseminasi Penanganan Kejahatan Penyeludupan Manusia Lintas Negara yang diselenggarakan oleh Kemenko Polhukam Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri pada Rabu, 18 November 2020 di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.
Walikota Lhokseumawe, Suaidi Yahya melalui Asisten III, Mehrabsyah mengatakan dalam kurun waktu empat (4) bulan, dua gelombang pelintas batas etnis Rohingya telah mendarat di Aceh dengan total hamper 400 orang. Mereka semua mendarat di pantai Lhokseumawe, Aceh. Dalam perkembangannya, terdapat indikasi yang mengarahkan dugaan pada adanya keterlibatan sejumlah pihak yang membantu dan memfasilitasi pergerakan para pelintas batas tersebut.
Rakyat dan Pemerintah Daerah Aceh, khususnya Kota Lhokseumawe menampung etnis Rohingya yang mendarat karena rasa kemanusiaan yang tinggi. Namun rasa kemanusiaan dan kebaikan hati rakyat Aceh itu jangan sampai dimanfaatkan dan disalahgunakan untuk keuntungan para pelaku tindak pidana penyelundupan manusia.
Di tengah anggaran dan sumber daya yang sangat terbatas, Pemerintah Daerah Lhokseumawe/Satgas PPLN harus menampung etnis Rohingya yang mendarat. Kita harus membagi sumber daya yang terbatas untuk penanganan pandemic covid 19. Alhamdulillah, selama ini banyak warga serta organisasi masyarakat sipil yang mengulurkan tangan membantu logistik. Namun bantuan tersebut tentu ada batasnya, tidak dapat terus menerus demikian. Kita butuh solusi penanganan dan pengelolaan yang berkelanjutan atas etnis Rohingya yang mendarat di Lhokseumawe.
Di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini, kami juga harus berhati-hati agar penampungan etnis Rohingya di gedung Balai Latihan Kerja tidak menjadi sumber kluster penularan pandemi. Untuk itu, kami menetapkan protocol kesehatan dalam lingkungan penampungan dalam upaya menjaga tidak meluasnya pandemi,ujar Mehrabsyah.
Kita berharap, Lhokseumawe tidak terus menjadi bulan-bulanan para sindikat penyelundupan manusia dengan menjadi lokasi mendaratnya pelintas batas berikutnya. Kita sangat memahami, Indonesia dan Aceh bukanlah destinasi akhir para pelintas batas tersebut. Aceh hanyalah tempat transit.
Diseminasi informasi kepada masyarakat karenanya menjadi penting, khususnya bagi para pemangku kepentingan terkait di daerah maupun kelompok-kelompok masyarakat yang rentan dimanfaatkan oleh para sindikat untuk melancarkan aksinya. Jangan sampai masyarakat kita yang dikenal ramah dan penolong dimanfaatkan sindikat kejahatan, tuturnya.