Komnas HAM RI Periksa Kematian 6 Laskar PFI, IPW dan DPR Desak Pemerintah Bentuk TP Fakta

/ Selasa, 08 Desember 2020 / 05.35.00 WIB

TEWAS: Enam orang Laskar Front Pembeli Islam (PFI) yang dilaporkan tewas dan saat ini disemayamkan di RS Polri Kramat Jati. PS/NET

POSKOTASUMATERA.COM-JAKARTA-Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengatakan lembaganya sedang mendalami informasi tentang penembakan yang dilakukan polisi hingga mengakibatkan enam pendukung pemimpin FPI Rizieq Shihab meninggal dunia.

 

Pendalaman dilakukan oleh tim yang dibuat oleh Komnas HAM. Anam berharap semua pihak terkait, termasuk kepolisian mau bekerja sama dan terbuka untuk memperkuat pengungkapan fakta tersebut. "Tim sedang mendalami informasi dan mengumpulkan fakta-fakta dari pihak langsung. Termasuk menggali keterangan dari FPI secara langsung yang saat ini sedang berlangsung," jelas Choirul Anam, Senin (7/12).

Desakan keterbukaan peristiwa penembakan yang dilakukan polisi juga disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Usman menilai ini penting untuk membuka penyebab terjadinya penembakan terhadap enam pendukung Rizieq.

 

"Dan jika polisi terlibat dalam insiden itu menyimpangi protokol penggunaan kekuatan atau senjata api. Maka itu harus diungkap secara terbuka dan tentu saja diajukan ke pengadilan," jelas Usman, Senin (7/12) malam.

Usman menambahkan polisi juga harus menjelaskan apakah petugas sudah menjelaskan dirinya secara gamblang sebagai petugas. Selain itu, kata Usman, penggunaan senjata api adalah upaya yang terakhir yang dapat diambil polisi. Karena itu, perlu ada penjelasan dari polisi tindakan-tindakan yang diambil polisi sebelum penggunaan senjata api.

Menurut Usman, jika polisi terbukti ada pelanggaran prosedur tersebut, maka peristiwa tersebut dapat dikategorikan sebagai pembunuhan yang tidak sah. Karena itu, ia mendorong Komnas HAM dan Komisi III DPR untuk mengusut serta mengawasi peristiwa ini.

 

Sementara Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera membentuk Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) untuk mengungkap apa yang terjadi sebenarnya kasus penembakan enam orang anggota FPI (Front Pembela Islam) oleh polisi saat mengawal Pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab, Senin dini hari (7/12/2020).

 

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mencopot Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan Kabaintelkam Komjen Rycko Amelza, sehubungan terjadinya kasus penembakan tersebut di Tol Cikampek, Jawa Barat.

 

“Sebab antara versi Polri dan versi FPI sangat jauh berbeda penjelasannya. Polri mengatakan, anggotanya ditembak Laskar Khusus FPI yang mengawal Rizieq. Apakah benar bahwa Laskar FPI itu membawa senjata dan menembak polisi? Agar kasus ini terang benderang anggota Polri yang terlibat perlu diamankan terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan,” tulis Neta S Pane, Senin (7/12/2020).

 

Sebab, kata dia, menurut siaran pers FPI, rombongan Rizieq lah yang lebih dulu dihadangan sekelompok orang yang berpakaian sipil, sehingga mereka menduga akan dirampok orang tak dikenal di jalan tol.

 

Dalam kasus Cikampek ini muncul sejumlah pertanyaan, kata Neta. Pertama, jika benar FPI mempunyai laskar khusus yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk “melumpuhkannya”.

 

Kedua, apakah penghadangan terhadap rombongan Rizieq di Km 50 Tol Cikampek arah Karawang Timur itu sudah sesuai SOP, lanjut Neta. Mengingat polisi penghadang mengenakan mobil dan pakaian preman, kata dia.

 

“Ketiga, jika Polri menyebutkan bahwa anggotanya ditembak lebih dulu oleh Laskar Khusus FPI, berapa jumlah tembakan itu dan adakah bukti bukti. Misalnya ada mobil polisi yang terkena tembakan atau proyektil peluru yang tertinggal.”

 

“Keempat, di mana TKP tewas tertembaknya keenam anggota Laskar Khusus FPI itu. Karena menurut rilis FPI, keenam anggotanya itu diculik bersama mobilnya di jalan tol. Kelima, keenam anggota FPI yang tewas ditembak itu bukanlah anggota teroris, sehingga polisi wajib melumpuhkannya terlebih dahulu karena polisi lebih terlatih dan polisi bukan algojo tapi pelindung masyarakat,” kata Ketua Presidium IPW tersebut.

 

Keenam, lanjut Neta S Pane, jalan tol adalah jalan bebas hambatan sehingga siapa pun yang melakukan penghadangan di jalan tol adalah sebuah pelanggaran hukum, kecuali si pengandara nyata-nyata sudah melakukan tindak pidana.

 

“Ketujuh, penghadangan yang dilakukan oleh mobil sipil dan orang-orang berpakaian preman, patut diduga sebagai pelaku kejahatan di jalan tol. Mengingat banyak kasus perampokan yang terjadi di jalanan yang dilakukan orang tak dikenal. Jika polisi melakukan penghadangan seperti ini sama artinya polisi tersebut tidak promoter,” sambung Neta.

 

Dengan tewas tertembaknya keenam anggota FPI itu, kata Neta, yang paling bertanggungjawab dalam kasus tersebut adalah Kapolri Idham Azis. Tidak promoternya Idham Azis dalam mengantisipasi kasus Rizieq sudah terlihat sejak kedatangan pimpinan FPI itu di Bandara Soetta. Menurut Neta, Polri ketika itu tidak mengantisipasi dengan profesional tapi terbiarkan hingga menimbulkan masalah

 

Ditempat terpisah, Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil meminta Presiden Jokowi melalui Kepala Staf Presiden Moeldoko membentuk tim pencari fakta terkair peristiwa bentrok antara polisi dan pendukung Habib Rizieq Shihab di Tol Jakarta-Cikampe pada dini hari tadi.

 

Kejadian itu diketahui sampai menewaskan 6 orang pendukung Rizieq. Karena itu, menurut Nasir, penting bagi pemerintah membentuk tim pencari fakta lantaran saat ini informasi yang beredar masih simpang siur.

 

"Kami harap pak presiden membentuk tim pencari fakta, karena ada kesimpang siuran informasi terkait peristiwa tersebut. Mudah-mudahan dengan tim pencari fakta, kkita dapatkan kebenaran dengan peristiwa tersebut," kata Nasir dalam rapat di Komisi II, Senin (7/12/2020).

 

Namun, Moeldoko belum banyak mengomentari perihal permintaan pembentukan tim pencari fakta. Hanya saja ia berujar bakal menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden Jokowi.

 

"Tentang tim pencari fakta saya belum bisa memberikan komentar. Tapi akan kami sampaikan nanti," kata Moeldoko.

 

Selain soal permintaan tim pencari fakta, Anggota Komisi II Sodik Mujahid juga menanyakan terkait informasi perihal bentrokan tersebut kepada Moeldoko. Namun, Moeldoko belum bisa memastikan detail.

 

"Tentang isu yang baru saja lagi hangat-hangatnya saya belum bisa memberikan informasi yang sesungguhnya pak, karena saya baru membaca di media dan ini perlu dikelola dengan sangat baik dan perlu akurasi yang sangat tinggi. Perlu proses dan saya sudah mengkalkulasi situasinya seperti apa karena kejadian ini cukup sensitif," kata Moe dalam Rapat di DPR RI. (PS/NET)

 


Komentar Anda

Terkini: