Laporan KDRT Telah Dicabut Tapi Tetap Disidik, Kapolrestabes Medan Diprapidkan

/ Senin, 30 Agustus 2021 / 23.06.00 WIB

 


POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN- Joao Pedro Da Silva Bastos mempra pradilkan Kapolrestabes dan Pj. Kasat Reskrim atas penetapan dirinya menjadi tersangka dalam Laporan Polisi No. 2515/X/2020/SPKT Restabes Medan tanggal 09 Oktober 2020

Laporan polisi ini dibuat Sri Wahyuni yang kala itu masih istri pria berusia 47 tahun yang menetap di Jalan Amal Komplek Evergreen Blok H 18 Kel Sunggal, Kec Medan Sunggal atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga. 

Sejatinya, LP No. 2515/X/2020/SPKT Restabes Medan, tanggal 09 Oktober 2020 telah dicabut Sri Wahyuni pada tanggal 21 November 2020 karena antara Joao Pedro Da Silva Bastos dan Sri Wahyuni telah berdamai sesuai surat perdamaian tanggal 21 November 2020

Kuasa hukum Joao Pedro Da Silva Bastos, M. Sa’i Rangkuti, SH MH pada wartawan, Senin (30/8/2021) memaparkan, dalam perdamaian atara klien nya dan Sri Wahyuni bahkan klein nya telah memberikan uang sebesar Rp 55 juta untuk Sri Wahyuni. 

“Dalam perdamaian antara klien kami dan Sri Wahyuni telah disepakati pemberian uang Rp. 55 juta untuk Sri Wahyuni. Hal itu tertuang dalam surat perdamaian yang mereka tandatangani dilanjutkan pencabutan Laporan Polisi,” kata M. Sa’i Rangkuti SH MH didampingi rekannya Rahmad Makmur SH MH, Rizky Fatimantara Pulungan, SH, Muhammad Ilham SH, Imam Munawir Siregar SH, Anggi Puspita Sari Nasution, SH, Adhe Munita Nasution, SH dan Putri Fahmina Nasution, SH dari Law Office M.Sa’i Rangkuti & Associates. 

Setelah perdamaian, Joao Pedro Da Silva Bastos kembali ke rumah nya, namun polisi kembali membuka kasus itu dengan melakukan penyidikan lanjutan hingga dilakukan prapid atas langkah yang dinilai terlapor ini salah. 

Pemohon Praperadilan Joao Pedro Da Silva Bastos melalui kami telah mengajukan ke Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor  42/Pid.Pra/2021/PN. Mdn, tanggal 12 Agustus 2021 dan sidang pertama telah dilakukan pada Jum’at, 27 Agustus 2021lalu,” kata M Sa’i Rangkuti SH MH. 

Sebelum dilakukan langkah hukum pra peradilan ke Kapolrestabes Medan dan jajaran, sebelumnya kuasa hukum Joao Pedro Da Silva Bastos telah menyampaikan permintaan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada Penyidik Unit PPA Satreskrim melalui Kapolrestabes Medan sesuai surat Nomor 09/MSR/IV/2021 tanggal 27 April 2021. 

“Atas perdamaian dan pencabutan laporan dari pelapor pada klien kami, telah diminta kepada penyidik menerbit SP3 atas laporan Sri Wahyuni karena sesuai dalam Pasal 44 Ayat 4 UU 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menjerat klien kami merupakan delik aduan absolut sehingga kalau laporannya telah dicabut maka kasus tersebut batal demi hukum,” kata pengacara kondang ini. 

Dalam surat tersebut, lanjut Ra’i Rangkuti, disebutkan SP3 mengedepankan Restroraktif Justice yang merupakan gagasan Kapolri Jendral Pol Sigit Sulistyo yang menjadi aturan internal penyidik dalam menjalankan proses hukum.

Namun anehnya, lanjut M Ra’i Rangkuti, penyidik beralasan kasus yang disangkan pada Joao Pedro Da Silva Bastos bukan deli aduan karena penyidik PPA Satreskrim Polrestabes Medan menjerat dengan pasal 44 ayat 1 UU No. 23 tahun 2004 dan disebut penyidik, Sri Wahyuni (pelapor) pada tanggal 5 April 2021 mencabut Surat Perdamaian nya dengan Joao Pedro. 

“Atas pencabutan sepihak perdamaian dengan klien kami, telah diajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Medan yang terigister no. 420/Pdt. G/2021/PN. Mdn, Gugatan Wanprestasi Antara Penggugat Joao Pedro Da Silva Bastos Melawan Sri Wahyuni, sebagai Tergugat,” tegas M Ra’i Rangkuti SH MH. 

Dilanjutkannya, sikap penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan juga dinilai tak profesional karena ditengah gugatan pra pradilan dan gugatan perdata wan prestasi malah melakukan penyitaan pada Kamis 26 Agustus 2021 di kediaman klien mereka. 

“Tolong kita menghargai proses hukum di negara hukum kita ini. Proses prapid dan gugatan perdata masih berlangsung kok malah langkah penyitaan dilakukan. Kami tak hadir dalam proses penyitaan di rumah klien kami itu oleh penyidik Unit PPA,” terangnya. 

M Ra’i Rangkuti memprediksi jika proses penyidikan dilakukan dengan mengabaikan proses hukum yang mereka lakukan maka berpontensi terjadinya abuse of power yang dapat merugikan semua pihak. 

“Ada potensi abuse of power jika tak menghormati proses hukum yang dilakukan klien kami. Sama sama lah kita bersabar menunggu proses hukum yang berjalan,” pinta pengacara dikenal penyabar itu.     

Pengacara vokal ini juga menceritakan, adanya permintaan uang senilai 1,8 miliar dari pihak Sri Wahyuni kepada klien nya saat mediasi Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan dengan dalih pemberian uang harta gono gini, padahal klien mereka telah beritikad baik akan membagi dua hasil penjualan rumah jika dibeli pihak ketiga dan juga secara sukarela meminta Sri Wahyuni untuk menjualkan rumah kediaman mereka itu. 

“Dalam mediasi pihak Sri Wahyuni meminta pemberian uang 1,8 miliar dengan alasan harta gono gini, padahal harta mereka berupa rumah akan dibagi 2 hasil penjualannya. Kalau diminta uang kontan selain uang penjualan rumah, klien kami tak memiliki kemampuan,” paparnya. 

Disinggung ada tidaknya potensi pidana dalam permintaan sejumlah uang dari Kliennya tersebut, M.Ra,i Rangkuti tak mau berandai-andai dan mengaku sedang melakukan kajian hukum atas hal itu.

“Kami tak mau berandai-andai. Kajian hukum sedang dilakukan. Jika ada potensi pelanggaran hukum, kami akan berkonsultasi dengan klien kami,” pungkasnya. 

Dalam jabaran prapid Joao Pedro Da Silva Bastos selaku Pemohon Praperadilan melalui kuasa hukumnya menyampaikan Permohonan Praperadilan berdasarkan dengan adanya Penetapan Status Tersangka Pemohon, berdasarkan adanya Laporan Polisi Nomor : LP/2515/X/2020/SPKT Restabes Medan, tanggal 09 Oktober 2020, An. Pelapor : Sri Wahyuni jo Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP-Sidik/2320/X/Res. 1.6/ 2020/Reskrim, tanggal 30 Oktober 2020 jo Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor : SP. Sidik/553/IV/Res. 1.6/2021/Reskrim, tanggal 06 April 2021

Bertalian dengan hal tersebut Pemohon Praperadilan benar telah ditetapkan sebagai Tersangka atas Dugaan Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LP/2515/X/2020/SPKT Restabes Medan, tanggal 09 Oktober 2020. 

Pemohon Praperadilan dengan Iktikad Baik, telah melakukan Perdamaian, apalagi saat itu masih mempunyai Status Suami yang Sah dan saat itu atas Laporan Polisi tersebut telah dibuat ”SURAT PERDAMAIAN” antara Pemohon Praperadilan dengan SRI WAHYUNI tersebut, selanjutNya SRI WAHYUNI selaku Pelapor tepatNya pada tanggal 21 November 2020 juga telah mengajukan ”PERMOHONAN PENCABUTAN PENGADUAN” yang ditujukan kepada Termohon Praperadillan, bahwa dengan adaNya Surat Perdamaian dan Surat Permohonan Pencabutan Pengaduan dari Pelapor SRI WAHYUNI, masing-masing tanggal 21 November 2020

Maka Pemohon Praperadilan juga melalui Kuasa HukumNya mengajukan Permohonan Penghentian Penyidikan yang disampaikan kepada Termohon Praperadilan, sebagaimana Surat Permohonan Penghentian Penyidikan, tanggal 28 April 2021, bahwa bertalian dengan Ketentuan dan LahirNya Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan tetap merujuk kepada Ketentuan Pasal 44 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2004 tersebut, maka Pemohon Praperadilan mempunyai alasan hukum, melalui Perantaraan Surat Permohonan, tanggal 28 April 2021 untuk meminta kepada Termohon Praperadilan agar kiraNya dapat menghentikan Penyidikan tersebut, karena hal tersebut dibenarkan oleh Undang-Undang dan Pasal tersebut merupakan ”Delik Aduan” (klacht delicten). 

Bila merujuk kepada telah adaNya Perdamaian atau Kesepakatan yang dibuat oleh Pemohon Praperadilan dengan Pelapor Sri Wahyuni, maka antara Pemohon Praperadilan dengan Pelapor Sri Wahyuni telah terikat dengan Pasal 1320 KUH Perdata, yang mana merujuk kepada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) B.W., yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”,

Sehingga tidak bisa para pihak membatalkanNya secara sepihak tanpa ada persetujuan Pihak lain, kecuali dengan adaNya Gugatan Perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (incracht van gewijde) yang membatalkan Perdamaian tersebut. “SeyogyaNya Termohon Praperadilan Paham dan Mengerti tentang hal ini, maka kita akan uji  melalui Praperadilan,” kata M Ra’i Rangkuti SH MH. 

Guna mendapatkan keterangan atas pra pradilan ini, poskotasumatera.com, Senin (30/8/2021) malam menghubungi Kapolrestabes Medan Kombes Pol Riko Sunarko melalui ponselnya. 

Namun hingga berita ini ditayangkan, pesan Whats App yang disampaikan tak dibalas meski terdapat 2 centang dilaman WA nya, kontak WA pun tak diangkat dan ponselnya pun tak aktif dihubungi. (PS/RED)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar Anda

Terkini: