Menteri ATR/BPN Terima Laporan Kasus Mafia Tanah Terbesar di Riau, Sumut dan Jambi

/ Selasa, 16 Agustus 2022 / 14.36.00 WIB


POSKOTASUMATERA.COM-JAKARTA-Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Hadi Tjahjanto mengatakan laporan terbanyak terkait mafia tanah yang diterima berasal dari tiga provinsi, yakni Riau, Sumatera Utara, dan Jambi.

Ia menegaskan hingga kini Kementerian ATR masih terus menjalin koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian dalam menangani kasus mafia tanah di Indonesia.

“Sampai sekarang saya terus berkoordinasi dengan bapak Kapolri untuk menyelesaikan mafia tanah karena banyak permasalahan di Indonesia yang dikomandoi oleh mafia tanah,” kata Hadi dalam Diskusi Publik Indonesia Consumer Club, Senin (15/8).

“Laporan (mafia tanah, red) yang terbanyak ada di wilayah Riau, kemudian yang kedua adalah di Sumatera Utara, dan yang ketiga ada di Jambi,” lanjut Hadi.

Dalam kesempatan itu, Hadi juga menjelaskan Kementerian ATR telah melakukan sejumlah upaya dalam menangani kasus mafia tanah. Beberapa di antaranya yakni memperbaiki administrasi pertanahan serta mencegah potensi sengketa dan konflik pertanahan.

Kemudian Hadi juga mengklaim telah mempersempit ruang gerak mafia tanah, termasuk dengan membentuk satuan tugas. Satgas yang bekerja sama dengan Polri dan Kejaksaan RI tersebut dibentuk untuk menangani kejahatan terkait isu pertanahan, baik di tingkat pusat maupun wilayah.

Hadi kemudian berpesan kepada seluruh personel satgas yang bertugas di lapangan untuk tak gentar melawan mafia tanah. Ia mengingatkan pentingnya melawan kasus pertanahan demi memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

“Saya sampaikan kepada satuan tugas yang ada di lapangan, jangan takut, kita harus berani. Kalau kita tidak bergerak maka mafia tanah juga akan senang,” ucap Hadi.

“Tujuan kita adalah menyelamatkan negara, memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan rasa keadilan,” lanjutnya.

Dugaan Kasus Mafia Tanah di Sumut

Salah satu korban dugaan praktik mafia tanah di Sumatera Utara, Marwita (57), melalui kuasa hukumnya, Mahsin SH, mengapresiasi keseriusan Menteri ATR/Kepala BPN Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto memberangus segala bentuk praktik mafia tanah.

Mahsin berharap praktik-praktik mafia tanah khususnya di Sumatera Utara yang cukup menggurita, termasuk khususnya terhadap kasus yang kini dialami Marwita dapat menjadi atensi Kementerian ATR/BPN dan aparat penegak hukum.

“Kasus yang dialami Bu Marwita itu telah kami laporkan langsung ke Kantor Kementerian ATR di Jakarta, juga kepada Presiden. Kami yakin Pak Menteri ATR Hadi Tjahjanto memberi perhatian terhadap kasus tersebut dan memberikan rasa keadilan kepada Bu Marwita,” ujar Mahsin.

Diketahui, Marwita, warga Jalan Pabrik Papan, Lingkungan 15, Kelurahan Pekan Labuhan, Medan Labuhan bersama saudaranya, Jhon Hendri, menjadi korban dugaan praktik mafia tanah.

Tanah seluas 48,23 hektare di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, yang merupakan warisan orangtua mereka, tiba-tiba saja diserobot dan dikuasai oleh pihak lain dengan dengan modus dieksekusi oleh pengadilan tanpa sepengetahuan para ahli waris.

Lalu di atas lahan tersebut dipagar dan dipasang plan bertuliskan ‘PENGUMUMAN’ TANAH INI MILIK SUPONO DKK BERDASARKAN PUTUSAN PK: 94 PK/PDT/2004 BERITA ACARA EKSEKUSI NO:06/EKS/2009/67/PDT.G/2009/PN-LP TANGGAL:22 Oktober 2014. DILARANG MASUK TANPA IZIN KUHP 551″.’

Padahal tanah warisan orangtua mereka, Alm Yusuf dan Almh Maryam, merupakan milik sah mereka berdasarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) No. 117/II/SKPT/SDA/1967, yang dikeluarkan Kepala Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah tanggal 3 Januari 1967.

SKPT tersebut atas nama Maryam bertalian dengan Surat Keterangan Hak Memperusahai Tanah No Daftar: 565/KLD/1961, tanggal 22 Djuni 1961 ditandatangani Assisten Wedana Ketjamatan Labuhan Deli.

Dikatakannya, dasar mereka ialah surat keterangan No. 640/C/III/1964 tanggal 22 Nopember 1964, ditandatangani Kepala Agraria Daerah Deli Serdang dan Kotapraja Tebing Tinggi berdasarkan dokumen diatas terletak dahulu bernama Desa Pematang Johar, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, saat ini menjadi Jalan Pasar 6, Dusun 25, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang – Provinsi Sumatera Utara.

Sementara lokasi sebenarnya lahan yang seharusnya dieksekusi dan lavering pihak pengadilan tersebut berada sekitar 8-10 kilimeter dari lokasi lahan warisan orangtua Marwita.

Bahkan menurut sepengetahuan Marwita, lahan tersebut sudah dilaksanakan eksekusi pada tahun 2010 lalu sesuai putusan PK: 94 PK/PDT/2004 yang dimenangkan oleh 70 penggugat/pemohon eksekusi.

Lalu pihak eksekusi Jurusita PN Lubuk Pakam Oloan Sirait SH, 27 Juli 2010 dan melanjutkan eksekusi pengosongan berdasarkan surat No. 06/Eks/2009/67/Pdt.G/1999 tanggal 6 Januari 2011 telah dilakukan penyerahan atas tanah yang dieksekusi (levering).

Belakangan, tanggal 22 Oktober 2014 Panitera Pengadilan Negeri Lubuk Pakam kembali melakukan eksekusi sesuai Berita Acara Eksekusi No.06/Eks/2009/ 67/PDT.G/2009/PN-LP, namun eksekusi justru dilakukan di lahan milik Marwita.

“Terhadap kasus ini kami juga telah melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk diusut agar mendapat kepastian hukum,” pungkas Mahsin. (PS/CNN/ORBIT)

Komentar Anda

Terkini: