Dominasi Pemilih Muda dan Media Sosial Jelang Pemilu 2024

/ Jumat, 14 Oktober 2022 / 21.37.00 WIB

 


POSKOTASUMATERA.COM-DELISERDANG-Pemilih muda diprediksi akan mendominasi pada gelaran Pemilu 2024. Jumlah mereka diprediksi akan menyentuh angka 60% dari keseluruhan pemilih tetap.

Hal ini tentu menjadi kesempatan dan perhatian bagi peserta pemilu atau partai politik. Tidak hanya berkompetisi untuk merebut perhatian dan suara mereka, namun peserta pemilu juga harus memberikan literasi politik digital yang baik dan sehat.
Sekitar satu dekade terakhir, kita telah menyaksikan bagaimana politik elektoral telah menjadi arena ketika kebenaran dan kebohongan berkelindan, sehingga melahirkan kebingungan, konflik sosial, dan polarisasi di masyarakat.

Pemilu di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia telah menjadi arena politik post truth, karena batas antara kebenaran dan kebohongan menjadi kabur.

Politik tidak lagi mengutamakan wacana rasional melainkan argumentasi bersifat emosional yang berakar pada ketakutan, kekhawatiran, dan kebingungan masyarakat.
Kondisi ini juga didorong oleh kehadiran teknologi komunikasi digital berbasis internet yang memungkinkan sumber informasi tidak lagi terpusat di satu titik saja, melainkan menyebar di mana-mana.

Ruang terbuka siber diyakini oleh politisi sebagai ruang yang efektif untuk melakukan komunikasi politik, kampanye, dan meraih dukungan. Bagi publik, ruang siber digunakan untuk aktualisasi diri dan memberikan dukungan kepada kandidat yang didukungnya.

Pemilih Muda

Pemilih muda pada Pemilu 2024 dikelompokkan menjadi dua generasi. Pertama, generasi milenial yang lahir dalam rentang waktu 1981-1996. Generasi ini disebut juga generasi Y yang sudah mengenal teknologi seperti komputer, video games dan smartphone.

Kedua, generasi Z yang lahir dalam rentang waktu 1997-2012. Generasi Z adalah generasi setelah generasi milenial yang merupakan generasi peralihan generasi milenial dengan teknologi yang semakin berkembang.

Menurut riset dari Data Reportal, jumlah pengguna media sosial (medsos) di Indonesia menyentuh angka 191,4 juta pada Januari 2022. Angka tersebut ini dilaporkan setara dengan 68,9% total populasi di Indonesia.

Riset lain yang dilakukan oleh agensi marketing We Are Social dan Hootsuite mengungkapkan, separuh penduduk di Indonesia sudah aktif menggunakan medsos dengan generasi milenial dan generasi Z mendominasi sebagai pengguna media sosial terbanyak.

Sedangkan dalam hal partisipasi politik, data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menunjukkan jumlah pemilih muda pada Pemilu 2019 sudah mencapai 70–80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Itu artinya 35%–40% pemilih muda sudah mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu.

Kita yakin pemilih muda tidak apatis terhadap politik, namun untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam bidang politik diperlukan cara yang berbeda pula untuk mengikuti zamannya. 

Sedang trend percakapan warganet di media sosial tentang Pemilu 2024 telah berkembang masif saat ini. Ini peluang sekaligus ancaman bagi kualitas pemilu. Perlu kebijakan pengawasan digital yang ketat dan terintegrasi.

Pesatnya penetrasi media sosial berpengaruh banyak terhadap perubahan interaksi sosial masyarakat. Kita dapat melihat bagaimana percakapan yang berkembang di dunia maya memiliki relasi over-connected dengan interaksi sosial di dunia nyata. Bahkan, interaksi sosial yang berkembang di dunia nyata ditentukan oleh akumulasi percakapan di dunia maya.

Indonesia tercatat sebagai negara dengan populasi pengakses internet ketujuh terbesar dunia. Saat ini penetrasi pengguna internet Indonesia mencapai 73,7 persen atau sekitar 196,7 juta pengguna, naik dari 64,8 persen dari tahun 2018.

Adapun porsi terbesar pengguna internet tersebut terserap dalam bentuk media sosial sebesar 92 persen dengan intensitas penggunaan untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi sebesar 90 persen. Artinya, setiap individu di Indonesia kurang lebih memiliki dua aplikasi media sosial di setiap perangkat.

Kelas menengah jelas merupakan segmentasi terbesar dari pengguna internet karena mereka selalu ingin tersambung dengan berbagai macam media sosial.
Kecenderungan yang terjadi dalam Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 adalah media sosial memiliki peranan penting dalam membentuk preferensi politik masyarakat.

Polarisasi dukungan yang terjadi di dunia nyata adalah hasil akumulasi perang siber yang berlangsung di dunia maya. Bahkan, kedua pemilu itu disebut sebagai salah satu momentum keterbelahan publik karena ramainya perang siber di media sosial antar pendukung dengan memanfaatkan berbagai macam isu politik. 

Sumber : Muhammad Roni Al Hadi Koordinator Daerah Komite Pemilih Indonesia (TePI) Deli Serdang.

(PS/HS)
Komentar Anda

Terkini: