POSKOTASUMATERA.COM - MEDAN – Kantor Pertanahan Kabupaten Mandailing Natal menyerahkan laporan akhir kegiatan redistribusi tanah tahun anggaran 2024 kepada Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara. Penyerahan ini menjadi penanda berakhirnya program redistribusi tanah di wilayah tersebut untuk tahun anggaran berjalan.
Acara yang berlangsung di Kantor Pertanahan Kabupaten Mandailing Natal itu dihadiri oleh sejumlah pejabat terkait, termasuk perwakilan dari pemerintah daerah, tokoh masyarakat, serta tim pelaksana redistribusi tanah. Laporan akhir ini memuat berbagai pencapaian, evaluasi, dan rekomendasi terkait pelaksanaan redistribusi tanah di Mandailing Natal sepanjang 2024.
Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Mandailing Natal, menyampaikan bahwa program redistribusi tanah tahun ini berhasil memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang selama ini belum memiliki sertifikat tanah. "Program ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan agraria serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui legalitas kepemilikan tanah. Kami bangga dapat mencapai target yang telah ditetapkan," ujarnya.
Menurutnya, redistribusi tanah di Mandailing Natal tidak hanya memberikan manfaat hukum, tetapi juga ekonomi. Sertifikat yang diterima masyarakat dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti agunan usaha dan peningkatan nilai tanah.
Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara, Hasinuddin SH M.Hum, yang menerima laporan tersebut, memberikan apresiasi atas kinerja tim di Mandailing Natal. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan redistribusi tanah.
“Redistribusi tanah bukan hanya tentang kepemilikan, tetapi juga langkah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi dan memperkuat produktivitas masyarakat. Terima kasih kepada tim BPN Mandailing Natal yang telah menjalankan tugas ini dengan baik,” katanya.
Namun, ia juga mengakui adanya sejumlah tantangan yang dihadapi, seperti kendala administratif, konflik lahan, dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya legalitas tanah. "Tantangan ini harus menjadi evaluasi untuk meningkatkan pelaksanaan program di masa depan," tambahnya. (PS/SAN)