Ketua Panleg Julianti, S.Sos, Legislatif Sebagai Pengontrol Kekuasaan Pemerintah di Kota Lhokseumawe

/ Selasa, 14 Januari 2025 / 09.00.00 WIB
Terlihat sejumlah kaum perempuan yang terpilih sebagai anggota DPRK Lhokseumawe periode 2024-2029 siaga memperjuangkan aspirasi kaum hawa di Kota Lhokseumawe.  FOTO | DAHLAN AMRY 

POSKOTASUMATERA.COM | LHOKSEUMAWE - Ketua Panitia Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Kota Lhokseumawe Julianti  S.Sos menyatakan Legislatif sebagai pengontrol jalannya sistem kekuasaan di Pemerintahan Kota Lhokseumawe. Pada umumnya dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legilsatif, dan karena itu biasa disebut dengan lembaga legilsatif di daerah.


Akan tetapi, sebenarnya fungsi legislatif di daerah, tidaklah sepenuhnya berada di tangan DPRK seperti fungsi DPR-RI dalam hubungannya dengan Presiden sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 hasil Perubahan Pertama.


Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyeburkan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU, dan Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR. Sedangkan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda), baik daerah propinsi maupun kabupaten/kota, tetap berada di tangan Gubernur dan Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRK.


Ketua Panitia Legislasi DPRK Lhokseumawe, Julianti dari Partai Aceh dalam wawancara khusus dengan media ini mengatakan Gubernur dan Bupati/Walikota tetap merupakan pemegang kekuasaan eksekutif dan sekaligus legislatif, meskipun pelaksanaan fungsi legislatif itu harus dilakukan dengan persetujuan DPRK yang merupakan lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintahan di daerah.


Oleh karena itu, sesungguhnya DPRK lebih berfungsi sebagai lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintah daerah daripada sebagai lembaga legislatif dalam arti yang sebenarnya. Namun dalam kenyataan sehari-hari, lembaga DPRK itu biasa disebut sebagai lembaga legislatif, sebut Julianti politisi Partai Aceh yang sudah dua periode menduduki gedung parlemen di Kota Lhokseumawe. 


Menurutnya, memang benar, seperti halnya pengaturan mengenai fungsi DPR-RI menurut ketentuan UUD 1945 sebelum diamandemen, lembaga perwakilan rakyat ini berhak mengajukan usul inisiatif perancangan produk hukum. Menurut ketentuan UUD 1945 yang lama, DPR berhak memajukan usul inisiatif perancangan UU.8


Demikian pula DPRK, berdasarkan ketentuan UU No.22/1999 berhak mengajukan rancangan Peraturan Daerah kepada Gubernur. Namun, hak inisiatif ini sebenarnya tidaklah menyebabkan kedudukan DPRK menjadi pemegang kekuasaan legislatif yang utama. Pemegang kekuasaan utama di bidang ini tetap ada di tangan pemerintah, dalam hal ini Gubernur atau Bupati/Walikota, ujar politisi Partai Aceh.


Menurut Julianti, Fungsi utama DPRK adalah untuk mengontrol jalannya pemerintahan di daerah, sedangkan berkenaan dengan fungsi legislatif, posisi DPRK bukanlah aktor yang dominan.


Pemegang kekuasaan yang dominan di bidang legislatif itu tetap Gubernur atau Bupati/Walikota. Bahkan dalam UU No.22/1999, Gubernur dan Bupati/Walikota diwajibkan mengajukan rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya menjadi Peraturan Daerah dengan persetujuan DPRK.


Artinya, DPRK itu hanya bertindak sebagai lembaga pengendali atau pengontrol yang dapat menyetujui atau bahkan menolak sama sekali ataupun menyetujui dengan perubahan-perubahan tertentu, dan sekali-sekali dapat mengajukan usul inisiatif sendiri mengajukan rancangan Peraturan Daerah.


Dari uraian di atas, sebut Julianti dapat kita mengerti bahwa sebenarnya, lembaga parlemen itu adalah lembaga politik, dan karena itu pertama-tama haruslah dipahami sebagai lembaga politik. Sifatnya sebagai lembaga politik itu tercermin dalam fungsinya untuk mengawasi jalannya pemerintahan.


Sedangkan fungsi legislasi lebih berkaitan dengan sifat-sifat teknis yang banyak membutuhkan prasyarat-prasyarat dan dukungan-dukungan yang teknis pula. Sebagai lembaga politik, prasyarat pokok untuk menjadi anggota parlemen itu adalah kepercayaan rakyat.


Bukan prasyarat keahlian yang lebih bersifat teknis dari pada politis. Meskipun seseorang bergelar Prof. Dr. jika yang bersangkutan tidak dipercaya oleh rakyat, ia tidak bisa menjadi anggota parlemen. Tetapi, sebaliknya, meskipun seseorang tidak tamat sekolah dasar, tetapi ia mendapat kepercayaan dari rakyat, maka yang bersangkutan paling ‘legitimate’ untuk menjadi anggota parlemen.


Sesuai fungsinya sebagai lembaga pengawasan politik yang kedudukannya sederajat dengan pemerintah setempat, maka DPRK Lhokseumawe diberi hak untuk melakukan amandemen dan apabila perlu menolak sama sekali rancangan yang diajukan oleh pemerintah kota Lhokseumawe yaitu Walikota. 


Bahkan DPRK juga diberi hak untuk mengambil inisiatif sendiri guna merancang dan mengajukan rancangan sendiri kepada pemerintah yaitu Gubenur atau Bupati/Walikota, demikian ulasan dari sang legislator perempuan dari Gampong Meunasah Blang Kandang Kecamatan Muara Dua. (ADV)

Komentar Anda

Terkini: