![]() |
SUDIRMAN AMIN | WAKIL KETUA I DPRK LHOKSEUMAWE |
POSKOTASUMATERA.COM| LHOKSEUMAWE -- Wakil Ketua I DPRK Lhokseumawe Sudirman Amin meminta Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk mampu mewujudkan generasi cerdas, berbudaya dan bermartabat. Ini sangat urgensi harus dilakukan mengingat banyak kasus kasus yang diperankan oleh remaja saat ini jauh dari nilai-nilai Syariat Islam.
Disamping itu, juga pentingnya menjaga dan mengamalkan empat pilar kearifan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat kota Lhokseumawe, yang mampu mewujudkan generasi cerdas, berbudaya, dan bermartabat, ungkap Sudirman Amin, legislator senior dari Fraksi Nasdem.
Menurutnya, Islam adalah dasar yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh. Nilai-nilai tauhid, fikih, dan tasawuf menjadi warisan penting yang diajarkan melalui pendidikan formal dan informal.
Masyarakat Aceh juga dikenal dengan sifat dermawan. Hal ini tercermin dalam budaya "meuripe" atau pengumpulan donasi yang merupakan wujud solidaritas sosial. Tradisi ini terus dijaga sebagai bagian dari kebersamaan dan rasa cinta kepada sesama.
Budaya gotong royong atau "meuseuraya" hadir dalam berbagai aktivitas sosial dan ekonomi, seperti di bidang pertanian dan pembangunan. Nilai tolong-menolong memperkuat persatuan dan kebersamaan di tengah masyarakat kota Lhokseumawe.
Selain itu, rasa malu adalah bagian penting dari iman. Budaya malu melindungi masyarakat dari perilaku tidak pantas, menjaga kehormatan diri, keluarga, dan martabat bangsa. Ini adalah ciri khas masyarakat Aceh yang beradab dan beragama.
Keempat pilar ini berperan dalam menjaga harmoni dan kemajuan masyarakat di Kota Lhokseumawe yang berlandaskan nilai-nilai agama dan kearifan lokal.
Sudirman Amin mengajak seluruh masyarakat kota Lhokseumawe untuk terus mempertahankan warisan leluhur tersebut demi mewujudkan generasi cerdas, berbudaya, dan bermartabat di Kota Petro Dolar ini.
Sambungnya, Esensi pendidikan adalah mengubah kegelapan menjadi sebuah cahaya. Pendidikan tak berarti pergi ke kampus dan mendapatkan gelar, namun harus membangun karakter dan menyerap ilmu kehidupan. Cerdas saja tidak cukup, tetapi harus memiliki karakter."
HAKEKAT pendidikan adalah menuntun dan membangun kemampuan jiwa, akal dan kemauan, menggunakan prinsip-prinsip umum atau nilai yang mencakup baik dan benar, fokus pada guru dan anak agar aktif dalam upaya mewujudkan generasi baru yang pantas di setiap zaman.
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses pembelajaran untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik dengan interaksi yang menghasilkan pengalaman belajar.
Salah satu ciri anak memiliki kecerdasan di atas rata-rata adalah kemampuannya bisa menulis dan membaca lebih awal, bahkan sebelum ia menempuh pendidikan formal di sekolah.
Ketika ia sudah bersekolah, anak cerdas cenderung menyukai buku-buku yang satu tahap di atas buku bacaan untuk anak seusianya. Alasannya, karena memiliki keinginan untuk belajar banyak hal, termasuk hal-hal kompleks.
Mereka tertarik pada hal-hal detail. Mereka cenderung melihat sesuatu secara mendetail dan memperhatikan apa yang sering terlewatkan oleh orang lain.
Dengan sifatnya itu, anak yang cerdas biasanya akan tertarik untuk mempelajari cara kerja suatu alat secara spesifik dan detail.Kecerdasan seorang anak tidak hanya dikendalikan satu gen kecerdasan, melainkan hasil interaksi antara banyak gen.
Faktor genetik dipengaruhi faktor lingkungan yang turut menentukan bagaimana gen kecerdasan yang dimiliki seorang anak, diekspresikan. Sehingga suatu saat nanti mereka akan menjadi generasi yang membanggakan kota Lhokseumawe yaitu generasi cerdas dan bermartabat, terang Wakil Parlemen ini, mengakhirinya. (ADV)