POSKOTASUMATERA.COM – TAPSEL–Kabar gembira bagi para pencinta pancing atau pancing mania! Pemerintah Kelurahan Sayur Matinggi bersama Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bendung Batang Angkola akan kembali membuka kegiatan Lubuk Larangan, sebuah tradisi lokal yang sarat nilai konservasi dan kebersamaan masyarakat. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 2 November 2025 mulai pukul 09.00 WIB, dengan lokasi utama di Bendung Batang Angkola, Kelurahan Sayur Matinggi, Kecamatan Sayur Matinggi.
Kegiatan ini bukan sekadar ajang memancing, tetapi juga menjadi momentum edukatif bagi masyarakat untuk memahami pentingnya menjaga kelestarian sungai dan sumber daya ikan. Sistem Lubuk Larangan telah lama dikenal sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat Sumatera, di mana sebagian aliran sungai “dilarang” diambil ikannya selama periode tertentu agar populasi ikan dapat berkembang biak secara alami. Dengan dibukanya Lubuk Larangan ini, masyarakat berkesempatan menikmati hasil alam secara bersama-sama dalam suasana penuh keakraban dan tanggung jawab lingkungan.
Ketua Panitia, Sukardi Pulungan, menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara teratur dan penuh disiplin. “Kami ingin agar tradisi Lubuk Larangan tidak hanya menjadi hiburan tahunan, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran ekologis dan sosial bagi masyarakat. Karena itu, kami menetapkan sejumlah ketentuan yang wajib dipatuhi seluruh peserta,” ujarnya. Ia menambahkan, setiap peserta akan dikenakan biaya pendaftaran sebesar Rp 100.000 per joran pancing, dan seluruh hasil kegiatan akan digunakan untuk mendukung kegiatan pelestarian lingkungan di wilayah tersebut.
Panitia juga menegaskan sejumlah aturan ketat demi menjaga nilai luhur kegiatan ini. Peserta dilarang memancing sebelum aba-aba resmi, serta tidak diperbolehkan menggunakan bahan berbahaya seperti tuba, racun ikan, alat tembak, maupun alat destruktif lainnya. Jika ditemukan pelanggaran, panitia akan memberikan sanksi tegas berupa denda sebesar Rp 3.000.000, sebagai bentuk komitmen menjaga keberlanjutan sumber daya ikan di perairan Batang Angkola.
Selain itu, setiap peserta hanya diperkenankan menggunakan satu joran pancing saja. Panitia menegaskan, jika kedapatan melanggar ketentuan tersebut, peserta akan dikenakan denda Rp 1.000.000. Adapun jenis ikan yang dapat dipancing antara lain ikan mas, tawes, jurung, nila, dan baung—semuanya merupakan spesies yang berkembang alami di sungai tersebut. Menariknya, panitia juga menyiapkan hadiah khusus bagi peserta yang berhasil mendapatkan ikan terbesar, sebagai bentuk apresiasi dan penyemangat bagi seluruh peserta.
Menurut Lurah Sayur Matinggi, Adhanan Efendi Jambak, SKM, tradisi Lubuk Larangan ini memiliki makna sosial dan ekologis yang dalam. “Kegiatan ini bukan hanya seremonial. Lubuk Larangan adalah bentuk nyata gotong royong masyarakat dalam menjaga keseimbangan alam. Dengan membatasi waktu pemanenan, kita memberi kesempatan bagi ikan untuk berkembang, sehingga sungai tetap menjadi sumber kehidupan bagi generasi mendatang,” ungkapnya.
Ia menambahkan, “Lubuk Larangan adalah wujud nyata dari kearifan lokal yang berpihak pada kelestarian alam. Dengan tradisi ini, masyarakat belajar bagaimana mengelola sumber daya ikan secara bijak tanpa merusak keseimbangan ekosistem sungai.”
“Kami sangat bersyukur masyarakat masih menjaga tradisi Lubuk Larangan dengan penuh semangat dan kesadaran. Ini bukan sekadar ajang memancing, tetapi momentum mempererat silaturahmi dan menanamkan tanggung jawab ekologis,” lanjut Lurah Adhanan Efendi Jambak.
“Kami dari pemerintah kelurahan terus mendukung Pokmaswas Bendung Batang Angkola dalam menjaga keberlanjutan tradisi ini. Semoga kegiatan ini menjadi contoh bagi daerah lain bahwa kearifan lokal bisa menjadi solusi nyata dalam pelestarian lingkungan,” tutupnya.
Sementara itu, Camat Sayur Matinggi, Enri Cofermi Batubara, S.Pd., M.Pd, menilai kegiatan seperti ini sangat efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan perairan. Ia berharap kegiatan Lubuk Larangan dapat menjadi agenda tahunan yang didukung penuh oleh seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah. “Pokmaswas memiliki peran penting dalam pengawasan dan edukasi lingkungan. Dengan dukungan semua pihak, kita bisa menjadikan Batang Angkola sebagai contoh pengelolaan sungai berbasis masyarakat yang berkelanjutan,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, semangat kebersamaan dan cinta lingkungan kembali dihidupkan di tengah masyarakat Sayur Matinggi. Lubuk Larangan bukan sekadar tradisi, tetapi simbol harmoni antara manusia dan alam. Dengan partisipasi aktif masyarakat, kegiatan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam menjaga kelestarian sumber daya air serta memperkuat budaya lokal yang sarat nilai ilmiah, sosial, dan ekologis.(PS/BERMAWI)
.jpg)