Ketua DPRK Lhokseumawe Murhaban kupas Hubungan Legislatif dengan Eksekutif

/ Rabu, 10 Januari 2024 / 09.42.00 WIB

Ketua DPRK Lhokseumawe Murhaban (kiri) Asisten Maxsalmina, dan Muzakir Manaf saat menghadiri acara pelantikan Penjabat Walikota Lhokseumawe A. Hanan di Banda Aceh. FOTO | DAHLAN AMRY 

POSKOTASUMATERA.COM | LHOKSEUMAWE - Kepala daerah dalam kedudukannya sebagai kepala eksekutif, selain menguasai APBD juga dilengkapi perangkat yang cukup memadai, baik berupa biro (di provinsi), dinas-dinas daerah (di Kota/kabupaten) maupun lembaga teknis yang kesemuanya merupakan unsur pelaksana.

Karena tugasnya yang bersifat administratif dan rutin, maka para unsur pelaksana ini pada umumnya memiliki skill dan wawasan yang memadai di bidangnya masing-masing. Persoalan muncul ketika DPRK sebagai lembaga politik menghadapi para birokrat daerah ini, karena masih ada anggota DPRK yang kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai, selain itu seringkali kurang diback up data atau informasi yang akurat.


Demikian dikatakan oleh Murhaban Ketua DPRK Lhokseumawe dari Partai Aceh  kepada media ini diruang kerjanya usai sidang Paripurna Pengesahan Qanun RTRW belum lama ini.


Menurut Murhaban, berdasarkan penelitian beberapa lembaga, antara lain LIPI dan LAN, dalam era reformasi ini, pada umumnya pelaksanaan fungsi DPRD Kabupaten/Kota masih mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut :


Fungsi legislasi : (1) sebagian besar inisiatif Peraturan Daerah (Perda) datang dari Eksekutif; (2) kualitas Perda masih belum optimal, karena kurang mempertimbangkan dampak ekonomis, sosial dan politis secara mendalam; (3) kurangnya pemahaman terhadap permasalahan daerah.


Fungsi anggaran : (1) belum memahami sepenuhnya sistem anggaran kinerja; (2) belum cukup menggali aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif; (3) kurangnya pemahaman terhadap potensi daerah untuk pengembangan ekonomi lokal.


Fungsi pengawasan : (1) belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif, karena Daerah belum sepenuhnya menerapkan anggaran kinerja dengan indikator keberhasilan yang jelas; (2) hal tersebut mengakibatkan penilaian yang subjektif; (3) terkadang pengawasan berlebihan dan/atau KKN dengan Eksekutif, terang Murhaban.


Agar dapat mengimbangi gerak langkah kepala daerah dan unsur pelaksananya, terutama untuk memberikan kinerja yang lebih baik dalam mengembangkan pola hubungan kemitraan ini maka anggota dewan sebagai legislator harus lebih memperkuat fungsinya.


Harapannya secara strategis akan terjalin komunikasi politik yang tidak hanya tergantung pada isu maupun insting politik semata tetapi juga terbangun komunikasi model rasional yang mengedepankan pendekatan kognitif berbasis data. Hal tersebut bisa dibangun melalui cara sebagai berikut;


Meningkatkan kemampuan legal drafting,

Fungsi legislasi dijalankan DPRD dalam bentuk pembuatan kebijakan bersama-sama dengan kepala daerah, apakah itu dalam bentuk peraturan daerah atau rencana strategis lainnya.


Sebagai unsur pemerintahan daerah, DPRD tidak hanya membuat peraturan daerah bersama-sama dengan eksekutif akan tetapi juga mengawasi pelaksanaannya. Untuk menjaga adanya kemitraan yang seimbang, maka anggota dewan perlu memahami dan menguasai kemampuan legal drafting.


Hal ini penting karena pada umumnya di pihak eksekutif kemampuan seperti ini telah terorganisasi dan terbina dengan baik dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dari waktu ke waktu.


Menyiapkan backing staff dan penguasaan public finance, Fungsi budgeting merupakan fungsi DPRD yang berkaitan dengan penetapan dan pengawasan penggunaan keuangan daerah. Dalam pelaksanaan fungsi ini, DPRD perlu memikirkan adanya backing staff (staf ahli) dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan public finance.


Backing staff ini memiliki arti penting sebagai penyuplai informasi yang akurat yang sangat dibutuhkan anggota dewan dalam merumuskan kebijakan bersama-sama kepala daerah, sedangkan pemahaman public finance perlu terus dikembangkan mengikuti penerapan sistem keuangan pemerintah yang terus berubah.


Fungsi budgeting ini merupakan fungsi yang sensitif dan disinilah biasanya sumber terjadinya perkeliruan dan penyalahgunaan keuangan daerah yang melibatkan kedua unsur pemerintahan daerah tersebut. Kinerja DPRD sangat diharapkan disini dan bersifat strategis karena memiliki hubungan yang signifikan dengan usaha menciptakan clean governance.


Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik pengawasan, Pengawasan yang dilakukan DPRD adalah pengawasan politik bukan pengawasan teknis. Untuk itu DPRD dilengkapi dengan beberapa hak, antara lain hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.


Dengan hak interpelasi maka DPRD dapat meminta keterangan dari kepala daerah tentang kebijakan yang meresahkan dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Hak angket dilakukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu dari kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


Sedangkan hak menyatakan pendapat fungsinya berbeda dengan mosi tidak percaya, karena tidak dapat menjatuhkan kepala daerah, tetapi hanya berupa pengusulan pemberhentian kepala daerah kepada presiden. Bisa jadi kepala daerah yang bermasalah di tingkat lokal, akan tetapi karena kemampuannya melobi pemerintah di jakarta, yang bersangkutan dapat terus bertahan. Dalam hal seperti ini maka nampak sistem sentralistis kembali berperan.


Fungsi pengawasan DPRD perlu terus dikembangkan baik model maupun tekniknya, karena dengan keberhasilan fungsi ini akan memberikan kredibilitas yang tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula apakah pengawasan akan masuk pada soal-soal administratif.


Seperti mengawasi projek-projek pembangunan atau pengawasan terhadap daftar anggaran satuan kerja (DASK) yang merupakan kompetensi Bawasda, atau paling tidak DPRD memiliki akses kepada hasil pengawasan Bawasda, tetapi hal inipun harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat Bawasda selama ini merupakan bagian dari Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang user-nya adalah kepala daerah.


Sekiranya upaya-upaya penguatan fungsi legislatif tersebut dapat dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram, dapat diharapkan adanya peningkatan performance DPRD. Kedepan hal ini merupakan tuntutan mengingat Undang-undang No. 32 tahun 2004 menempatkan DPRD dan kepala daerah sebagai dua unsur pemerintahan daerah yang memiliki hubungan kemitraan yang menuntut adanya kesejajaran dalam kualitas kerja, demikian clossing statemen Murhaban. (PS/DAMRY)

Komentar Anda

Terkini: