Kadinkes Safwaliza; Pentingnya Sistem TRIASE IGD pada Puskesmas di Kota Lhokseumawe

/ Sabtu, 17 Februari 2024 / 14.42.00 WIB
Triase di Puskesmas Mon Geudong Lhokseumawe 

POSKOTASUMATERA.COM | LHOKSEUMAWE - Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe menekankan kepada semua Puskesmas menerapkan pola Triase IGD untuk menentukan pasien mana yang akan mendapat penanganan lebih dulu di ruang Instalasi Gawat Darurat yang dilarikan ke Puskesmas maupun Rumah Sakit. 

Mengingat sangat penting Triase dalam menangani pasien, maka perlu kami sampaikan prosedur pelayanan di ruang tindakan gawat darurat (RTGD) harus menggunakan sistem "TRIASE " bukan sistem antrian, dimana pasien dilayani berdasarkan tingkat kegawatan dan kedaruratan," ujar Safwaliza Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe kepada Poskota baru baru ini di Lhokseumawe.


Menurutnya, semua Puskesmas di kota Lhokseumawe telah menggunakan metode triase ini seperti Puskesmas Banda Sakti, Pukesmas Mon Geudong, Pukesmas Muara Dua, Pukesmas Muara Satu, dan Pukesmas Blang Mangat Triase ini dibagi menjadi beberapa kategori yang dibedakan oleh warna dan disesuaikan dengan kondisi kegawatdaruratan pasien.


Dijelaskan Safwaliza, pernah melihat garis berwarna di lantai IGD rumah sakit ataupun di Puskesmas? Pernahkah terpikirkan apa kegunaan dari warna-warna tersebut. Garis-garis tersebut dinamakan triase yang didefinisikan sebagai suatu cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan tingkat kegawatan. 


Tujuan dari triase ini adalah untuk mempercepat pemberian pertolongan terutama pada para korban yang dalam kondisi kritis atau emergensi sehingga nyawa korban dapat diselamatkan.

Triase (triage) adalah sistem untuk menentukan pasien yang diutamakan memperoleh penanganan medis terlebih dulu di instalasi gawat darurat (IGD) berdasarkan tingkat keparahan kondisinya. 


Pasien yang mengalami cedera kepala, tidak sadarkan diri, dan dalam kondisi kritis yang mengancam nyawa tentunya perlu diprioritaskan dari pasien lain dengan cedera ringan. Sistem triase gawat darurat (gadar) pertama kali diterapkan untuk menangani korban perang di basis militer, terang Safwaliza.


Triase (triage) gawat darurat (gadar) awalnya membagi pasien ke dalam 3 kategori lengkap, yaitu immediate, urgent, dan non-urgent. Hingga sekarang, sistem triase berguna untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan IGD di Puskesmas dan di rumah sakit saat kebanjiran pasien. 


Contohnya adalah situasi bencana alam atau pandemi yang menyebabkan jumlah tenaga kesehatan tidak sebanding dengan jumlah pasien saat itu. Dalam kondisi pasien yang membludak, sistem triase IGD dapat membantu menyeleksi pasien yang memerlukan pertolongan pertama secara medis sesegera mungkin, ungkap Kadis Kesehatan kota Lhokseumawe.


Lebih jauh Safwaliza menjelaskan, untuk mengetahui pasien yang lebih dipioritaskan, tenaga medis akan melakukan klasifikasi gawat darurat setiap pasien sesuai dengan kondisinya.


Jenis Triase Igd

Kategori pasien dalam triase IGD masuk IGD Dalam mengategorikan pasien yang masuk ruang gawat darurat, tenaga medis membedakan pasien berdasarkan kode warna, mulai dari merah, kuning, hijau dan hitam.

Merah

Warna merah dalam triase IGD menunjukkan pasien prioritas pertama yang berada dalam kondisi kritis (mengancam nyawa) sehingga memerlukan pertolongan medis sesegera mungkin. Jika tidak diberikan penanganan dengan cepat, kemungkinan besar pasien akan meninggal. 


Contoh dalam hal ini adalah pasien yang kesulitan bernapas, terkena serangan jantung, menderita trauma kepala serius akibat kecelakaan lalu lintas, dan mengalami perdarahan luar yang besar.

Kuning

Warna kuning menandakan pasien pioritas kedua yang memerlukan perawatan segera, tetapi penanganan medis masih dapat ditunda beberapa saat karena pasien dalam kondisi stabil. Meski kondisinya tidak kritis, pasien dengan kode warna kuning masih memerlukan penanganan medis yang cepat. 


Pasalnya, kondisi pasien tetap bisa memburuk dengan cepat dan berisiko menimbulkan kecacatan atau kerusakan organ. Pasien yang termasuk kategori kode warna kuning contohnya adalah pasien dengan patah tulang di beberapa tempat akibat jatuh dari ketinggian, luka bakar derajat tinggi, dan trauma kepala ringan.


3. Hijau

Warna hijau menunjukkan pasien prioritas ketiga yang memerlukan perawatan di rumah sakit, tetapi masih dapat ditunda lebih lama (maksimal 30 menit). Ketika tenaga medis telah menangani pasien lain yang kondisinya lebih darurat (kategori warna merah dan kuning), maka mereka akan langsung melakukan pertolongan pada pasien pioritas ketiga. 


Pasien yang cedera tetapi masih sadar dan bisa berjalan biasanya termasuk dalam kategori triase gawat darurat ini. Contoh lain dalam kategori adalah pasien dengan patah tulang ringan, luka bakar derajat rendah, atau luka ringan.


4. Hitam

Kode warna hitam menandakan pasien berada dalam kondisi yang sangat kritis, tetapi sulit untuk diselamatkan nyawanya. Sekalipun segera ditangani, pasien tetap akan meninggal. Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami cedera parah yang bisa menyulitkan pernapasan atau kehilangan banyak darah akibat luka tembak.


Tata Cara Dan Prosedur Triase Gawat Darurat

Saat tiba di IGD, petugas di Puskesmas atau dokter akan langsung memeriksa kondisi pasien secara cepat. Pemeriksaan akan mengutamakan pengecekan tanda-tanda vital seperti pernapasan, denyut nadi, dan tekanan darah. 


Dokter juga akan memeriksa seberapa parah luka atau cedera yang terlihat. Setelah melakukan pemeriksaan cepat, dokter dan perawat akan menentukan status triase berdasarkan warna yang sesuai dengan kondisi pasien. 


Prioritas penanganan akan diutamakan untuk pasien dengan triase merah jika tenaga medis yang tersedia terbatas. Namun, setiap pasien bisa langsung mendapatkan perawatan luka atau gejala lain yang sesuai jika jumlah tenaga medis cukup untuk menangani pasien. 


Meskipun begitu, menurut penjelasan dalam buku Emergency Department Triage, status triase gawat darurat dapat berubah. Artinya, tenaga medis menilai kondisi pasien secara berulang selama berada di IGD ataupun ketika diberikan perawatan. 

Jika pasien yang berstatus triase merah telah mendapat penanganan, melalui bantuan pernapasan misalnya, dan kondisinya sudah lebih stabil, status triase pasien bisa berubah menjadi kuning. Sebaliknya, bila pasien berstatus triase kuning yang kondisinya bertambah parah, statusnya bisa berubah menjadi triase merah. 


Oleh karena itu, sistem triase IGD yang baik harus melakukan pemantauan kondisi secara berkala pada setiap pasien dan memberikan penanganan yang tepat sesuai perubahan kondisinya, ujar Safwaliza.


Sementara itu, Triase ESI didasarkan kondisi klinis kesehatan pasien dan jumlah sumber daya kesehatan (baik pemeriksaan penunjang atau tindakan medis) yang dibutuhkan. Dalam skala ESI, pasien diklasifikasikan dan diprioritaskan berdasarkan tingkat keparahan penyakit mereka dengan memperkirakan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk perawatannya.


Sistem triase ini berbeda dari algoritma triase standar yang digunakan di beberapa negara lain, seperti Skala Triase Australasia, yang hanya membagi pasien berdasarkan seberapa lama waktu yang aman untuk menunggu penanganan. Sebaliknya, waktu yang dibutuhkan hingga penanganan tidak diatur pada sistem Emergency Severity Indeks dan dikembalikan ke masing-masing institusi untuk menentukan waktu tersebut.


Penilaian tanda vital penting untuk identifikasi pasien dengan prognosis yang lebih buruk yang membutuhkan perhatian segera. Masing-masing level ESI ini dapat dilihat pada daftar di bawah ini:


Resusitasi, yaitu pasien membutuhkan tindakan penyelamatan nyawa segera tanpa penundaan. Contohnya adalah pasien dengan perdarahan masif atau henti jantung


Emergensi, yaitu pasien yang memiliki faktor risiko tinggi mengalami kecacatan atau kematian, memiliki tanda-tanda kritis suatu penyakit. Contohnya seperti pasien dengan nyeri dada atau serangan asma.


Urgensi, yaitu pasien dalam keadaan stabil, namun perlu berbagai pemeriksaan lebih lanjut untuk penanganannya seperti pemeriksaan laboratorium atau X-ray. Contohnya seperti pasien dengan nyeri perut, batuk dengan demam.


Kurang urgensi, yaitu pasien stabil yang membutuhkan satu jenis pemeriksaan/tindakan, seperti hanya pemeriksaan laboratorium saja, X-ray saja, atau hanya perlu jahitan saja. Contohnya pasien dengan luka tunggal yang memerlukan penjahitan kulit


Tidak urgensi, yaitu pasien stabil yang tidak memerlukan pemeriksaan penunjang. Hanya memerlukan obat oral atau oles saja. Contohnya seperti gatal-gatal di kulit, ruam atau kemerahan pada kulit. (ADV)




Komentar Anda

Terkini: