Dinkes Kota Lhokseumawe Kupas Tiga Penyakit Kronis Pada Anak

/ Minggu, 10 Maret 2024 / 07.06.00 WIB

Ilustrasi Gejala Penyakit Diabetes Mellitus pada Anak 

POSKOTASUMATERA.COM --- Masa anak-anak adalah masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu terjadi dengan sangat cepat, baik dalam aspek fisik, emosi, kognitif, dan sosial. Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan maupun faktor biologis. 

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak di antaranya keluarga, masyarakat sekitar, dan lingkungan pendidikan dan pergaulan. Sedangkan faktor biologis yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah kesehatan, nutrisi, serta genetik (keturunan). 

Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dan nantinya akan berpengaruh pada kualitas hidup anak, demikian diutarakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Safwaliza.

Seiring dengan perkembangan jaman, seringkali kita menemukan adanya anak yang menderita penyakit kronis yang tadinya hanya ditemukan pada orang dewasa, seperti misalnya penyakit diabetes mellitus, penyakit hipertensi, dan penyakit jantung non-kongenital. 

Adanya penyakit kronis pada anak, tidak hanya mempengaruhi kesehatannya, tetapi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, dapat terjadi penurunan kualitas hidup pada anak, terang Kadinkes Lhokseumawe Safwaliza.

Untuk mewaspadai penyakit kronis pada anak di kota Lhokseumawe, Dinkes Lhokseumawe akan mengupas atau lakukan promosi terkait pembahasan 3 penyakit kronis yang dapat terjadi pada anak dewasa ini, diantaranya adalah 

I. Diabetes Mellitus, Berdasarkan World Diabetes Foundation, seorang anak dapat dikatakan menderita penyakit diabetes mellitus jika mengalami 3 gejala klinis utama sebagai berikut:

Polifagi (peningkatan frekuensi makan karena rasa lapar yang berlebihan dan berulang)

Polidipsi (peningkatan frekuensi minum karena rasa haus yang berlebihan dan berulang)

Poliuri (peningkatan frekuensi berkemih, terutama pada malam hari), sebut Safwaliza.

Selain 3 gejala klinis utama di atas, dapat juga terjadi gejala-gejala lainnya seperti luka yang sulit sembuh, badan terasa lemas dan cepat lelah, kesemutan, dan pandangan kabur. Gejala-gejala klinis di atas tentunya didukung dengan adanya hasil pemeriksaan medis penunjang dari laboratorium, seperti pemeriksaan gula darah dan analisa urine.

Lanjut Safwaliza, seperti pada dewasa, diabetes pada anak juga dapat dikelompokan menjadi 2 tipe, yaitu Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

a. Diabetes Mellitus Tipe 1 (DM Tipe 1) atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus

Seorang anak dikatakan menderita DM Tipe 1, jika tubuhnya memiliki ketergantungan terhadap pasokan insulin dari luar sepenuhnya karena sel-sel pankreasnya tidak mampu memproduksi hormon insulin. 

DM tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik dan juga faktor pencetus lainnya.

Anak dengan DM Tipe 1akan memerlukan pengobatan dengan injeksi insulin seumur hidupnya. Insulin tersebut diberikan untuk mengatasi komplikasi akut, mencegah kematian dini, mengurangi risiko terjadinya komplikasi kronis, dan mendukung aktivitas keseharian anak.

b. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus

DM Tipe 2 terjadi jika pasokan insulin di pankreas tidak mencukupi sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pengiriman glukosa ke seluruh sel tubuh, namun penderitanya tidak tergantung sepenuhnya pada pasokan insulin dari luar. Sekitar 90%  kasus diabetes adalah DM Tipe 2.

Selama ini, banyak yang menganggap DM Tipe 2 hanya diderita oleh mereka yang berusia dewas, padahal DM Tipe 2 dapat juga terjadi pada usia anak-anak dan remaja. Gaya hidup yang tidak sehat dan kegemukan menjadi faktor utama penyebab terjadinya DM Tipe 2.

Diabetes pada anak dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi dapat terjadi baik karena penyakit diabetes itu sendiri, maupun akibat pengobatan dari penyakit diabetes. Umumnya, komplikasi dari penyakit diabetes akan terjadi pada jantung, otak, mata, ginjal, dan saraf. 

Jika seseorang menderita penyakit diabetes pada usia anak-anak dan tidak mendapatkan terapi yang adekuat, maka ada kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit kronis pada dirinya saat dia berusia remaja atau dewasa, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kebutaan, dan lain sebagainya.

II. Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi cukup umum terjadi pada anak dan remaja. Anak yang menderita hipertensi, dapat mengalami gangguan kesehatan untuk jangka panjang. Hipertensi pada anak, selain diakibatkan oleh faktor genetic, juga dapat dikaitkan dengan faktor usia, jenis kelamin, dan etnis. 

Penegakkan diagnosis hipertensi pada anak ditegakkan setelah dilakukan pengukuran tekanan darah sebanyak 3 kali atau lebih.

Berbeda dengan orang dewasa, diagnosis hipertensi pada anak ditegakkan bila tekanan darah sistolik dan/atau diastolic seorang anak lebih tinggi dari presentil ke-95 dari tabel tekanan darah berdasarkan golongan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan anak. 

Sedangkan jika tekanan darah anak berada antara presentil ke-90 dan presentil ke-95, maka anak tersebut digolongkan sebagai kondisi prahipertensi.

Seperti pada kondisi hipertensi dewasa, kondisi hipertensi pada anak dapat digolongkan menjadi hipertensi primer/esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan kondisi hipertensi yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan tidak disebabkan karena adanya penyakit lain. 

Walaupun biasanya sulit mengidentifikasi penyebab terjadinya hipertensi primer, namun beberapa faktor seperti berat badan, keturunan, pola hidup, dan respon metabolic diperkirakan merupakan faktor-faktor pencetus terjadinya hipertensi primer. Sedangkan pada hipertensi sekunder, biasanya disebabkan oleh penyakit lain yang mendasarinya, seperti misalnya penyakit ginjal.

Penatalaksanaan hipertensi pada anak dapat berupa terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Kedua jenis terapi tersebut bertujuan untuk menurunkan tekanan darah anak hingga di bawa presentil ke-95 untuk anak dengan kondisi hipertensi tanpa komplikasi dan di bawah presentil ke-90 untuk anak dengan kondisi hipertensi dengan komplikasi. 

Pemberian terapi hipertensi pada anak dilakukan dengan pertimbangan usia anak, tingkatan hipertensi, dan respon tubuh anak terhadap terapi. Terapi non-farmakologis adalah terapi yang melibatkan modifikasi gaya hidup, seperti mengkonsumsi makanan dengan gizi sehat dan seimbang, melakukan aktifitas olahraga, serta diet rendah lemak dan garam.

Terapi farmakologis adalah terapi yang menggunakan obat seperti Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor, Loop Diuretics, Calcium Chanel Blockers, dan lain sebagainya.

III. Penyakit Jantung Non-Kongenital (Non-Bawaan). Penyakit jantung saat ini tidak hanya umum ditemukan pada orang dewasa saja, tetapi sudah mulai banyak ditemukan pada usia anak-anak. Walaupun sebagian besar penyakit jantung pada anak adalah penyakit jantung congenital (bawaan), tetapi tetap juga didapatkan penyakit jantung non-kongenital (non-bawaan) pada anak. 

Seperti pada orang dewasa, penyakit jantung non-kongenital pada anak dapat dilatarbelakangi beberapa kondisi seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas. Faktor gaya hidup, termasuk di antaranya konsumsi makanan dengan tinggi lemak, dapat memperbesar kemungkinan terjadinya gangguan jantung.

Dengan semakin tingginya prevalensi terjadinya penyakit-penyakit kronis pada anak-anak, maka semakin pentingnya diterapkan pola hidup sehat sejak dini, seperti pengaturan pola makan dengan gizi sehat dan seimbang, mengurangi konsumsi makanan siap saji (junk food), dan membimbing anak untuk giat melakukan olahraga secara teratur. 

Yang tidak kalah penting adalah orang tua dan keluarga harus menjadi lingkungan yang suportif serta dapat memberi contoh dan inspirasi bagi anak untuk melakukan pola hidup sehat, sehingga terhindar dari serangan penyakit kronis pada anak, ungkap Safwalizal Kadinkes Kota Lhokseumawe. (ADV)

 

Komentar Anda

Terkini: