Dinkes Lhokseumawe Ingatkan Masyarakat Penuhi Gizi Sejak Hamil, Bagian dari Pencegahan Stunting

/ Sabtu, 27 April 2024 / 16.44.00 WIB
Ilustrasi gizi baik untuk ibu hamil untuk mencegah bayi stunting 

POSKOTASUMATERA.COM | LHOKSEUMAWE-- Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe menghimbau masyarakat di kota Lhokseumawe untuk selalu mewaspadai pertumbuhan anak-anak agar terhindar dari Stunting. Menyikapi persoalan stunting Dinkes Lhokseumawe menyampaikan ada beberapa cara mencegah stunting pada anak yang disarankan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI.

Salah satu strategi yang sangat penting diantara lainnya adalah memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil bagi calon ibu, beri ASI eksklusif sampai bayi berusia enam bulan, dampingi ASI eksklusif dengan MPASI sehat, terus memantau tumbuh kembang anak, dan selalu jaga kebersihan lingkungan

Demikian disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Safwaliza melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Lhokseumawe Cut Fitri Yani SKM kepada Poskota baru baru ini di Lhokseumawe.

Menurutnya, bahwa tentang pentingnya memenuhi kebutuhan zat besi untuk mencegah anemia. Pada ibu hamil biasanya di posyandu atau puskesmas itu akan diberikan TTD untuk mencukupi kebutuhan zat besi selama masa kehamilan, guna mencegah anemia.

“Jika ibu anemia, maka proses pencernaan makanan dan nutrisi akan terganggu, sehingga berpengaruh pada tumbuh kembang janin,”terang Cut Fitri.

Kemudian ia mengatakan pada ibu hamil, TTD diberikan sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Sedangkan untuk remaja putri pemberian TTD dilakukan mulai dari usia 12-18 tahun di setiap sekolah. “Kita bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan TTD serentak di sekolah-sekolah, sedikitnya satu tablet per minggu,” ungkap Cut Fitri.

Maka asupan gizi itu diberikan saat si ibu sedang mempersiapkan kehamilan. Bahkan dari pasangan yang akan menikah dilakukan screening kesehatan, karena mereka akan menjadi calon ibu, “Jadi mulai dari remaja sekarang sudah kita berikan juga tablet tambah darah, sebagai upaya mencegah terjadinya anemia pada remaja putri, yang nantinya akan menjadi calon ibu.

Intinya sedini mungkin kita sudah memperhatikan asupan sebagai ikhtiar kita dalam mencegah stunting itu sendiri,” jelasnya.

Kemudia memberikan asupan gizi seimbang dikarenakan, Gizi sangat berperan penting, asupan yang baik dan seimbang sangat menentukan status gizi anak kedepan, terutama stunting.

“Khususnya status gizi anak usia 0-2 thn yg merupakan periode emas anak yang tidak bisa di ulang dimasa mendatang,” kata Cut Fitri.

“Stunting bukan hanya mengganggu pertumbuhan tinggi badan namun juga perkembangan otak, dimana usia 2 tahun ini pertumbuhan otak anak paling maksimal sampai mencapai 80%,” sambungnya.

Dikatakannya, sangat berpengaruh, jika asupan gizi kurang terutama di 1000 hari pertama kehidupan 0 bulan dala kandungan – 2 tahun, maka akan sangat berpengaruh pada tumbuh dan kembang si anak, jika si anak pendek dan perkembangan otaknya juga kurang, maka kedepan SDM berkualitas di kota Lhokseumawe bahkan di negara kita akan rendah.

“Anak yang pendek juga memiliki risiko terjadinya penyakit-penyakit degeneratif di masa mendatang. Stunting ini bukan hanya tentang asupan, banyak faktor penyebab lainnya seperti kondisi sanitasi yg kurang baik, status sosial, ekonomi keluarga dan lain-lain, jadi tidak semuanya stunting ini disebabkan oleh masalah gizi,” ujar Kabid Kesmas Dinkes Lhokseumawe ini.

Pada kesempatan tersebut Cut Fitri juga berharap, semoga kedepannya angka stunting di  Lhokseumawe bahkan Aceh terus berkurang dan menurun. “Kita akan mengupayakan memberikan pemahaman kepada ibu dan para calon ibu untuk memperhatikan asupan makan, kesehatan sehingga ketika hamil nantinya bisa melahirkan anak yang sehat dan bebas stunting, perlu terus kita lakukan advokasi ke setiap lintas sektor untuk mau terlibat dalam upaya pencegahan stunting ini,” pungkas Cut Fitri.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Bahkan, data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada remaja putri (usia 10-19 tahun) sebesar 30 persen.

“Remaja putri yang menderita anemia ketika menjadi ibu hamil berisiko melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan stunting, anak perempuan usia 10–12 tahun yang menderita anemia hanya sebesar 5,4 mg/hari, lebih rendah daripada kebutuhan per hari sebesar 20 mg/hari sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).

“Maka dari itu, kami sudah mulai menggalakkan pemberian TTD pada siswa SMP dan SMA, khususnya perempuan, agar jangan sampai terkena anemia, sehingga saat  menjadi calon ibu nanti bisa melahirkan bayi yang berkualitas secara fisik dan mental ” pungkas Cut Fitri. (ADV)

Komentar Anda

Terkini: