Hasil Survei Kesehatan Indonesia, Prevalensi Stunting Kota Lhokseumawe Turun Secara Signifikan 7.4 Persen

/ Jumat, 10 Mei 2024 / 07.35.00 WIB
Terlihat Pj Walikota Lhokseumawe A Hanan bersama Ketua TP PKK Kota Lhokseumawe Ny Ainal A Hanan menyuapi makanan sehat kepada salah satu balita. FOTO | DAHLAN AMRY 

POSKOTASUMATERA.COM | LHOKSEUMAWE  --  Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan angka prevalensi stunting di Kota Lhokseumawe mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu sebesar 7,4%. Dari 28,1% di tahun 2022, kini turun menjadi 20,7% di tahun 2023. Pencapaian penurunan prevalensi stunting ini telah menjadikan Kota Lhokseumawe sebagai Kota/Kabupaten dengan prevalensi stunting terendah kedua di Provinsi Aceh, Republik Indonesia.

Demikian disampaikan oleh Pj Walikota Lhokseumawe A Hanan dalam wawancara eksklusif dengan media Poskota Minggu 28 April 2024 di Gues Hause Kota Lhokseumawe.

Menurut Pj Walikota A Hanan, Prevalensi  Penurunan angka stunting di kota Lhokseumawe ini patut kita berikan diapresiasi, mengingat stunting merupakan masalah kesehatan serius yang dapat menghambat perkembangan/ pertumbuhan anak yang berakibat jangka panjang. 

Penurunan ini merupakan hasil kerja keras dan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak stakeholder di Kota Lhokseumawe, termasuk pemerintah, jajaran Dinas Kesehatan, Instansi vertikal, perbankan, dunia usaha, kader kesehatan, Puskesmas, kader Posyandu dan peran aktif perangkat Gampong dan masyarakat di wilayah Kota Lhokseumawe, ungkap Pj Walikota Lhokseumawe A Hanan.

Pj Wali Kota Lhokseumawe, A. Hanan, menyampaikan apresiasinya kepada semua pihak yang telah berkontribusi secara intensif dalam upaya penurunan prevalensi angka stunting di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh.

"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk menurunkan prevalensi angka stunting di Kota Lhokseumawe, terutama sekali jajaran Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe" kata A. Hanan.

Atas pencapaian prestasi dalam penurunan stunting, A. Hanan juga menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan upaya pencegahan dan penanganan stunting, sampai nantinya stunting di kota Lhokseumawe bisa pada angka sekecil mungkin.

"Penurunan angka stunting ini patut disyukuri, namun bukan berarti kita boleh lengah. Kita harus terus bekerja keras untuk mempertahankan pencapaian ini dan bahkan terus menurunkannya," Tambah A. Hanan.

Sebagai langkah nyata untuk memperkuat upaya penurunan stunting di Lhokseumawe, Pemko Lhokseumawe sebelumnya telah meluncurkan program Orang Tua Asuh Balita Stunting. Dalam program ini, Pj Wali Kota mewajibkan seluruh Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemko Lhokseumawe untuk mengasuh dua anak balita stunting. 

Program ini juga menggandeng sejumlah instansi vertikal, perbankan, dan dunia usaha di Lhokseumawe untuk turut berperan sebagai orang tua asuh balita stunting yang dipusatkan di 4 kecamatan di wilayah Kota Lhokseumawe.

Lebih lanjut, A. Hanan juga telah mendorong agar seluruh gampong yang ada di Kota Lhokseumawe untuk membentuk Rumoh Gizi Gampong sebagai pusat edukasi dan layanan kesehatan bagi masyarakat, termasuk dalam hal pencegahan dan penanganan stunting.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengharapkan di masa yang normal tahun ini penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih tajam lagi sehingga target penurunan stunting di angka 14% di 2024 dapat tercapai.

Secara jumlah yang paling banyak penurunan angka stunting adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten dan Aceh.

“Metode survei seperti ini sudah kita lakukan selama 3 tahun, bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Kita akan perbaiki ke depannya kalau bisa by name by address. Kita usahakan ke sana, tapi kita secara bertahap tetap memakai metode pengukuran yang memang sudah sebelumnya dilakukan,” ungkap Menkes Budi.

Kalau mau mengejar penurunan stunting hingga 14% artinya mesti turun 3,8% selama 2 tahun berturut-turut. Caranya mesti dikoordinasi oleh BKKBN dan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain.

Standard WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%. Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui 2 cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan Rakernas ini bertujuan mensukseskan Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan 5 pilar. Pilar pertama adalah komitmen, pilar kedua adalah pencegahan stunting, pilar ketiga harus bisa melakukan konvergensi, pilar keempat menyediakan pangan yang baik, dan pilar kelima melakukan inovasi terobosan dan data yang baik.

“Inilah pilar yang kita tegakkan dan kami terima kasih kepada seluruh kementerian/ lembaga yang mendukung. Pak Menkes dengan menyediakan USG dan alat-alat ukur terstandar yang baik sekali,” tutur Hasto.

Tahun sebelumnya, ada 2 juta perempuan yang menikah dalam setahun. Dari 2 juta setahun itu yang hamil di tahun pertama 1,6 juta, dari 1,6 juta yang stunting masih 400 ribu.

Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan untuk 3 bulan sebelum menikah, calon pengantin harus diperiksa dulu kalau ada anemia dan kurang gizi diimbau menunda kehamilan dulu demi kesehatan ibu dan bayi sampai gizi tercukupi, demikian papar Kepala BKKBN Pusat Hasto Wardoyo. (ADV)


Komentar Anda

Terkini: