Gudang Kepiting di Medan Marelan Ditinjau Petugas, Pemilik Ngaku Pegang Izin Kepala Desa, LP3: Bohong Itu, Di Medan Tak Ada Kades

/ Jumat, 07 Juni 2024 / 10.45.00 WIB

 

POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Personil Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) Stasiun Belawan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumut dan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pelabuhan Belawan meninjau gudang kepiting bakau di Jalan Abdul Sani Muthalib Kelurahan Terjun Medan Marelan, Kamis (6/6/2024) siang.

 

Dalam peninjauan pengelolaan perdagangan Kepiting ini, Tim dipimpin langsung Kepala Stasiusn PDSKP Belawan diwakili Pl Urusan Operasional dan Penanganan Pelanggaran Josia Suarta Sembiring SH bersama beberapa pegawai pengawas. Terlihat juga Petugas Pengawasan DKP Sumut Marudut, J Silalahi dan 2 personil Satreskrim Polres Belawan.


Di lokasi usaha juga terlihat Anggota DPRD Langkat Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Sisanol Fahmi. Anggota DPRD Langkat ini disebut-sebut sebagai pemilik rumah dan gudang lokasi usaha kepiting bakau itu.

 

Dalam peninjauan dalam rangka pengawasan perdagangan kepiting Bakau di Kota Medan sebagaimana Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), terlihat kolaborasi baik antara lembaga pengawas dan kepolisian.

 

Ketiga lembaga negara ini melakukan peninjauan ke semua area Gudang di tengah pemukiman warga milik Pak Mis warga Hamparan Perak ini. Petugas melakukan penimbangan dan pengukuran karapas kepiting guna memenuhi aturan panjang karapas kepiting 12 cm dengan ukuran berat di atas 150 gram yang diizinkan ditangkap dan diperdagangkan.

 

Petugas mengambil keterangan lisan di lokasi yang didapati Usaha Gudang Kepiting Pak Mis di Jalan Abdul Sani Muthalib Kelurahan Terjun Medan Marelan. Pemilik usaha tak bisa meninjukkan izin usaha. Diduga tak mengantongi izin dari pemerintah setempat atau tak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dari Online Single Submission (OSS) dikelola Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI.

 

Di depan petugas, Pak Mis hanya mengatakan memiliki izin usaha dari Kepala Desa, padahal lokasi usahanya berada di Kota Medan yang tak mengenal nama Kepala Desa di jenjang pemimpin di tingkat Kelurahan. Di Kelurahan di Medan dipimpin oleh Lurah bukan Kepala Desa. “Saya memiliki izin usaha dari Kepala Desa. Izin itu masih di Bank, untuk agunan,” kata Pak Mis di depan petugas tanpa bisa menunjukkan izin usaha di maksud.

 

Usai pemeriksaan, petugas meminta Pemilik Gudang Kepiting untuk membawa surat izin usaha kepada DKP Sumut sebagai pengawas usaha Mikro sebagaimana usaha gudang kepiting tersebut dan mengurus NIB sebagaimana aturan yang berlaku.

 

Pl Urusan Operasional dan Penanganan Pelanggaran PSDKP Stasiun Belawan Josia Suarta Sembiring SH, Kamis (6/6/2024) membenarkan kunjungan ke gudang kepiting milik Pak Mis di Medan Marelan itu.

 

Bang Jos sapaan akrab pejabat ini menjelaskan, petugas tak menemukan adanya kepiting under size di lokasi usaha. Namun dia membenarkan, pemilik usaha tak bisa menunjukkan izin usaha dan mengaku izin usaha dari Kepala Desa diagunkan ke Bank meminjam uang.

 

“Tak ada kepiting under size di lokasi. Pemilik bilang punya izin usaha dari Kepala Desa tapi tak bisa ditunjukkan alasannya di agunkan di Bank sebagai jaminan pinjaman. Maka kami minta agar diberikan copynya pada petugas besok. Lalu kami anjurkan mengurus NIB,” beber Josia Suarta Sembiring SH.

 

Pejabat Stasiun PSDKP Belawan ini menyampaikan harapannya agar pers dan masyarakat terus melakukan kerjasama dengan mereka atas pemberian informasi kepatuhan pelaksanaan Permen KP No. 07 Tahun 2024.

 

TAK ADA URUS IZIN

Terpisah Kepala Lingkungan setempat, mengaku pengusaha kepiting di wilayah nya itu tak pernah mengurus Izin Usaha.

 

“Setahu saya, pemilik usaha tak ada mengurus izin usaha ke Kelurahan Terjun. Karena harus ada pengantar dari saya. Saya tak pernah neken surat pengantar untuk izin usaha itu,” pungkas Kepling yang sudah beberapa tahun menjabat itu.

 

MINTA DITINDAK

Menanggapi keterangan adanya izin usaha dari Kepala Desa oleh pemilik gudang kepiting Pak Mis padahal usahanya berada di Kota Medan dinilai pengurus Lembaga Peduli dan Pemantau Pembangunan (LP3) sebuah kebohongan.

 

Pengurus LP3 Hafifudin menduga, pemilik usaha berbohong karena usaha milik Pak Mis berada di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan yang tak mengenal nama Kepala Desa. “Bohong itu izin Kades, usahanya di Kota Medan, tak ada Kepala Desa. Apalagi Kepala Lingkungan mengaku tak ada teken surat pengantar izin usaha. Jelas dugaan tak ada izin nya,” tegas Hafifuddin, Jumat (7/6/2024).

 

Atas hal itu, Hafifuddin meminta pemerintah setempat dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Medan dan instansi hukum melakukan tindakan tegas jika terbukti usaha itu tak berizin. “Tindak jika tak berizin. Karena usaha itu menimbulkan limbah, harus bayar pajak dan retribusi daerah lainnya,” pungkasnya.

 

BUNGKAM

Pak Mis, pemilik usaha gudang kepiting di Medan Marelan bungkam saat dikonfirmasi wartawan. Pesan Whats App yang disampaikan kepadanya tak dibalas meski terlihat centang dua.

 

Sementara Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan Iptu Rifi Noor Faizal membenarkan personilnya melakukan pemeriksaan dan peninjuan ke gudang kepiting itu. “Iya bang,” balasnya singkat di Whats App nya diakhiri emoji terima kasih, Kamis (6/6/2024).

 

Diberitakan sebelumnya, Perdagangan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Sumatera Utara diduga banyak yang menyalahi aturan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan.

 

Hal tersebut dikhawatirkan membahayakan menjaga keberlanjutan ketersediaan sumber daya perikanan, peningkatan kesejahteraan nelayan, pelaku usaha, dan masyarakat, percepatan alih teknologi budidaya, pengembangan investasi, optimalisasi penerimaan negara bukan pajak, peningkatan devisa negara, serta pengembangan pembudidayaan khusunyanya Lobster, Kepiting dan Rajungan.

 

“Guna menghindari pedagang melanggar Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), sebaiknya Polisi dan PSDKP intens kerjasama dalam mengawasi perdagangan hasil laut komersil itu,” ungkap Ketua Jaring Mahasiswa LIRA (MAHALI) Sumut Muhammad Suhaji SH pada wartawan, Rabu (5/6/2024) di Medan.

 

Khusus perdagangan Kepiting, sesuai data diterima Jaring MAHALI Sumut jabarnya, ketersediaan hewan laut berkarapas ini sesuai aturan karapas panjang diatas 12 cm atau berat diatas 150 gram tak banyak tersedia, namun distribusi perdagangan Kepiting lumayan tinggi hingga dikhawatirkan ada pelanggaran.

 

“Menurut sumber-sumber kami, ketersediaan kepiting dengan ukuran karapas 12 cm atau berat minimal 150 gram kurang jumlahnya, namun lalulintas perdagangan kepiting ke luar negeri atau antar pulau lumayan besar. Harus diawasi itu. Jika terbukti ada pelanggaran ditindak dan cabut izin usahanya,” tegasnya.

 

ATURAN BARU

Menteri Kelautan dan Perikanan RI tanggal 18 Maret 2024 mengeluarkan Peraturan Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.).

 

Dikutip dari laman peraturan.go.id, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen KP itu sebagai pengganti Nomor 17 Tahun 2021 dengan objek yang sama.

 

Dalam regulasi baru ini, diatur Pengelolaan Kepiting (Scylla spp.) :

Pasal 9

(1) Penangkapan dan/atau Pengeluaran kepiting (Scylla spp.) untuk kepentingan konsumsi di atau dari wilayah negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan: a. tidak dalam kondisi bertelur; b. ukuran lebar karapas di atas 12 (dua belas) centimeter per ekor atau berat di atas 150 gram per ekor; dan c. penangkapan wajib dilakukan dengan menggunakan alat Penangkapan Ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

(2) Ketentuan penangkapan kepiting (Scylla spp.) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

 

(3) Kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan: a. surat keterangan asal kepiting (Scylla spp.) dari unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan tangkap atau Dinas sesuai dengan kewenangannya; dan b. surat keterangan dari badan yang menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan dan pengembangan kelautan dan perikanan atau Badan Riset dan Inovasi Nasional sesuai dengan kewenangannya.

 

(4) Ketentuan penangkapan dan/atau Pengeluaran kepiting (Scylla spp.) yang tidak dalam kondisi bertelur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan pada periode Desember sampai dengan akhir Februari dengan ketentuan: a. sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan estimasi potensi sumber daya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan; dan b. dilengkapi surat keterangan asal kepiting (Scylla spp.) dari unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan tangkap, unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan budi daya, atau Dinas sesuai dengan kewenangannya.

 

(5) Surat keterangan asal kepiting (Scylla spp.) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Dalam aturan ini sanksi hukum menanti jika melanggar yang diatur dalam Pasal 19 (1) Setiap Orang dilarang menangkap BBL yang tidak sesuai peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

(2) Setiap Orang dilarang menangkap lobster (Panulirus spp.) diatas ukuran BBL sampai dengan ukuran 150 (seratus lima puluh) gram untuk lobster pasir (Panulirus homarus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster Pakistan (Panulirus polyphagus) dan sampai dengan 200 (dua ratus) gram untuk lobster (Panulirus spp.) jenis lainnya.

(3) Setiap Orang dilarang: a. menangkap dan/atau mengeluarkan lobster (Panulirus spp.), dalam kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; b. menangkap dan/atau mengeluarkan kepiting (Scylla spp.) dalam kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 11; dan c. menangkap dan/atau mengeluarkan rajungan (Portunus spp.) dalam kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 14.

 

(4) Setiap Orang yang melakukan penangkapan, pembudidayaan dan/atau Pengeluaran BBL, lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) dalam kondisi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan/teguran tertulis;

b. paksaan pemerintah yang terdiri atas:

1. penghentian kegiatan penangkapan, pembudidayaan, Pengeluaran, pendidikan, penelitian dan pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau percontohan;

2. penyegelan;

3. pengurangan atau pencabutan sementara kuota dan lokasi penangkapan; dan/atau

4. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan kelestarian sumber daya.

c. denda administratif;

d. pembekuan dokumen perizinan berusaha; dan/atau e. pencabutan dokumen perizinan berusaha. (PS/RED)

Komentar Anda

Terkini: