POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Perdagangan
Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.)
di Sumatera Utara diduga banyak yang menyalahi aturan yang dibuat Menteri
Kelautan dan Perikanan.
Hal tersebut dikhawatirkan
membahayakan menjaga keberlanjutan ketersediaan sumber daya perikanan,
peningkatan kesejahteraan nelayan, pelaku usaha, dan masyarakat, percepatan
alih teknologi budidaya, pengembangan investasi, optimalisasi penerimaan negara
bukan pajak, peningkatan devisa negara, serta pengembangan pembudidayaan
khusunyanya Lobster, Kepiting dan Rajungan.
“Guna menghindari
pedagang melanggar Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster
(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.),
sebaiknya Polisi dan PSDKP intens kerjasama dalam mengawasi perdagangan hasil
laut komersil itu,” ungkap Ketua Jaring Mahasiswa LIRA (MAHALI) Sumut Muhammad
Suhaji SH pada wartawan, Rabu (5/6/2024) di Medan.
Khusus perdagangan Kepiting,
sesuai data diterima Jaring MAHALI Sumut jabarnya, ketersediaan hewan laut berkarapas
ini sesuai aturan karapas panjang diatas 12 cm atau berat diatas 150 gram tak
banyak tersedia, namun distribusi perdagangan Kepiting lumayan tinggi hingga
dikhawatirkan ada pelanggaran.
“Menurut sumber-sumber
kami, ketersediaan kepiting dengan ukuran karapas 12 cm atau berat minimal 150
gram kurang jumlahnya, namun lalulintas perdagangan kepiting ke luar negeri
atau antar pulau lumayan besar. Harus diawasi itu. Jika terbukti ada pelanggaran
ditindak dan cabut izin usahanya,” tegasnya.
EKSTRA KETAT
Pantauan wartawan di usaha
perdagangan Kepiting di Jalan Abdul Sani Muthalib Kelurahan Terjun Medan Marelan,
akses informasi dan kondisi usaha itu terkesan ekstra ketat untuk diakses wartawan.
Kunjungan wartawan,
Rabu (5/6/2024) di gudang tanpa plank dekat pemukiman warga itu saat didatangi
wartawan tergembok pagarnya. Pekerja gudang kepiting inisial R enggan membuka kunci
pagar dengan alasan menunggu pemiliknya.
Terlihat berjejer 24 kotak
berwarna putih dari steril form diduga berisi kepiting yang akan diperdagangkan.
Kejadian serupa juga
terjadi saat Pria mengaku pemilik gudang kepiting datang. Dia hanya menerima
wartawan di pinggir Jalan Abdul Sani Muthalib seakan enggan disamperi wartawan.
Pria memakai lobe
mengaku bernama Pak Mis ini hanya mengatakan perdagangan kepiting yang
diusahainya untuk dijual ke Jakarta. Dia membenarkan ada 24 kotak steril form
berisi Kepiting dengan berat kotak rata rata 28 kilogram.
“Kami usaha kecil.
Dijual ke Jakarta aja kepitingnya. Kadang ada kadang tak ada. Dalam 1 kotak
isinya sekitar 28 kg,” kata Pak Mis seakan enggan usahanya diakses media.
TINDAKLANJUTI
Soal pengawasan, Kepala
Stasiun PDSKP Belawan melalui Pelaksana Urusan Operasional dan Penanganan
Pelanggaran Josia Suarta Sembiring SH berjanji akan melakukan pengawasan atas pengelolaan
penangkapan dan distribusi kepiting di wilayah kerjanya.
“Terima kasih informasi
nya bang. Akan kita arahkan petugas pengawasan kami memantau gudang disana,”
jawab Josia Suarta Sembiring SH menanggapi informasi yang disampaikan media, Rabu
(5/6/2024) via ponselnya.
Josia Suarta Sembiring
berjanji akan menindaklanjuti informasi media atas dugaan pelanggaran Permen KP
Nomor 7 Tahun 2024 yang merupakan aturan baru dari Menteri Kelauta Perikanan RI.
ATURAN BARU
Menteri Kelautan dan
Perikanan RI tanggal 18 Maret 2024 mengeluarkan Peraturan Nomor 7 Tahun 2024 Tentang
Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan
(Portunus spp.).
Dikutip dari laman peraturan.go.id,
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen KP itu sebagai pengganti
Nomor 17 Tahun 2021 dengan objek yang sama.
Dalam regulasi baru
ini, diatur Pengelolaan Kepiting (Scylla spp.) :
Pasal 9
(1) Penangkapan
dan/atau Pengeluaran kepiting (Scylla spp.) untuk kepentingan konsumsi di atau
dari wilayah negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak dalam kondisi bertelur; b. ukuran lebar karapas di atas 12 (dua belas)
centimeter per ekor atau berat di atas 150 gram per ekor; dan c. penangkapan
wajib dilakukan dengan menggunakan alat Penangkapan Ikan yang bersifat pasif
dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan
penangkapan kepiting (Scylla spp.) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian,
penerapan, dan/atau percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Kegiatan
pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau
percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dilengkapi dengan: a. surat keterangan asal kepiting
(Scylla spp.) dari unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan tangkap atau
Dinas sesuai dengan kewenangannya; dan b. surat keterangan dari badan yang
menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan dan pengembangan kelautan dan
perikanan atau Badan Riset dan Inovasi Nasional sesuai dengan kewenangannya.
(4) Ketentuan
penangkapan dan/atau Pengeluaran kepiting (Scylla spp.) yang tidak dalam
kondisi bertelur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan pada
periode Desember sampai dengan akhir Februari dengan ketentuan: a. sesuai
dengan kuota yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan estimasi
potensi sumber daya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan; dan b. dilengkapi surat keterangan asal kepiting
(Scylla spp.) dari unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan tangkap,
unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan budi daya, atau Dinas sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Surat keterangan
asal kepiting (Scylla spp.) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam aturan ini sanksi
hukum menanti jika melanggar yang diatur dalam Pasal 19 (1) Setiap Orang
dilarang menangkap BBL yang tidak sesuai peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1).
(2) Setiap Orang
dilarang menangkap lobster (Panulirus spp.) diatas ukuran BBL sampai dengan
ukuran 150 (seratus lima puluh) gram untuk lobster pasir (Panulirus homarus),
lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes),
lobster Pakistan (Panulirus polyphagus) dan sampai dengan 200 (dua ratus) gram
untuk lobster (Panulirus spp.) jenis lainnya.
(3) Setiap Orang
dilarang: a. menangkap dan/atau mengeluarkan lobster (Panulirus spp.), dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. menangkap dan/atau mengeluarkan kepiting (Scylla spp.) dalam kondisi yang
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan
Pasal 11; dan c. menangkap dan/atau mengeluarkan rajungan (Portunus spp.) dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
sampai dengan Pasal 14.
(4) Setiap Orang yang
melakukan penangkapan, pembudidayaan dan/atau Pengeluaran BBL, lobster
(Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) dalam
kondisi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3), dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan/teguran
tertulis;
b. paksaan pemerintah
yang terdiri atas:
1. penghentian kegiatan
penangkapan, pembudidayaan, Pengeluaran, pendidikan, penelitian dan
pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau percontohan;
2. penyegelan;
3. pengurangan atau
pencabutan sementara kuota dan lokasi penangkapan; dan/atau
4. tindakan lain yang
bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan kelestarian
sumber daya.
c. denda administratif;
d. pembekuan dokumen
perizinan berusaha; dan/atau e. pencabutan dokumen perizinan berusaha. (PS/RED)