Warga Miliki 2 Kartu Keluarga, Camat Percut Sei Tuan Diminta Periksa Kades Amplas

/ Rabu, 22 Januari 2020 / 20.40.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM-SELAMBO-Hendrik KS Simatupang , warga desa Amplas, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, diduga menggunakan atau memiliki 2 identitas kependudukan berupa Kartu Keluarga dari Pemkab Deliserdang dan Pemkab Dairi dalam waktu yang bersamaan.

Camat Percut Sei Tuan pun diminta memeriksa Kades Amplas guna mengetahui kelalaian atas terbitnya identitas rangkap ini.

Menurut keterangan warga setempat kepada wartawan bahwa Hendrik KS Simatupang warga desa Amplas, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang ini memalsukan identitasnya untuk mengelabui orang lain supaya tidak dikenal oleh warga.

“Dia itu kan orang Sidikalang yang menggarap ke Selambo ini, dia itu sebenarnya bernama Parasian Siburian, Tapi entah kenapa bisa berubah namanya setelah di Selambo ini menjadi Hendrik KS Simatupang, dia di Sidikalang sudah bermarga Siburian punya istri dan anak, di Selambo sini pun dia punya istri juga anak” ujar salah seorang warga Selambo yang tidak mau namanya dituliskan dan mengaku mengenali beliau kepada wartawan, Kamis (2/1/2020).


Disisi lain warga yang juga tinggal di sekitaran Selambo mengaku bahwa dia mengenal Hendrik KS Simatupang ini sejak dari Jakarta.

Menurut keterangannya Hendri pernah menjadi sopir dan pernah memiliki kasus menabrak 3 orang sampai meninggal. Sejak itu dia menghilang dari Jakarta, kira-kira tahun 2005.

“Saya mengenal beliau di pangkalan para sopir di Jakarta, lantas ada kasus supir yang menabrak orang di jalan yang meninggal 3 orang dan sejak saat itu dia tidak nampak lagi bang, saya yakin itu dia, tapi saya tidak tahu siapa nama dia sebenarnya,” ujarnya kepada awak media.

Menanggapi hal ini, Edy Purwanto, SH, Kepala Desa Amplas, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang mengakui bahwa yang bersangkutan memang benar memiliki identitas kependudukan di Desa Amplas ini, tepatnya di Selambo Dusun III A Amplas.

“Saya tidak mengetahui sejak awal bahwa dia itu telah memiliki identitas kependudukan di Sidikalang. Kartu keluarga (KK) itu bang dibuat tahun 2012, dia datang melalui kepala dusun saya untuk membuatkan KK, tapi tanpa surat pindah,” ujar Edy menjawab pertanyaan wartawan.

“Tapi tunggu nanti saya cek ke kantor Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Disdukcapil) Deli Serdang untuk memastikan kebenaran masalah ini,” ujarnya menutup wawancara dengan wartawan di kantornya.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh oleh wartawan di lapangan, terlihat ada 2 dokumen kartu keluarga yang berbeda nama namun diduga oleh warga pemiliknya orang yang sama.

Yakni dokumen atas nama Hendrik KS Simatupang beralamat di Dusun 3A Selambo, Desa Amplas, Kabupaten Deli Serdang diterbitkan pada tahun 2012 dan dokumen atas nama Parasian Siburian beralamat di Jumateguh desa Jumateguh, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi Sumatera Utara, diterbitkan pada tahun 2016 dan kedua dokumen tersebut tertulis nama kedua orang tua di masing-masing dokumen yang sangat mirip.

Sampai berita ini dipublikasikan, wartawan sudah mencoba menghubungi langsung dan mencari pihak yang disebutkan oleh warga tersebut yakni Hendrik KS Simatupang yang diduga memiliki 2 identitas kependudukan namun belum berhasil untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi.

Disisi lain warga yang berdomisili di Selambo Dusun 3A merasa was-was atas adanya peristiwa dokumen ganda tersebut dan berharap pihak kepolisian dapat mengusut kasus ini dan mengungkap dugaan motif pembuatan kartu keluarga yang baru yang berbeda dengan kartu keluarga yang lama.

Terpisah, Ketua LSM Gebrakk Sriwijaya Sumut melalui Sekretarisnya Simon Simanjuntak saat diminta tanggapannya tentang hal tersebut mengatakan, dalam hal ini diminta kepada pihak terkait untuk segera mengusutnya.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia, Administrasi Kependudukan diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut Undang-Undang Administrasi Kependudukan)." Katanya.

Adapun bentuk-bentuk dari dokumen kependudukan tersebut, pada intinya meliputi antara lain  Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), Akta/Surat Nikah/Cerai, Akta Kelahiran/Kematian, Akta Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan.

Pada pokoknya UU ini menerangkan bahwa tindakan pemalsuan atau persetujuan dokumen kependudukan, ini juga dapat dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan  Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang  menyatakan:

Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan / atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda paling banyak Rp 50 juta." Sambung Simon.

Masih katanya, di Undang- Undang juga telah disebutkan bahwa Setiap orang atau badan yang berhak tanpa izin, diterbitkan, dan / atau diterbitkan dokumen kependudukan dipidana dengan hukuman penjara paling lama sepuluh tahun.

Ketentuan Pemangkuan Kartu Tanda Penduduk Eleketronik dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. (PS/TIM)
Komentar Anda

Terkini: