POSKOTASUMATERA.COM-BELAWAN-Pengusutan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Dokumen Palsu telah digelar perkara
kan oleh Kapolres Pelabuhan Belawan.
Proses
hukumnya masih di Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polres
Pelabuhan Belawan.
Kepada
wartawan, Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Janton Silaban, Jumat (16/2/2024)
mengaku, baru saja menghadiri gelar perkara kasus TPPO dan Dokumen Palsu itu.
“Baru
selesai gelar perkara,” katanya saat menerima wartawan di ruang kerjanya
sembari mengarahkan ke Kasatreskrim guna detail proses hukum.
Dalam
keterangannya, , Jumat (16/2/2024) Kanit PPA Ipda Rostati Sihombing didampingi Kasatreskrim
Polres Pelabuhan Belawan mengatakan, telah memeriksa Kadisdukcapil Medan
Baginda P Siregar dan jajarannya atas terbitnya Akte Lahir, Kartu Keluarga (KK)
dan Kartu Tanpa Penduduk (KTP) atasnama korban sebutnya saja namanya Bunga.
Ipda
Rostati Sihombing mengatakan, para pejabat dan pegawai di Disdukcapil Medan itu
masih berstatus saksi. “Mereka saksi,” katanya.
Namun
Rostati beda statemen dengan keterangan pers Kasat Reskrim Poles Pelabuhan
Belawan AKP Zikri Muamar pada Selasa 5 Desember 2023 lalu. Saat itu mengaku, AKP Muamar Zikri yang masih menjabat
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Belawan telah menetapkan 6 tersangka dan menahan 4
diantaranya sedangkan 2 orang tersangka Warga Negara Asing (WNA) masih dalam
pencarian dengan meminta bantuan Interpol.
Kala
itu AKP Muamar Zikri mengatakan, dalam kasus TPPO dan dokumen palsu itu 4
tersangka yakni Saiful Amri (48), Indra Polen Hutapea (39), Pahlan Kaiser (43),
dan seorang perempuan berinisial Nona Sartika (36) ditahan.
Berbeda
dengan AKP Muamar Zikri, Kanit PPA Satreskrim Polres Pelabuhan Belawan Ipda
Rostati Sihombing mengatakan, Indra Polen Hutapea diperiksa sebagai saksi saja.
Berbeda dengan data Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) tanggal 2
Desember 2023, yang menyebutkan Indra Polen Hutapea sebagai tersangka.
Dalam
paparannya, Ipda Rostati Sihombing menjelaskan, kasus TPPO dan Dokumen Palsu
itu berawal dari pengaduan korban sebut saja Bunga yang melaporkan suami
seorang WNA bernama Sen Yunan kawin dengan wanita lain bernama Ayu.
Lalu
dalam penelusuran, polisi memfaktakan adanya dugaan TPPO dan dokumen palsu, karena
Bunga menikah dengan Sen Yunan belum tercatat di dokumen negara dan ditemukan
adanya pembayaran mahar puluhan juta dan adanya penggunakan dokumen palsu.
“Awalnya
mau dilaporkan kawin berhalangan. Setelah difaktakan ada TPPO. Lalu polisi
membuat Laporan Polisi Tipe A dalam mengusutnya,” terangnya.
Dia
juga mengaku, telah menyerahkan WNA yang menjadi suami Bunga an. Sen Yunan ke
Kantor Imigrasi yang selanjutnya di deportasi ke negara asalnya. “Sen Yunan
kami serahkan ke Kantor Imigrasi, lalu di deportasi. Itu aturannya,” terangnya.
Atas
informasi ditetapkan tersangka Indra Polin Hutapea dan seorang Aparatur Sipil
Negara (ASN) atasnama Wahidin Irawan, Rostati mengaku, hanya mengamankan guna
pemeriksaan 1 X 24 jam dan kedua orang itu masih berstatus saksi. “Mereka
saksi, hanya diamankan 1 X 24 jam guna pemeriksaan. Dikenakan wajib lapor,”
pungkasnya.
Sementara
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Belawan Ipti Rifi Noor Faizal mengaku masih
mempelajari berkas perkara karena baru menjabat di kantor tersebut. “Kami masih
pelajari berkas nya. Saya baru menjabat,” pungkasnya sembari mengatakan, polisi
bertindak sesuai fakta perkara.
NGAKU JUMPA KORBAN
Informasi
mengejutkan diterima wartawan dari Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Pendaftaran
Penduduk Endang Susila Ningsih. Pejabat ini mengaku, bertemu dengan Bunga (korban
TPPO) dalam proses pembuatan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk
(KTP).
Pada
wartawan, Jumat (16/2/2024) diakui Endang Susila Ningsih, Bunga jumpa dengannya
dengan menggunakan jilbab namun ajuan administrasi kependudukannya beragama
Budha.
“Dia
pakai jilbab saat jumpa saya dibawa oleh Indra Polin Hutapea. Sempat saya
nasihati, mengapa masih muda pindah agama dari Islam menjadi Budha,” katanya.
Menyangkut
usia Bunga yang dijadikan 19 tahun padahal sebenarnya 16 tahun lebih saja dan
alamatnya dari Desa Hamparan Perak Kabupaten Deliserdang menjadi ke Kelurahan Rengas
Pulau Kecamatan Medan Marelan, Endang Susila Ningsih tak merincinya. Dia hanya
membenarkan, proses KK dan KTP disiapkan dalam 1 hari saja.
Pejabat
ini mengaku, mengerjakan tugas pelayanan KK dan KTP milik Bunga sesuai aturan
berlaku karena diajukan awalnya secara online dengan kelengkapan ajuan
sebagaimana aturan yang berlaku.
Dia
mengaku, bersama Kadisdukcapil Medan dan pejabat serta pegawai Disdukcapil
lainnya diperiksa polisi. Dia mengaku diperiksa mulai pukul 16.00 WIB hingga
dinihari pukul 00.00 WIB kala di November 2023 lalu.
“Saya diperiksa sampai tengah malam. Karena saya tak salah maka saya bantah. Mungkin karena itu jadi lama,” ujarnya.
Endang juga mendapatkan informasi, Indra Polin Hutapea dan Wahidin Irawadi sempat ditahan polisi. "Polin dan Wahidin, katanya ditahan polisi. Sekarang saya tak tahu," pungkasnya.
Sementara, Kadisdukcapil Medan Baginda P Siregar seakan enggan dikonfirmasi wartawan. Kontaknya dihubungi, Jumat (16/2/2024) tak diangkat. Pesan yang dikirim ke Whats App pun tak berbalas.
Staff di kantornya mengaku, Kadisdukcapil Medan sedang kegiatan keluar kantor. "Bapak ada kegiatan Safari Jumat pak," ujar Abdi Staff di kantor itu.
KEMBALIKAN BERKAS
Sementara
Kepala Kejaksaan Negeri Belawan melalui Kasi Intel Oppon Siregar mengaku,
mereka telah menerima perlimpahan dugaan kasus TPPO dan Dokumen Palsu dari
Polisi. Namun berkas sudah dikembalikan untuk dilengkapi alias P19.
“Kami
ada terima berkas tapi masih dikembalikan. Telah ditunjuk Jaksa nya. Ada 2
orang,” ujarnya, Jumat (16/2/2024) via ponselnya.
Dia
mengakui, SPDP sempat akan dikirim ke Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Labuhan
Deli, namun dipastikannya perkara itu dalam wilayah hukum Kejari Belawan dan
saat ini sedang menunggu berkas kasus itu dari Polisi yang masih melengkapi
pentunjuk Jaksa Kejari Belawan.
NIHIL INFO
Atas
deportasi suami Bunga (korban TPPO) yang merupakan WNA atasnama Sen Yunan,
belum diterima info dari Kantor Imigrasi Belawan. Kepala Divisi Imigrasi Kakanwil Kemenkum HAM Sumut Yan Wely meminta wartawan
menghubungi Kepala Kantor Imigrasi Belawan selaku PPID. “Silahkan hub kepala
kantor imigrasi Belawan sebagai PPID pak,” jawabnya singkat, Jumat (16/2/2024)
via pesan Whats App nya.
Diberitakan
sebelumnya, pengusutan dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan
pemalsuan data dalam dokumen negara yang ditangani Polres Pelabuhan Belawan
tersangka yang ditahan makin mengurucut. Info didapat wartawan, polisi saat ini
hanya menahan 3 tersangka saja.
Informasi
didapat wartawan, saat ini hanya Saiful Amri, Pahlan Kaiser dan Nona Sartika
saja yang mendekam di geruji besi. Sementara, Indra Polin Hutapea tak tahu
status hukumnya. Potensi adanya keterlibatan pejabat di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan pun tak tahu ujungnya.
Data
dihimpun, kasus TPPO ini diikuti dengan tindak pidana membuat Akte Kelahiran,
Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk 1 korban sebut saja
Bunga warga Desa Hamparan Perak Deli Serdang yang umurnya dimark up dari 16
tahun menjadi 19 tahun, lalu Agamanya dibuat menjadi Budha serta alamatnya
dibuat di daerah di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.
Dalam
konfrensi pers pada Selasa 5 Desember 2023 lalu, Kasat Reskrim Poles Pelabuhan
Belawan AKP Zikri Muamar mengaku, polisi menetapkan 4 tersangka dan menahan dalam
kasus TPPO itu yakni Saiful Amri (48), Indra Polen Hutapea (39), Pahlan Kaiser
(43), dan seorang perempuan berinisial Nona Sartika (36).
Satreskrim
Polres Pelabuhan Belawan dalam keterangan pers nya kala ini memaparkan
menetapkan 6 tersangka dengan menangkap dan menahan empat orang pelaku Tindakan
Pidana Perdagangan Orang atau TPPO 2 anak dibawah umur sebut saja Bunga dan
Melati warga Desa Hamparan Perak.
Tersangka
yang ditahan yakni Saiful Amri, Indra Polen Hutapea, Pahlan Kaiser dan Nona Sartika. Sementara tersangka lain,
Farid Abdullah da Tio yang merupakan warga negara asing masih dalam pencarian
polisi berkordinasi dengan Interpol.
Menurut
Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan, AKP Zikri Muamar kala itu keempat
pelaku memiliki perannya masing-masing.
Nona
Sartika berperan sebagai agensi di kawasan Medan Marelan, sementara empat
pelaku lainnya berpesan sebagai pemalsu data korban.
Ia
menyampaikan, kasus tersebut berawal adanya seorang Warga Negara Asing atau WNA
asal China mencari jodoh melalui biro.
"Jadi kasus ini berawal dari WNA asal China mencari jodoh melalui biro jodoh," kata Zikri kepada wartawan, Selasa (5/12/2023).
Sesuai
data diterima wartawan, di Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) yang
dikirim Kasatreskrim Polres Belawan tanggal 30 Nopember 2023 dan 2 Desember
2023, polisi menetapkan 6 tersangka atas pelanggaran Tindak Pidana Perdagangan
Orang (TPPO) dan pemalsuan data dokumen kependudukan, para tersangka dijerat
polisi melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan orang yang
melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan memberikan atau
memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain untuk
mempermudahkan terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau pemalsuan
surat dan atau menyuruh menempatkan kebenaran palsu ke dalam sesuatu akta
autentik tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte
itu.
Ke
6 tersangka dalam SPDP itu dijerat melanggar Pasal 19 UU RI Nomor 21 Tahun 2007
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55, 56 KUHP dan
atau Pasal 263 Jo Pasal 266 KUHP Jo UU RI Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan. Polisi menyatakan, kejadian pidana tersebut terjadi
pada 26 November 2023 di Jalan M Basir Lingkungan 31 Perumahan Asri Indah Kel.
Rengas Pulau Kec. Medan Marelan.
PENGAKUAN TERSANGKA
Salah
satu tersangka kepada wartawan, Selasa (13/2/2024) mengaku, mendapatkan order
jasa membuat data Kependudukan atasnama 2 korban sebut saja Bunga dan Melati
warga Desa Hamparan Perak dari Nona Sartika pada pertengahan tahun 2023 lalu.
Tersangka
yang namanya dirasahasiakan ini lalu mengontak temanya bernama Padlan Kaiser
untuk mengerjakan pembuatan Akte Kelahiran, KK dan KTP untuk kedua korban.
Lalu
lanjutnya, tersangka dan Pahlan Kaiser meminta bantuan Indra Polen Hutapea
membuatkan dokumen itu. Lalu dihubungilah pegawai Kantor Disdukcapil Medan
bernama Irawan untuk memproses pembuatan Akte Lahir, KK dan KTP itu.
Tersangka
mengakui, dalam data kependudukan korban, umurnya dari sebenarnya 16 tahun
lebih menjadi 22 tahun, Agama dari Islam menjadi Budha dan alamat dari Desa
Hamparan Perak dijadikan berdomisili di salah satu lingkungan di Kelurahan
Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.
Dalam
proses hukum di Polres Belawan, tersangka mengaku awalnya 4 tersangka ditahan
namun saat ini hanya tingga 3 saja yang ditahan. Indra Polen Hutapea, kata nya
tak ditahan lagi.
Tersangka
mengaku, Kadisdukcapil Medan Baginda P Siregar, Kabid Pelayanan Pendaftaran
Penduduk Endang Susila Ningsih dan mantan pegawai Disdukcapil Medan Irawan
pernah diperiksa polisi, namun dia tak mengetahui status hukum mereka.
Dia
mengaku, bersalah atas perbuatan itu, yang semata dilakukannya karena terjerat
kebutuhan ekonomi. Namun dia juga meminta polisi meminta pertanggungjawaban
semua yang terlibat dan terbitnya Akte Lahir, KK dan KTP dua korban TPPO itu.
Kadisdukcapil
Medan Baginda P Siregar tak menjawab konfirmasi wartawan yang dilayangkan,
Selasa (13/2/2024). Dia tak mengangkat ponselnya saat dihubungi wartawan.
Konfirmasi yang dilayangkan ke pesan Whats App nya juga tak dibalas.
MODUS APLIKASI BIRO JODOH
Sesuai
keterangan pers Selasa 5 Desember 2023 lalu, Kasat Reskrim Poles Pelabuhan
Belawan AKP Zikri Muamar mengaku, modus TPPO berawal dari biro jodoh ini berada
di wilayah China dan bekerja sama dengan Agensi di Malaysia dan terhubung ke
Agensi di wilayah Medan Marelan.
Kemudian,
orang tua korban mendaftarkan anaknya yang masih dibawah umur berinisial Bunga (16)
warga Hamparan Perak, ke biro jodoh tersebut.
"Singkat
cerita, orang tuannya ini karena sudah ada beberapa warga di sana berhasil
menemukan jodoh melalui biro tertarik," sebutnya.
Zikri
menyampaikan, setelah korban didaftarkan ke biro jodoh itu, ternyata umurnya
masih dibawah umur. Lalu, agensi yang di Malaysia meminta Agensi yang berbeda
di Medan Marelan untuk mengubah identitas korban dan hal itu berhasil
dilakukan.
"Setelah
itu, dikenalkanlah korban ini sama WNA China itu. Jadi WNA ini nggak tahu bahwa
korban ini anak dibawah umur, karena dokumennya sudah dipalsukan. Umur korban
dibuat menjadi 22 tahun," ucapnya.
Dijelaskan
Zikri, singkat cerita antara WNA dan korban pun melangsungkan pernikahan di
wilayah Medan. Namun, setelah satu bulan menikah WNA ini mengajak korban untuk
tinggal di China tetapi korban menolak. "Kemudian oleh si Agensi bilang ke
WNA ini untuk mencari jodoh lain," tuturnya.
Ketika
WNA China ini mau dijodohkan dengan yang lain, ternyata korban mengetahui hal
tersebut dan melapor ke Polres Pelabuhan Belawan. "Ketahuan sama anak
dibawah umur pada saat berlangsung perjodohan, komplin dibawa ke kantor,"
ucapnya.
Setelah
menerima laporan itu, pihaknya melakukan penyelidikan dan menemukan sejumlah
kejanggalan. Penyidik memfaktakan, adanya TPPO dalam kasus tersebut. "Waktu
kita periksa, kok ada keuntungannya, ada pemalsuan dokumen, makanya kita
selidiki," katanya.
Kemudian,
Zikri menyampaikan pihaknya menetapkan enam orang dalam kasus TPPO tersebut.
Dua diantaranya merupakan warga Malaysia. "Jadi empat orang sudah kita
amankan, kita juga sudah berkoordinasi dengan Interpol untuk tersangka dua
orang lagi yang berada di Malaysia," bebernya.
Zikri
juga menjelaskan, dalam kasus tersebut para pelaku ini mendapatkan keuntungan
sebesar Rp 8,5 juta. "Pengakuannya uang tersebut sudah habis
dipakai," sebutnya.
Mantan Kanit Buncil Jatanras Polda Sumut ini juga mengatakan, pihaknya terus mendalami kasus tersebut. "Sampai sekarang masih kita faktakan rangkaian TPPO yang diduga sempat dibawa ke China," pungkasnya. (PS/NET/RED)