POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Kepala
Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Medan Suherman, Rabu
(30/10) berjalan lesu menuju ruang penyidik KPK RI yang meminjam tempat di
Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.
Menurut
sumber, Pimpinan SKPD Kabinet pimpinan Eldin-Akhyar ini dicecar terkait dana suap
guna menutupi membengkaknya anggaran saat Walikota Medan TDE dan keluarga serta
beberapa orang petinggi Pemko Medan tour ke Ichikawa Jepang sehabis kegiatan
resmi peringatan Kerjasama Medan-Ichiwa di Negeri Sakura beberapa waktu lalu
yang menjadi objek Penyidikan KPK RI pasca Operasi Tangkap Tangan Selasa 16 Oktober 2019 lalu.
Tak
ada sepatah keteranganpun terkait pemeriksaanya keluar dari mulut mantan Kadis
Kebudayaan Medan ini saat memasuki ruang pemeriksaan KPK RI di Kantor Kejatisu
Jalan AH Nasution Medan ini. Saat keluar dari Kejatisu, Kepala SKPD berwajah
kalem ini juga tak berucap sepatahpun dan hanya menunduk lalu menuju mobil yang
telah siaga di pintu keluar selanjut berlalu.
Kasi
Penkum Kejatisu Sumanggar Siagian SH, Rabu (30/10/2019) pada wartawan
membenarkan digunakannya ruang di Kejatisu oleh penyidik KPK RI dalam
pengembangan Tindak Pidana Korupsi (TPK). Namun Sumanggar tak merinci TPK
dimaksud dengan alasan bukan kewenangannnya.
Suherman
terbilang merupakan SKPD di instansi empuk. Di Badan yang dipimpinanya
membawahi berbagai pengumpulan berbagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) misalnya
Pajak Hotel, Restouran/ Rumah Makan, Hiburan, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB), Retribusi Air Bawah Tanah dan lainnya.
Di
Instansi itu perputaran uang yang disetor oleh Rakyat bernilai Trilunan dalam
satu tahun, target BP2RD Medan di tahun 2019 ini saja mencapai 1,6 Triliun yang
entak tercapai atau tidak karena sebelumnya sempat dikeluhkan Suherman.
Pada September 2019 lalu
kepada wartawan BP2RD Suherman mengaku Rp1,6 triliun target pendapatan asli
daerah (PAD) di tahun 2019 akan kesulitan untuk merealisasikannya.
Suherman mengungkapkan
beberapa alasan mengapa pihaknya kesulitan merealisasikan target PAD. Salah
satunya karena target yang ditetapkan terlalu besar, selain itu penetapan
target tanpa kajian yang jelas. "Target (PAD) yang dibebankan ke kami
selama ini tidak ada kajiannya, hanya berdasarkan potensi. Kajian itu bisa dari
akademisi," ujar Suherman, di Medan, Minggu (1/9/2019) sebagaimana
dilansir media online Nasional.
Menurutnya target pajak
hiburan yang hampir Rp200 miliar terlalu besar. Begitu juga dengan pajak air
permukaan. "Tahun 2020 target kami naik lagi. Padahal belum ada kajian,
maka dari itu kami sudah anggarkan kegiatan untuk melakukan kajian sebenarnya
berapa PAD kita," jelasnya.
"Setelah hasil kajian
selesai, bisa dirubah target yang ada di P-APBD 2020.
Nanti di P-APBD 2020 bisa
nampak, itu dibahas. Kemarin-kemarin memang terlampaui (target) karena kecil,
sekarang kan besar," imbuhnya.
Suherman juga dikenal
sebagai tangan besi bagi pegawai Harian Lepas (PHL) BP2RD Medan yang di PHK
sepihak pada April 2019 lalu persisnya pada Ramadhan 2019 menjelang Hari Raya
Idul Fitri.
Meski pemutus kontrak PHL
ini ditentang Ketua Komisi B DPRD Medan yang kala itu dipimpim HT Bahrumsyah,
namun penolakan senator Medan ini hanya dianggap angin lalu oleh Suherman.
Kepala BP2RD Medan ini tak
mengacuhkan rekomendasi DPRD Medan untuk mempekerjakan kembali PHL yang diputus
kontrak ini. Ironisnya di instansi ini, PHL dipenuhi anak-anak atau kerabat
pejabat jajaran Pemko Medan.
PHL berinisial PS (27)
warga Young Panah Hijau Kelurahan Labuhan Deli Medan Marelan yang diputus
kontrak sepihak oleh Kepala BP2RD Medan contohnya. Meski melaporkan masalah itu
ke Sekda Medan dan DPRD Medan namun Suherman tetap keukeh memberhentikan PHL
beranak satu ini.
Setelah
kebijakan kontroversial oleh Kepala BPPRD Medan Suherman ini, DPRD Medan telah
merekomendasikan kewajiban badan pengelola Pendapatan Asli Daerah itu
mempekerjakan kembali para PHL yang diputus kontrak tersebut.
“Rekomendasi
DPRD Medan, wajib dipekerjakan kembali semuanya,” ungkap Ketua Komisi II DPRD
Medan HT Bahrumsyah menjawab wartawan dilaman Whats App nya, Sabtu (3/8/2019).
Statemen Ketua DPD PAN
Kota Medan ini mengindikasikan kebijakan pemutusan kontrak PHL yang telah
bekerja tahunan di Badan yang dipimpin Suherman itu ditentang Legislatif yang
membidangi tenaga kerja itu, hingga Walikota Medan diminta turun tangan
meninjau kemampuan mantan Kadis Kebudayaan Medan ini memimpin badan yang
strategis itu.
Apalagi, ramai dibicarakan
saat ini para pejabat BPPRD Medan dinilai hingga Juli 2019 ini dikhawatirkan
tak mampu memenuhi target PAD yang diamanahkan Walikota Medan.
Sikap kritis juga
disampaikan Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Medan Surianto SH. Politisi
asal Dapil II meliputi Medan Belawan, Labuhan, Marelan dan Deli yang terpilih
kembali dalam Pileg 2019 ini mengaku heran atas kebijakan Suherman yang tetap
ngotot memutus kontrak PHL ditengah kurangnya capaian PAD yang dikelola badan
itu.
“Masak saat dibutuhkan
konsentrasi menggali PAD, kok malah ada aksi kontroversial memutus kontrak PHL
yang merupakan garda terdepan menjalankan fungsi menggali PAD,” tegasnya,
ditemui Minggu (4/8/2019) disela acara Orasi Kebangsaan dan Pelantikan DPK KNPI
Medan Marelan.
Politisi vokal yang akrab
disapa Butong mengaku, dalam APBD Kota Medan tak ada perubahan atas kebutuhan
pembayaran honor PHL di BPPRD Medan, namun amat disayangkan pejabat Badan
tersebut tak memikirkan nasib para pekerja kontrak itu.
“Dalam anggaran telah
disepakati tak ada pengurangan, namun kok malah PHL diputus kontrak. Dimana
nurani pejabat BPPRD Medan ini. Masak udah tahunan bekerja, tanpa peringatan,
sanksi administrasi dan langkah pembinaan, para pekerja langsung di putuskan
kontraknya. Mau makan apa mereka,” ujarnya sembari menyarankan korban pemutusan
kontrak BPPRD Medan melapor ke DPRD Medan dan lembaga resmi ketenagakerjaan.
Butong meminta, Pejabat di
SKPD jajaran Pemko Medan menjadi contoh baik dalam menerapkan UU No. 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan, bukan malah menjadi pelanggar aturan yang dibuat
oleh Eksekutive dan Legislatif itu. “Pejabat Pemko Medan seharusnya menjadi
contoh penerapan UU No. 13 Tahun 2003, bukan malah jadi melanggar hukum itu,”
pungkasnya. (PS/TIM)