WAWANCARA: Humas RS USU M Zeinizen saat diwawancarai wartawan terkait dugaan kematian bayi diduga praktek PPDS. POSKOTASUMATERA/GIBSON MARBUN
POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Rumah
Sakit (RS) Universitas Sumatera Utara (USU) menunggu penyelidikan kematian
Balita bernama Irsan Qabel Al-kahfi Ginting yang diduga orangtuanya menjadi
bahan praktek Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran
USU.
Humas
RS USU M. Zeinizen disambangi wartawan, Rabu (22/7/2020) mengatakan, manajemen RS
USU masih menunggu hasil investigasi dipimpin Direktur Pelayanan Medis dr. Riya
Ikhsan.
“Kami
masih melakukan penyelidikan. Kalau
sudah selesai nanti akan diumumkan oleh Rektor. Penyelidikan dipimpin oleh dr.
Riya Ikhsan. Saya tidak mau banyak komentar sebelum hasil penyelidikan, sabar
ya kita tunggu hasilnya,” kata M Zeinizen.
Dia
juga mengaku telah melakukan satu kali pertemuan dengan orang tua korban bayi
yang selanjutnya akan melakukan pertemuan berikutnya.
Dia
menjelaskan, secara struktur Manajemen, RS USU di bawah pengawasan Rektor USU,
Direktur Utama langsung ke Rektorat. “Artinya Pihak Biro Rektor ikut membahas
persoalan ini. Hasil investigasi akan diumumkan Rektor,” pungkasnya.
Sebelumnya,
Erzan dan Maulida yang merupakan orangtua bayi malang ini mengaku, anaknya
menderita penyakit Hernia akan dioperasi oleh dokter Erjan, SpBA pada hari
minggu 12 Juli 2020, namun bayi ini meninggal dalam keadaan yang diduga terjadi
Malpraktek.
Orang
tua dari bayi malang tersebut sangat terpukul akibat perlakuan dari
mahasiswa/mahasiswi FK kedokteran USU yang tergabung dalan Program Pendidikan
Dokter Spesialis (PPDS) FK kedokteran USU-Medan Sumatera Utara.
PPDS
yang menangani bayi mungil Irsan berumur 2 bulan tersebut dilakukan tanpa
perintah dan instruksi dari Dr.Hasanul Arifin melakukan pembiusan dan penanganan
yang bukan seharusnya mereka kerjakan.
"Dokter
spesialis anak (Dr.Erjan) saja datangnya 45 menit setelah PPDS bius bang,
mereka lakukan dengan cara yang sama seperti manusia dewasa," terang Erzan
mengawalinya dengan sedih.
“Anakmu
dimasukan selang kemulutnya ngak bisa-bisa sama PPDS bedahnya udah 3x itu,bisa
mati anakmu itu…!!” kata Dr.Erjan memarahi PPDS tersebut sebagaimana ditirukan
orangtua bayi meninggal ini.
“Mereka
melakukan suntik bius seperti melakukan suntik mati,pasalnya cara
menyuntikannya langsung dalam hitungan 10 detik dengan CC obat bius yang tidak
akurat, begitu anak saya dibius PPDS langsung muntah dan pingsan. Seharusnya
menyuntik bayi umur 2 bulan dihitung akurat berat badannya dan harus
pelan-pelan memasukan obat biusnya, namun dilakukan tidak diruang operasi akan
tetapi diruang tunggu pasien operasi," ungkap Erzan dan Maulida menangis
mengenang saat awal anaknya dilakukan seperti kelinci percobaan PPDS FK-USU.
Diterangkan
lebih lanjut dalam surat pernyataan pihak keluarga kronologi kejadian Bayi
malang yang dioperasi Hernia oleh Rumah Sakit USU tidak pernah dihadiri oleh
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) anak, Anastesi dan Bedah.
Permasalahan
malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi
(peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan): PASAL 190 ayat (2)
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan berbunyi "dalam hal
perbuatan sebagai mana di maksud pada ayat 1 mengakibatkan terjadinya kecacatan
atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1
miliar.
Selain
pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa : a. pencabutan izin usaha, b. pencabutan status badan hukum.
Hal
ini akan dilakukan proses hukumnya di Poldasu dan Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI). Keluarga selain menuntut pidananya juga akan
menuntut agar di cabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek
(SIP). (PS/REL/GIBSON MARBUN)