TEWAS: Enam orang Laskar Front Pembeli Islam (PFI) yang dilaporkan tewas dan saat ini disemayamkan di RS Polri Kramat Jati. PS/NET
POSKOTASUMATERA.COM-JAKARTA-Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengatakan lembaganya sedang mendalami informasi tentang penembakan yang dilakukan polisi hingga mengakibatkan enam pendukung pemimpin FPI Rizieq Shihab meninggal dunia.
Pendalaman dilakukan oleh tim yang
dibuat oleh Komnas HAM. Anam berharap semua pihak terkait, termasuk kepolisian
mau bekerja sama dan terbuka untuk memperkuat pengungkapan fakta tersebut. "Tim sedang mendalami informasi dan mengumpulkan
fakta-fakta dari pihak langsung. Termasuk menggali keterangan dari FPI secara
langsung yang saat ini sedang berlangsung," jelas Choirul Anam, Senin
(7/12).
Desakan keterbukaan peristiwa penembakan yang
dilakukan polisi juga disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International
Indonesia Usman Hamid. Usman menilai ini penting untuk membuka penyebab
terjadinya penembakan terhadap enam pendukung Rizieq.
"Dan
jika polisi terlibat dalam insiden itu menyimpangi protokol penggunaan kekuatan
atau senjata api. Maka itu harus diungkap secara terbuka dan tentu saja
diajukan ke pengadilan," jelas Usman, Senin (7/12) malam.
Usman menambahkan polisi juga harus menjelaskan
apakah petugas sudah menjelaskan dirinya secara gamblang sebagai petugas.
Selain itu, kata Usman, penggunaan senjata api adalah upaya yang terakhir yang
dapat diambil polisi. Karena itu, perlu ada penjelasan dari polisi
tindakan-tindakan yang diambil polisi sebelum penggunaan senjata api.
Menurut Usman, jika polisi terbukti ada
pelanggaran prosedur tersebut, maka peristiwa tersebut dapat dikategorikan
sebagai pembunuhan yang tidak sah. Karena itu, ia mendorong Komnas HAM dan
Komisi III DPR untuk mengusut serta mengawasi peristiwa ini.
Sementara Indonesia Police Watch (IPW)
mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera membentuk Tim Pencari Fakta
Independen (TPFI) untuk mengungkap apa yang terjadi sebenarnya kasus penembakan
enam orang anggota FPI (Front Pembela Islam) oleh polisi saat mengawal Pemimpin
FPI, Habib Rizieq Shihab, Senin dini hari (7/12/2020).
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, juga
mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mencopot Kapolri Jenderal Pol
Idham Azis dan Kabaintelkam Komjen Rycko Amelza, sehubungan terjadinya kasus
penembakan tersebut di Tol Cikampek, Jawa Barat.
“Sebab antara versi Polri dan versi
FPI sangat jauh berbeda penjelasannya. Polri mengatakan, anggotanya ditembak
Laskar Khusus FPI yang mengawal Rizieq. Apakah benar bahwa Laskar FPI itu
membawa senjata dan menembak polisi? Agar kasus ini terang benderang anggota
Polri yang terlibat perlu diamankan terlebih dahulu untuk dilakukan
pemeriksaan,” tulis Neta S Pane, Senin (7/12/2020).
Sebab, kata
dia, menurut siaran pers FPI, rombongan Rizieq lah yang lebih dulu dihadangan
sekelompok orang yang berpakaian sipil, sehingga mereka menduga akan dirampok
orang tak dikenal di jalan tol.
Dalam kasus Cikampek ini muncul
sejumlah pertanyaan, kata Neta. Pertama, jika benar FPI mempunyai laskar khusus
yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tidak melakukan deteksi dan
antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk “melumpuhkannya”.
Kedua, apakah penghadangan terhadap
rombongan Rizieq di Km 50 Tol Cikampek arah Karawang Timur itu sudah sesuai
SOP, lanjut Neta. Mengingat polisi penghadang mengenakan mobil dan pakaian
preman, kata dia.
“Ketiga, jika Polri menyebutkan bahwa
anggotanya ditembak lebih dulu oleh Laskar Khusus FPI, berapa jumlah tembakan
itu dan adakah bukti bukti. Misalnya ada mobil polisi yang terkena tembakan
atau proyektil peluru yang tertinggal.”
“Keempat, di mana TKP tewas
tertembaknya keenam anggota Laskar Khusus FPI itu. Karena menurut rilis FPI,
keenam anggotanya itu diculik bersama mobilnya di jalan tol. Kelima, keenam
anggota FPI yang tewas ditembak itu bukanlah anggota teroris, sehingga polisi
wajib melumpuhkannya terlebih dahulu karena polisi lebih terlatih dan polisi
bukan algojo tapi pelindung masyarakat,” kata Ketua Presidium IPW tersebut.
Keenam, lanjut Neta S Pane, jalan tol
adalah jalan bebas hambatan sehingga siapa pun yang melakukan penghadangan di
jalan tol adalah sebuah pelanggaran hukum, kecuali si pengandara nyata-nyata
sudah melakukan tindak pidana.
“Ketujuh, penghadangan yang dilakukan
oleh mobil sipil dan orang-orang berpakaian preman, patut diduga sebagai pelaku
kejahatan di jalan tol. Mengingat banyak kasus perampokan yang terjadi di
jalanan yang dilakukan orang tak dikenal. Jika polisi melakukan penghadangan
seperti ini sama artinya polisi tersebut tidak promoter,” sambung Neta.
Dengan tewas tertembaknya keenam
anggota FPI itu, kata Neta, yang paling bertanggungjawab dalam kasus tersebut
adalah Kapolri Idham Azis. Tidak promoternya Idham Azis dalam mengantisipasi
kasus Rizieq sudah terlihat sejak kedatangan pimpinan FPI itu di Bandara
Soetta. Menurut Neta, Polri ketika itu tidak mengantisipasi dengan profesional
tapi terbiarkan hingga menimbulkan masalah
Ditempat
terpisah, Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil meminta Presiden Jokowi melalui
Kepala Staf Presiden Moeldoko membentuk tim pencari fakta terkair peristiwa
bentrok antara polisi dan pendukung Habib Rizieq Shihab di Tol Jakarta-Cikampe
pada dini hari tadi.
Kejadian
itu diketahui sampai menewaskan 6 orang pendukung Rizieq. Karena itu, menurut
Nasir, penting bagi pemerintah membentuk tim pencari fakta lantaran saat ini
informasi yang beredar masih simpang siur.
"Kami
harap pak presiden membentuk tim pencari fakta, karena ada kesimpang siuran
informasi terkait peristiwa tersebut. Mudah-mudahan dengan tim pencari fakta,
kkita dapatkan kebenaran dengan peristiwa tersebut," kata Nasir dalam
rapat di Komisi II, Senin (7/12/2020).
Namun,
Moeldoko belum banyak mengomentari perihal permintaan pembentukan tim pencari
fakta. Hanya saja ia berujar bakal menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden
Jokowi.
"Tentang
tim pencari fakta saya belum bisa memberikan komentar. Tapi akan kami sampaikan
nanti," kata Moeldoko.
Selain
soal permintaan tim pencari fakta, Anggota Komisi II Sodik Mujahid juga
menanyakan terkait informasi perihal bentrokan tersebut kepada Moeldoko. Namun,
Moeldoko belum bisa memastikan detail.
"Tentang
isu yang baru saja lagi hangat-hangatnya saya belum bisa memberikan informasi
yang sesungguhnya pak, karena saya baru membaca di media dan ini perlu dikelola
dengan sangat baik dan perlu akurasi yang sangat tinggi. Perlu proses dan saya
sudah mengkalkulasi situasinya seperti apa karena kejadian ini cukup sensitif,"
kata Moe dalam Rapat di DPR RI. (PS/NET)