POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Rico
Lumban Toruan warga Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintong Ni Huta
Kabupaten Humbang Hasundutan mengaku tersayat hatinya dan terpukul
ketika mendengar dan menerima surat keputusan pemecatan dirinya dari
keanggotaan jemaat Gereja tempat yang bersangkutan melaksanakan ibadah
Minggu selama puluhan tahun, oleh oknum Pendeta Resort berinisial JFM.
Menurut
pengakuan Rico, Selasa (31/5/2022) pemecatan tersebut merupakan buntut
dari tindakannya yang mendatangi kediaman oknum pendeta dan spontan
memprotes sikap pendeta yang dinilai kerap menggelar pendidikan rohani
atau kegiatan Marguru bagi Muda Mudi Gereja hingga larut malam. Dimana
Putrinya turut serta dalam kegiatan. Yang kemudian peristiwa yang
diabadikan oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu pun sontak viral
di media sosial.
Ironisnya kata Rico, kata pengantar yang
tertera dalam unggahan video kejadian yang dibagikan oleh pemilik akun
Suhardiman Manulang tidak pada cerita yang sebenarnya. Dalam kata
pengantar disebutkan peristiwa terjadi pada Minggu malam, namun
kebenarannya adalah Jumat malam. Dan dituliskan juga bahwa aksi protes
itu dilakukan pada jam 8 malam, padahal sudah jam 12 malam.
Rico
menjelaskan, tindakan itu dilakukan sebagai wujud naluri seorang Ayah
yang mengkhawatirkan putrinya. Semua Bapak pastinya merasakan dan
beraksi serupa, ketika mengetahui putrinya masih berada di luar rumah
hingga larut malam.
Anehnya
lagi kata Dia, Rico justru tidak menemukan adanya kegiatan pembelajaran
rohani saat dirinya memasuki rumah dinas sang pendeta Resort. Sejauh
pandangan nya saat itu, dirinya hanya mendapati beberapa muda/mudi yang
tengah asik menonton dan bermain HP dan ada juga yang berada di dapur.
"Jadi
begini lae, sebenarnya kejadian ini sudah berulang-ulang. Jadi yang
terakhir ini, awalnya saya masih bersama putri ku di salah satu rumah
keluarga di pasar baru sekitar jam 10 malam. Akan tetapi tiba-tiba
datang panggilan ke nomor handpone putri saya, yang mengatakan ajakan
marguru atau pendidikan kerohanian. Lantas aku bingung dan bertanya ke
putri saya, mengapa kegiatan marguru sampai jam 10 malam," urainya
dalam bahasa daerah.
"Selanjutkan kami pulang kerumah. Karena
merasa lelah, aku tertidur beberapa lama. Dan tiba-tiba lagi, orang
rumah (istri) membangunkan saya dengan raut wajah gusar dan sedikit
menangis, seraya mempertanyakan keberadaan putri kami yang pada saat itu
jam 12 malam belum pulang ke rumah. Spontan saya bangkit dan panik,
seraya keluar rumah mencari keberadaan nya. Awal nya saya berfikir
kalau mereka marguru di gereja. Namun setiba disana saya tidak
menemukan siapa-siapa. Ketika mendapat info bahwa mereka semua marguru
di rumah pendeta. Saya langsung bergegas ke kediaman pendeta dan dan
mengetuk pintu rumahnya. Setelah dibuka saya justru tidak melihat
adanya situasi marguru. Spontan saya protes dan saya akui ada
mengeluarkan nada-nada keras. Dan saya rasa itu wajar sebagai orang
tua, yang kawatir terhadap anaknya. Serta menilai kegiatan marguru yang
digelar hingga jam 12 malam sudah diluar logika. Parah nya lagi, fakta
peristiwa itu seolah diputar balikan oleh mereka, dengan mengunggah
video protes yang diduga diabadikan istri sang pendeta oleh pemilik akun
Suhardiman Manulang, " ungkapnya kepada Awak media via selular.
Atas
peristiwa itu lah oknum pendeta resort J.F.M memecat Rico sebagai
jemaat di gereja dan keluarga nya bahkan orang tua nya terdahulu
melakukan ibadah setiap minggu di Gereja tersebut.
Demi
keberimbangan penyajian berita, Sang Pendeta Resort yang kemudian
dikonfirmasi media terkait legal standing penerbitan surat keputusan
pemecatan terhadap Umat nya yang merupakan jemaat di gereja, tempat
dirinya bertugas melayani justru terkesan menolak memberikan penjelasan.
"Jadi ini begini pak. Ini gak bisa dipublikasikan dulu.
Karena ada kerjaan kami. Jadi kapan-kapan lah kita cerita ya," jawabnya
singkat.
Ketika dipertegas bahwa keluhan pihak yang merasa
dirugikan telah masuk ke meja redaksi dan penting untuk tujuan
keberimbangan publikasi. Lagi lagi Pendeta JFM enggan menjawab.
"Kapan-kapan lah kita cerita lae," dalihnya.
Heran nya lagi,
melalui pesan WhatsApp sang Pendeta yang mendefenisikan konfirmasi
sebagai meja peradilan malah mengarahkan awak media untuk berbicara
kepada salah seorang oknum wartawan yang berperan sebagai Sintua di
gereja yang dipimpinnya.
"Ke
amang Sihombing lah amang bicara. Kebetulan Sintua kita amang itu di
gereja kita. Dan bisa jadi saksi amang itu. Terima kasih," tulisnya.
Menanggapi
adanya kebijakan salah seorang oknum pendeta resort yang menerbitkan
surat pemecatan terhadap umatnya sendiri sebagai anggota jemaat gereja,
Mantan Kordinator Wilayah (Korwil) GKPI, Maurid Simamora yang dimintai
tanggapan mengatakan, kebijakan pemecatan jemaat dari keanggotaan
gereja tergantung tingkatan kasus yang sedang terjadi.
Menurut
Maurid proses pembinaan kesalahan melalui beberapa tahapan, dimulai
dari adanya peringatan dan tata kegembalaan. Bila hal ini sudah
dilewati maka masuk kepada pemecatan.
Namun
perlu juga diketahui apakah semua tahapan atau tingkatan itu
dilaksanakan. Oleh karena itu, diakui nya bahwa dirinya tidak dapat
menjawab sepenuhnya tentang apa yang dipertanyakan media terkait aturan
baku dalam lembaga gereja atau Persatuan Gereja Indonesia yang
diperkenankan menerbitkan surat pemecatan terhadap jemaat.
Ditempat
terpisah, tanggapan serupa juga disampaikan Jadiaman Gultom, mantan
Ketua PGI Kabupaten Humbang Hasundutan. Kepada awak media mantan Ketua
PGI ini mengemukakan pada prinsip nya, PGI menghormati tata tertib di
masing-masing gereja. Namun, bicara soal pemecatan jemaat dari
keanggotaan gereja menurut dia merupakan sebuah keputusan yang
pertimbangan nya harus melewati berbagai rangkaian.
Itu dirasa
penting sebab, pemecatan jemaat berdampak pada hilangnya hak dan
kewajiban jemaat dari berbagai bentuk pelayanan gereja. Sehingga harus
melalui pertimbangan dan pembahasan yang serius. Selain itu, tingkat
kesalahan pun harus dikaji lebih dalam. Apakah masuk kategori kesalahan
intolerir atau tolerir. Jangan pula nantinya, tindakan pemecatan
tersebut diartikan sebagai perbuatan sewenang-wenang. (PS/FIRMAN)