POSKOTASUMATERA.
COM-MEDAN-Terhadap persekusi disertai kekerasan terhadap wartawan tersebut,
Senin (25/02/2019), di bundaran Sudirman Medan, Jurnalis Medan dengan menamakan
Koalisi Jurnalis Anti Kekerasan Sumatera melakukan unjukrasa mengecam dan
mengutuk keras terhadap massa yang melakukan aksi kekerasan tersebut.
“Kami
mengutuk keras terhadap jurnalis dan upaya menghalangi peliputan yang jelas
melanggar UU Pers terutama pasal 4 tentang kemerdekaan pers. Ketika melakukan
orasinya dengan disambut puluhan wartawan. Tangkap dan penjarakan pelaku
kekerasan terhadap wartawan,” kata Herizal salah satu orator aksi.
Dengan
membawa poster-poster berisikan kecaman terhadap sekelopok orang berpakaian
putih yang melakukan kekerasan di Monas tersebut, dalam aksi itu meminta Kapolri
Tito Karnavian agar menangkap segera dan jurnalis Medan mendukung sikap tegas
Kapolri.
“Kami
mendukung sikap tegas pak Kapolri untuk menangkap pelakukan kekerasan, jangan
takut pak Kapolri kami mendukung,” ujar massa saat aksi.
Orasi
disampaikan secara bergantian, Wilmar Napitupulu dari Jurnalis Online Bersatu
(JOB) dalam orasinya juga meminta segala pihak lebih-lebih mengatasnamakan
kelompok keagamaan agar menghargai kerja jurnalis dan menghilangkan keegoannya.
“Wartawan itu, dilindungi undang-undang,” ujarnya.
Sementara
Meilinda dari Ikatan Wartawan Online (IWO) meminta agar kekerasan jangan didiamkan,
karena telah sering aksi kekerasan yang terjadi terhadap wartawan.
Sebagaimana
diberitakan sebelumnya, Kejadian itu berlangsung saat wartawan Detik.com Satria
Kusuma sedang meliput acara Malam Munajat 212, Kamis (21 Februari 2019), di
Monas.
Pada
sekitar pukul 20.30 terjadi kericuhan yang posisinya di dekat pintu keluar VIP,
arah bundaran patung Arjuna Wiwaha.
Menurut
informasi yang beredar kala itu ada seorang pencopet yang tertangkap,” buka
artikel penjelasan tersebut.
Menanggapi
kericuhan tersebut, sebagai jurnalis Satria pun langsung mengabadikan momen
tersebut dengan kamera ponsel yang merupakan alatnya untuk bekerja sebagai
jurnalis daring.
“‘Satria
tidak sendirian, karena pada saat itu ada wartawan lainnya yang juga merekam
peristiwa tersebut,” demikian tertulis dalam penjelasan.
Pada
saat merekam video itulah, Satria dipiting dan dipegangi kedua tangannya. Para
pelaku yang berlaku kasar pada Satria itu meminta sang wartawan menghapus video
yang sudah direkamnya. Akibat ditekan dan dipaksa orang yang berkerumun semakin
banyak, disebutkan bahwa Satria setuju rekaman video itu dihapus.
‘Satria
lalu dibawa ke ruangan VIP mereka. Di dalam tenda tersebut intimidasi terus
berlanjut. Adu mulut terjadi lagi saat mereka meminta Id Card Satria buat
difoto. Tapi Satria bertahan, memilih cuma sekadar menunjukkan ID Card dan tanpa
bisa difoto,’ demikian lanjutan artikel penjelasan detikcom tersebut.
‘Dalam
ruangan yang dikerumuni belasan atau mungkin puluhan orang berpakaian
putih-putih tersebut, Satria juga sempat dipukul dan diminta untuk jongkok. Tak
sampai situ, mereka yang tahu Satria adalah wartawan detikcom juga sempat
melakukan tindakan intimidatif dalam bentuk verbal,” demikian lanjutnya.
Selanjutnya,
tekanan sejumlah orang tersebut terhadap Satria mereda setelah ia mengatakan
sudah pernah membuat liputan FPI saat membantu korban bencana di Palu, Sulawei
Tengah.
Persekusi
pun dialami pewarta dari CNN Indonesia TV, Kamera yang dipegang jurnalis CNN
Indonesia TV cukup mencolok sehingga menjadi bahan buruan sejumlah orang. Massa
yang mengerubungi bertambah banyak dan tak terkendali. Beberapa orang membentak
dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam beberapa
detik. (PS/RIADI)