POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-DPRD
Sumut melontarkan kritikan keras kepada Dinas Kesehatan Sumut dan jajarannya,
yang terkesan membiarkan sebagian rumah sakit di kabupaten/kota, yang masih
minim sarana dan prasana, termasuk tim medis yang sangat dibutuhkan pasien.
“Pelayanan
terbaik itu sangat tergantung pada keberadaan sarana dan fasilitas yang lengkap
untuk mengobati penyakit pasien,” ujar
anggota Komisi E DPRD Sumut, Budieli Laia (foto) dalam rapat dengar
pendapat (RDP) Kepala Dinas Kesehatan
(Dinkes) dan sejumlah kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) di ruang rapat Komisi
E, di Medan, Kamis (16/1/2020).
RDP
dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi E, Hendra Cipta, dan diikuti mayoritas anggota
Komisi E seperti H Hariyanto (PKS), Budieli Laia (PDIP), Megawati
Zebua(Golkar), Pintor Sitorus (Gerindra), dan lainnya.
Sementara
dari Dinas Kesehatan Provsu dipimpin Alwy Hasibuan selaku kepala dinas, dan
sejumlah pimpinan UPT rumahsakit seperti dr Rehulina Ginting (Ka. UPT RS Mata),
drg Wahid Khusyairi MM (Ka UPT RS Paru Sumut), drg Emmy Simbolon MS (Ka UPT
Kusta Lau Simomo), dan lainnya.
Anggota
dewan dari PDI-P Budieli Laia memberikan contoh rumah-rumah sakit yang berada
di Nias Selatan yang berjumlah tujuh buah, hingga kini tidak dilengkapi tenaga
medis, bahkan sarana dan prasarananya masih tergolong minim. “Hanya satu yang
boleh dibilang lengkap, RSU di Nisel, jadi pasien yang berasal dari desa di
Nias Selatan sana harus jauh ke rumah sakit yang lengkap itu,” kata Budieli.
Menurut
Budieli, tanpa adanya dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana yang
memadai, mustahil rumah sakit bisa maksimal membantu pasien.
Kritikan
keras lainnya juga disampaikan para anggota
Komisi E lainnya, dr Poaradda
Nababan SpB dari Fraksi PDI Perjuangan dan H Hariyanto dari Fraksi PDI
Perjuangan yang menyoal BPJS Kesehatan.
Mereka
menuding Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai lembaga
yang banyak melakukan penipuan. Karena itu, BPJS Kesehatan layak dibubarkan
atau minimal diregulasi ulang.
“BPJS
itu penipu. Saya berani katakan ini, dan silahkan ditulis di media. Semua yang
dialami oleh rumah sakit-rumah sakit pemerintah karena regulasi dari BPJS
Kesehatan sehingga banyak rumah sakit pemerintah sepi atau mengalami penurunan
jumlah pasien,” ujar Poaradda.
Kata
Poaradda, ada sejumlah rumah sakit milik pemerintah yang mengalami penurunan
jumlah pasien seperti RS Haji, RS Mata, dan lainnya, karena regulasi BPJS
Kesehatan sehingga masyarakat lebih banyak berobat ke rumah sakit swasta. “Saya
kira, kalau BPJS Kesehatan tidak bisa dibubarkan, ya diregulasi ulang, diubah
manajemennya,” ujar Poaradda.
3,5
JUTA WARGA SUMUT TAK IKUT BPJS
Sebelumnya,
H Hariyanto dari Fraksi PKS juga mengkritik banyaknya warga Sumut yang tidak
tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan. “Dan saya dapat informasi ada 3,5 juta
warga Sumut yang tak tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan,” kata Hariyanto.
Akan
tetapi, berdasarkan data, Kadis Kesehatan Sumut, Alwi Mujahid Hasibuan,
menyatakan jumlah 3,5 juta itu bukan tanggung jawab mereka. Oleh pemerintah
pusat, dengan pembiayaan dari APBN terdapat 4,5 juta lebih penduduk Sumut
pembayaran iuran BPJS-nya ditalangi sebagai penerima bantuan iuran (PBI).
Sedangkan dari APBD Sumut jumlah PBI yang ditanggung lebih dari 424.000. Dengan
demikian jumlah total PBI dari Sumut adalah 4.973.565 orang. Atau 33,37% jumlah
penduduk.
“Jadi
penerima bantuan iuran di Sumut sudah melebihi jumlah penduduk miskin yang cuma
9,22% atau 1,32 juta orang. Orang yang seharusnya sudah mampu membayar tetapi
berstatus PBI,” ungkap Alwi.
Dengan
asumsi itu, jumlah 3,5 juta penduduk Sumut yang belum tercover BPJS bukanlah
tanggungjawab pemerintah. Mereka merupakan warga yang harus membayar
kepesertaannya secara mandiri. (PS/GIBSON MARBUN)