Budieli Laia: Rumah Sakit di Nisel Minim Sarana dan Prasarana

/ Jumat, 17 Januari 2020 / 02.11.00 WIB


POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-DPRD Sumut melontarkan kritikan keras kepada Dinas Kesehatan Sumut dan jajarannya, yang terkesan membiarkan sebagian rumah sakit di kabupaten/kota, yang masih minim sarana dan prasana, termasuk tim medis yang sangat dibutuhkan pasien.

“Pelayanan terbaik itu sangat tergantung pada keberadaan sarana dan fasilitas yang lengkap untuk mengobati penyakit pasien,” ujar  anggota Komisi E DPRD Sumut, Budieli Laia (foto) dalam rapat dengar pendapat (RDP)  Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) dan sejumlah kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) di ruang rapat Komisi E, di Medan, Kamis (16/1/2020).

RDP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi E, Hendra Cipta, dan diikuti mayoritas anggota Komisi E seperti H Hariyanto (PKS), Budieli Laia (PDIP), Megawati Zebua(Golkar), Pintor Sitorus (Gerindra), dan lainnya.

Sementara dari Dinas Kesehatan Provsu dipimpin Alwy Hasibuan selaku kepala dinas, dan sejumlah pimpinan UPT rumahsakit seperti dr Rehulina Ginting (Ka. UPT RS Mata), drg Wahid Khusyairi MM (Ka UPT RS Paru Sumut), drg Emmy Simbolon MS (Ka UPT Kusta Lau Simomo), dan lainnya.

Anggota dewan dari PDI-P Budieli Laia memberikan contoh rumah-rumah sakit yang berada di Nias Selatan yang berjumlah tujuh buah, hingga kini tidak dilengkapi tenaga medis, bahkan sarana dan prasarananya masih tergolong minim. “Hanya satu yang boleh dibilang lengkap, RSU di Nisel, jadi pasien yang berasal dari desa di Nias Selatan sana harus jauh ke rumah sakit yang lengkap itu,” kata Budieli.

Menurut Budieli, tanpa adanya dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana yang memadai, mustahil rumah sakit bisa maksimal membantu pasien.

Kritikan keras lainnya juga disampaikan para anggota  Komisi E  lainnya, dr Poaradda Nababan SpB dari Fraksi PDI Perjuangan dan H Hariyanto dari Fraksi PDI Perjuangan yang menyoal BPJS Kesehatan.

Mereka menuding Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai lembaga yang banyak melakukan penipuan. Karena itu, BPJS Kesehatan layak dibubarkan atau minimal diregulasi ulang.

“BPJS itu penipu. Saya berani katakan ini, dan silahkan ditulis di media. Semua yang dialami oleh rumah sakit-rumah sakit pemerintah karena regulasi dari BPJS Kesehatan sehingga banyak rumah sakit pemerintah sepi atau mengalami penurunan jumlah pasien,” ujar Poaradda.

Kata Poaradda, ada sejumlah rumah sakit milik pemerintah yang mengalami penurunan jumlah pasien seperti RS Haji, RS Mata, dan lainnya, karena regulasi BPJS Kesehatan sehingga masyarakat lebih banyak berobat ke rumah sakit swasta. “Saya kira, kalau BPJS Kesehatan tidak bisa dibubarkan, ya diregulasi ulang, diubah manajemennya,” ujar Poaradda.

3,5 JUTA WARGA SUMUT TAK IKUT BPJS
Sebelumnya, H Hariyanto dari Fraksi PKS juga mengkritik banyaknya warga Sumut yang tidak tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan. “Dan saya dapat informasi ada 3,5 juta warga Sumut yang tak tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan,” kata Hariyanto.

Akan tetapi, berdasarkan data, Kadis Kesehatan Sumut, Alwi Mujahid Hasibuan, menyatakan jumlah 3,5 juta itu bukan tanggung jawab mereka. Oleh pemerintah pusat, dengan pembiayaan dari APBN terdapat 4,5 juta lebih penduduk Sumut pembayaran iuran BPJS-nya ditalangi sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Sedangkan dari APBD Sumut jumlah PBI yang ditanggung lebih dari 424.000. Dengan demikian jumlah total PBI dari Sumut adalah 4.973.565 orang. Atau 33,37% jumlah penduduk.

“Jadi penerima bantuan iuran di Sumut sudah melebihi jumlah penduduk miskin yang cuma 9,22% atau 1,32 juta orang. Orang yang seharusnya sudah mampu membayar tetapi berstatus PBI,” ungkap Alwi.

Dengan asumsi itu, jumlah 3,5 juta penduduk Sumut yang belum tercover BPJS bukanlah tanggungjawab pemerintah. Mereka merupakan warga yang harus membayar kepesertaannya secara mandiri. (PS/GIBSON MARBUN)

Komentar Anda

Terkini: