Ketua Komisi D DPRK Lhokseumawe, Pendidikan Dayah harus Menjadi Prioritas Utama

/ Minggu, 01 Januari 2023 / 19.17.00 WIB
ZULKAIDI SE | KETUA KOMISI D

POSKOTASUMATERA.COM|LHOKSEUMAWE - Perkembangan dunia pendidikan Islam terus berkembang, di Aceh Dayah juga berkembang pesat dan bahkan saat ini ada 3 jenis dayah pertama Dayah salafiyah (tradisional), kedua Dayah Modern/ Terpadu dan ketiga dayah tahfizd.

Keberlanjutan Dayah sebagian besar dikelola oleh seorang pimpinan Dayah yang bila pimpinan wafat maka akan digantikan oleh pimpinan yang lain setelahnya, biasanya digantikan oleh anak dari pimpinan Dayah tersebut, atau juga dapat digantikan oleh menantu dan mungkin juga kerabat yang lain.

Demikian dikatakan oleh Zulkaidi ketua Komisi D DPRK Lhokseumawe dalam wawancara eksklusive dengan media ini awal bulan Januari 2023 di gedung DPRK Lhokseumawe.

Ungkap Zulkaidi, Keberadaan Dayah yang sudah lebih seribu tahun berkiprah di tengah-tengah masyarakat Aceh telah banyak memberi kontribusi, dalam sejarahnya kita menemukan kontribusi dayah dalam berbegai cabang ilmu, baik dalam bidang ilmu agama, kemasyarakatan, kenegaraan bahkan juga dalam bidang teknologi.

Kerena hal tersebutlah alumni dayah mendapat tempat dalam masyarakat, tidak hanya didaerahnya sendiri Aceh, tetapi juga ditingkat internasional.

Kompleksitas peran Dayah/Pesantren dalam memperjuangkan kemerdekaan dan membina masyarakat mendapat perhatian khusus pemerintah, khususnya spirit dan loyalitas santri pada tanah Air, loyalitas tersebut memuncak dengan munculnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.

Resolusi Jihad tersebut merupakan seruan ulama- santri yang mewajibkan setiap muslim Indonesia untuk membela Tanah Air dan mempertahankan NKRI. Hal tersebut memicu pecahnya beberapa peristiwa perlawanan terhadap keinginan Belanda untuk kembali menduduki Indonesia, misalkan peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Dasar perjuangan panjang inilah kemudian atas usul beberapa ulama dan ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, Jawa Timur pada 27 Juni 2014 mengusulkan hari santri yang dilakukan saat menerima kunjungan Joko Widodo yang kala itu merupakan calon presiden.

Pada kesempatan tersebut, Jokowi menandatangani komitmennya untuk menjadikan tanggal 1 Muharram sebagai Hari Santri. Sumber laman web Nahdlatul Ulama (NU). Namun kemudian NU mengusulkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Yang dilator belakangi oleh pencetusan Resolusi Jihad oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari sebagai respons perlawanan terhadap Belanda yang kembali menyerang tanah air pasca kemerdekaan.

Sebagai ulang kaji adapun Fatwa Resolusi Jihad yang dimaksud berisi tiga poin, yakni:

Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhu ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin, meskipun bagi orang fakir,
Hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan musuh (NICA) serta komplotan-komplotannya adalah mati syahid.

Hukum untuk orang yang memecah persatuan kita sekarang ini, wajib dibunuh.
Pada tanggal 15 oktober 2015, presiden mengeluarkan Keputusan Presidden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri dan bagian dari perhatian negara terhadap perjuangan rakyat Indonesia, dan pada tanggal 15 Oktober 2019 lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren.

Sedangakan di Aceh, kepedulian Pemerintah terhadap pendidikan Dayah mulai terformal dimulai sejak tahun 2008 dengan lahirnya Badan Pembinaan dan Pendidikan Dayah yang bertugas mengurusi penyelenggaraan pendidikan dayah dengan didasari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan kemudian diperkuat dengan lahirlah Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan pendidikan Dayah yang ditandatangani pada tanggal 31 Desember 2018.

Sambung Zulkaidi, Kehadiran Qanun tersebut menjadi spirit tersendiri dalam penyelenggaraan pendidikan dayah, spirit tersebut harus terkemas dalam kondisi apapun, di peringatan hari santri 22 Oktober 2022, Zulkaidi berharap spirit Qanun 9 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah Aceh dapat menjadi nilai tersendiri dalam penguatan hak-hak santri serta dunia pendidikan dayah atau pesantren dalam perolehan hak dan pemenuhan kewajibannya serta upaya peningkatan dan penguatan penyelenggaraan pendidikan Dayah.

Sedikit merujuk ke Qanun yang dilahirkan oleh pemerintahan Aceh dalam rangka tindak lanjut terhadap kebutuhan aturan hukum dan rumusan kebijakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan dayah di Aceh. Adapun pengaturan dalam Qanun tersebut mengatur kewenangan diantaranya terkait :

Kebijakan, Pembiayaan,l Kurikulum dan pengajaran, Sarana dan prasarana,
Pembinaan terhadap pimpinan, pendidik, tenaga kependidikan dan thalabah,
Penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan dayah, Pengelolaan dayah terpencil, dayah perbatasan dan dayah madrasah Ulumul Quran, Kerjasama,
Pemberdayaan Ekonomi dayah, dan
Bidang lain sesuai peraturan Perundang-undangan Kesepuluh kewenangan tersebut kemudian menjadi hal penting sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan dayah di Aceh.

Agar terukur dan sistematis terhadap peran kehadiran pemerintah dalam penyelenggaraan dan pengelolaan dayah sebagai lembaga yang memberi kontribusi besar terhadap perjuangan kemerdekaan Bangsa.
Kembali ke Qanun kita coba untuk melihat beberapa hal yang urgent dalam rangka penguatan misalnya apa yang harus disiapkan oleh Instansi yang bertugas melakukan penyelenggaran pendidikan dayah disektor kebijakan diantaranya adalah:

Melaksanakan koordinasi dan singkronisasi kebijakan dan program dengan kabupaten/kota Menetapkan standar pendidikan dayah
Melaksanakan sosialisasi standar pendidikan dayah Melaksanakan fasilitasi peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dayah.

Melaksanakan pengawasan terhadap pendirian satuan pendidikan dayah
Melaksanakan pemantauan dan evaluasi satuan pendidikan dayah Menyelenggarakan dan/atau mengelola pendidikan dayah bagi talabah berkebutuhan khusus, Membantu memfasilitasi pendirian ma’had aly dan program studi yang dibutuhkan.

Melaksanakan sistem informasi manajemen pendidikan dayah Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan berkaitan dengan pendidikan dayah Memfasilitasi kerjasama antar dayah baik dalam maupun luar negeri Serta masih banyak persoalan lain yang diatur dalam Qanun tersebut sebagai dasar penyelenggaran pendidikan dayah dan bukti kepedulian pemerintah terhadap dunia pendidikan dayah di Aceh. Selain itu masih ada hal-hal yang mengakar yang perlu di aktualisasikan dan didiskusikan secara bersama untuk kemuslihatan dunia pendidikan Dayah.

Diluar itu perlu penguatan-penguatan secara terukur dan terstruktur agar ijazah yang dikeluarkan oleh dayah dapat dipakai dan diterima dimana saja, baik pemerintah maupun swasta, tentunya dengan formulasi manajemen tertentu yang menjadi basis dasar dunia pendidikan di dayah, ujar Zulkaidi. (ADV)
Komentar Anda

Terkini: