Penyelidikan Kematian Bayi Diduga Korban Bahan Praktek PPDS di RS USU Dipimpin Direktur Pelayanan Medis

/ Kamis, 23 Juli 2020 / 02.38.00 WIB

WAWANCARA: Humas RS USU M Zeinizen saat diwawancarai wartawan terkait dugaan kematian bayi diduga praktek PPDS. POSKOTASUMATERA/GIBSON MARBUN

POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Rumah Sakit (RS) Universitas Sumatera Utara (USU) menunggu penyelidikan kematian Balita bernama Irsan Qabel Al-kahfi Ginting yang diduga orangtuanya menjadi bahan praktek Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran USU.

Humas RS USU M. Zeinizen disambangi wartawan, Rabu (22/7/2020) mengatakan, manajemen RS USU masih menunggu hasil investigasi dipimpin Direktur Pelayanan Medis dr. Riya Ikhsan.

“Kami masih melakukan penyelidikan.  Kalau sudah selesai nanti akan diumumkan oleh Rektor. Penyelidikan dipimpin oleh dr. Riya Ikhsan. Saya tidak mau banyak komentar sebelum hasil penyelidikan, sabar ya kita tunggu hasilnya,” kata M Zeinizen.

Dia juga mengaku telah melakukan satu kali pertemuan dengan orang tua korban bayi yang selanjutnya akan melakukan pertemuan berikutnya.

Dia menjelaskan, secara struktur Manajemen, RS USU di bawah pengawasan Rektor USU, Direktur Utama langsung ke Rektorat. “Artinya Pihak Biro Rektor ikut membahas persoalan ini. Hasil investigasi akan diumumkan Rektor,” pungkasnya.

Sebelumnya, Erzan dan Maulida yang merupakan orangtua bayi malang ini mengaku, anaknya menderita penyakit Hernia akan dioperasi oleh dokter Erjan, SpBA pada hari minggu 12 Juli 2020, namun bayi ini meninggal dalam keadaan yang diduga terjadi Malpraktek.

Orang tua dari bayi malang tersebut sangat terpukul akibat perlakuan dari mahasiswa/mahasiswi FK kedokteran USU yang tergabung dalan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FK kedokteran USU-Medan Sumatera Utara.


PPDS yang menangani bayi mungil Irsan berumur 2 bulan tersebut dilakukan tanpa perintah dan instruksi dari Dr.Hasanul Arifin melakukan pembiusan dan penanganan yang bukan seharusnya mereka kerjakan.

"Dokter spesialis anak (Dr.Erjan) saja datangnya 45 menit setelah PPDS bius bang, mereka lakukan dengan cara yang sama seperti manusia dewasa," terang Erzan mengawalinya dengan sedih.

“Anakmu dimasukan selang kemulutnya ngak bisa-bisa sama PPDS bedahnya udah 3x itu,bisa mati anakmu itu…!!” kata Dr.Erjan memarahi PPDS tersebut sebagaimana ditirukan orangtua bayi meninggal ini.

“Mereka melakukan suntik bius seperti melakukan suntik mati,pasalnya cara menyuntikannya langsung dalam hitungan 10 detik dengan CC obat bius yang tidak akurat, begitu anak saya dibius PPDS langsung muntah dan pingsan. Seharusnya menyuntik bayi umur 2 bulan dihitung akurat berat badannya dan harus pelan-pelan memasukan obat biusnya, namun dilakukan tidak diruang operasi akan tetapi diruang tunggu pasien operasi," ungkap Erzan dan Maulida menangis mengenang saat awal anaknya dilakukan seperti kelinci percobaan PPDS FK-USU.

Diterangkan lebih lanjut dalam surat pernyataan pihak keluarga kronologi kejadian Bayi malang yang dioperasi Hernia oleh Rumah Sakit USU tidak pernah dihadiri oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) anak, Anastesi dan Bedah.

Permasalahan malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan): PASAL 190 ayat (2) Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan berbunyi "dalam hal perbuatan sebagai mana di maksud pada ayat 1 mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 miliar.

Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa : a. pencabutan izin usaha, b. pencabutan status badan hukum.

Hal ini akan dilakukan proses hukumnya di Poldasu dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Keluarga selain menuntut pidananya juga akan menuntut agar di cabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP). (PS/REL/GIBSON MARBUN)

Komentar Anda

Terkini: