Banjir Rob di Medan Utara Adalah Bencana Yang Berkelanjutan

/ Senin, 21 September 2020 / 10.05.00 WIB
R. Khairil Chaniago, Putra Asli Medan Utara / Ketua Presidium Lintas Eksponen 98 Sumut.

POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN- Banjir air pasang laut (banjir Rob) yang sudah beberapa tahun belakangan ini melanda Kecamatan Medan Belawan, serta sebagian Medan Labuhan dan Medan Marelan, kini semakin memprihatinkan dan meresahkan, karena ketinggian air pasang sudah diatas rata – rata normal dan menenggelamkan puluhan ribu rumah warga, serta kerap terjadi baik pada waktu siang maupun malam. 
Seperti yang dikatakan Khairil kepada wartawan, Minggu (20/9/2020) di Belawan. "Hal ini tidak bisa lagi sekedar dianggap siklus alam belaka, situasi ini sudah bisa diklasifikasikan sebagai bencana, sebab telah mengancam, keselamatan maupun kesehatan masyarakat, munculnya bibit penyakit, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Tentu hal ini tidak bisa terus kita biarkan, Pemerintah daerah perlu hadir dan membuka mata untuk segera mengambil langkah solutif untuk menanganinya," Tegas R.Khairil Chaniago.
Untuk menyelesaikan masalah ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui sumber masalahnya agar langkah – langkah penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan terukur dan objektif. 
Khairil menjelaskan menurutnya ada beberapa factor yang menyebabkan hal ini terjadi disamping factor pemanasan global, yakni antara lain rusaknya zona penyangga (Buffer Zona) akibat beralihnya fungsi hutan mangrove, reklamasi alur laut untuk pengembangan pelabuhan Belawan, pendangkalan yang terjadi diseputaran wilayah pantai, drainase yang kurang tertata dengan baik dan menumpuknya sampah.
Rusaknya zona penyangga (Buffer Zona) ini tidak terlepas dari beberapa kegiatan antara lain :
1. Pengalihan lahan mangrove menjadi areal PLTU seluas lebih kurang 120 hektar yang terletak di paluh kurau
 2. Pengembangan untuk usaha budidaya tambak baik di kelurahan sicanang  maupun di seputaran sungai dua
3.Pengembangan kawasan perkebunan sawit yang menutup beberapa jalur paluh di daerah paluh kurau dan sekitarnya.
4. Perubahan kawasan mangrove menjadi depo peti kemas. Dampak dari perubahan fungsi zona penyangga ini mengakibatkan air pasang kekurangan akomodasi dan akhirnya meluber ke wilayah pemukiman penduduk, kondisi Ini menujukkan bahwa proteksi pemerintah terhadap buffer zona sangat lemah.
Dalam perencanaan wilayah atau kawasan, buffer zona  adalah sesuatu yang mutlak, tidak boleh ada pembangunan atau dibiarkan sebagaimana mestinya , kawasan ini harus dipertahankan sebagaimana aslinya untuk memelihara keseimbangan ekologi. Jangan sampai  konsep rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang terkesan mengabaikan undang - undang no 26 tahun 2007 Tentang penataan ruang yang mengisyaratkan untuk mendukung upaya pengurangan resiko bencana dan prioritas pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat. 
Maka solusi terdekat yang harus dilakukan adalah Pemerintah Propinsi sumatera utara adalah melaksanakan “Pemulihan Ekosistem” Mangrove yang ada di pesisir pantai Kota Medan maupun kabupaten tetangga, karena Kota Belawan disisi Barat dan Timurnya diapit oleh 2 (dua) zona penyangga yaitu paluh kurau dan sungai dua yang secara adminitrasi masuk kedalam wilayah Deli Serdang. 
Solusi berikutnya adalah lakukan moratorium atas pembangunan depo – depo peti kemas yang berada di areal sepadan pantai belawan sebelum ada kajian teknis yang menjamin terjaganya kelestarian lingkungan yang mendukung kenyaman hidup masyarakat di belawan.  
Dan selanjutnya lakukan evaluasi terhadap Kajian Tenaga Ahli atas penyusunan dokumen AMDAL pada pekerjaan  reklamasi alur laut guna pembangunan dermaga pelabuhan Pelindo 1, hal ini berkaitan dengan  rona awal dan dampak yang ditimbulkan akibat pelaksanaan proyek pembangunan tersebut bagi wilayah hunian masyarakat.
Adapun terkait rencana pembangunan tanggul laut untuk mengatasi banjir air pasang laut, mungkin itu bisa dikategorikan solusi jangka menengah dan jangka panjang, sebab rencana tersebut sudah berulang kali di wacanakan sejak tahun 2016 tanpa realisasi dengan alasan revisi dan peninjauan ulang, namun sebagai cermin kita bisa melihat apa yang terjadi di Semarang, dimana tanggul laut ternyata belum mampu memberikan penyelesaian masalah secara tuntas.
Pemerintah kota medan dan propinsi harus bertindak cepat dan tepat untuk memulihkan situasi, sikap tegas berbasis prinsip – prinsip keadilan bagi masyarakat perlu di terapkan, jangan sampai bisnis kaum pemodal lebih di utamakan dengan mengabaikan tujuan dari Rencana Detail Tata Ruang  (RDTR) yaitu mewujudkan wilayah yang sejahtera, merata, berdaya saing dan berwawasan lingkungan, sesuai perda  Nomor 2 tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara yang berorientasi kepada terciptanya lingkungan dan ruang yang nyaman, asri dan teratur.
Belawan adalah pintu gerbang perekonomian nasional  bagian barat, karena  di kecamatan medan belawan terdapat pelabuhan terbuka untuk perdagangan internasional, nasional dan regional, yang menjadi  urat nadi perekonomian sumut dan Propinsi lainnya di Pulau Sumatera
Jika para pimpinan daerah ini terus menutup mata, maka kiranya semua warga belawan, labhuan deli, marelan yang terkena dampak pasang rob, harus melakukan konsolidasi untuk melakukan sebuah pergerakan, karena biasanya penguasa hanya dapat terdidik dengan sebuah perlawanan.(PS/DIAN)

Komentar Anda

Terkini: