Ungkap Kerja Rodi, LPSK Minta Mendagri Dan BNN Sikapi Kasus Panti Rehabilitasi Ilegal

/ Sabtu, 29 Januari 2022 / 12.08.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM - MEDAN - Pasca operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kabupaten Langkat TRP dan ditetapkannya sebagai tersangka tindak pidana korupsi (Tipikor), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia merespon.

Respon LPSK RI dikarenakan, adanya temuan kerangkeng (rutan ilegal) dirumah kediaman Bupati Kabupaten Langkat, Sumatera Utara Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) menurut Tim Pro Aktif. Kegiatan pro aktif ini dimaksudkan untuk mendalami kebutuhan perlindungan kepada saksi dan korban, bila dalam temuan rutan ilegal tersebut ditemukan dugaan tindak pindana, LPSK siap memberikan perlindungan kepada saksi dan korbannya.

Untuk keperluan tersebut ,LPSK melakukan koordinasi dan pengumpulan keterangan dari Kementerian, lembaga terkait, dan mantan tahanan yang mengalami penahanan ilegal.

"Dari informasi yang LPSK peroleh, terdapat indikasi terjadi dugaan perampasan kemerdekaan, dugaan perdagangan orang dan penyiksaan, serta kemungkinan pembiaran tindakan penahanan ilegal oleh TRP sebagai pejabat publik,"ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Parogi Pasaribu, Sabtu (29/1/2022).

Terjadinya pembiaran penahanan ilegal yang dilakukan TRP sebagai pejabat publik, LPSK menimbulkan sejumlah pertanyaan - pertanyaan yang menjadi tolok ukur penyelidikan Tim LPSK dalam mengusut adanya kerangkeng di rumah kediaman Bupati Kabupaten Langkat tersebut.

Sejumlah pertanyaan tersebut, yakni : Apa rencana TRP selaku tokoh masyarakat daerah membuat rutan ilegal ?, Apa motif kepentingannya ?, Siapa, mereka (orang - orang) yang dimasukan dalam rutan tersebut ?, Mengapa mereka dimasukan ke dalam rutan tersebut ?, dan Kenapa akses keluarga yang didalam rutan tersebut dibatasi ?, Benarkah, tidak ada pembebanan biaya kepada para tahanan atau keluarganya ?, Mengapa para tahanam tersebut tumduk pada kemauan pelaku ?, Dan Mengapa para tahanan tidak diberi kebebasan ibadah, berkomunikasi dan berhubungan dengan keluarga ?.

"Dinamika perkembangannya, temuan rutan ini terdapat beberapa dinamika yang menarik. Adanya klaim dari sejumlah pihak yang menyatakan, rutan ilegal itu ialah panti rehabilitasi para pecandu narkoba. Namun, dalam penelusuran LPSK, beberapa orang yang pernah ditahan bukan pecandu narkotoba. Bila merujuk standart Internasional VNODC - WHO, untuk pengobatan gangguan penyalahgunaan Napza terdapat beberapa prinsip,"terangnya.

Ketua LPSK memaparkan, beberapa prinsip standart Internasional VNOD menurut WHO untuk para pecandu Napza. Prinsip tersebut yaitu, pengobatan/perawatan harus tersedia, dapat diakses, menarik dan sesuai. Kemudian, jaminan standart etik pelayanan pengobatan, harus menghormati HAM. Tidak menggunakan tindakan merendahkan/mempermalukan, memiliki jaminan untuk mengundurkan diri setiap perawatan pecandu (korban) harus didasarkan pada bukti ilmiah, dan lain - lain.

Kejanggalan juga didapat LPSK dari keterangan sejumlah pihak yang menyatakan, tempat itu dirasakan oleh masyarakat tersebut, terdapat informasi diduga telah jatuh korban tewas yang tubuhnya terdapat tanda - tanda luka. Informasi ini tentu masih perlu ditindak lanjuti pembuktiannya dengan proses hukum. "Masyarakat membantu pasien yang berada di karangkeng untuk merusak jeruji besi. Dari informasi media online Binjainews.com (27/1), dengan judul terungkap "tawanan di panti bodong bupati langkat disiksa sampe meninggal dunia,"ungkapnya.

LPSK mendapatkan dokumen yang berisikan, adanya surat pernyataan yang ditandatangani keluarga, penanggung jawab, dan saksi - saksi yang menyerahkan korban kepada tempat oenahanan tersebut untuk rehabilitasi narkoba. Bahkan, dalam pernyataan terdapat klausul, pihak keluarga tidak akan pernah memohon atau meminta untuk mengeluarkan anaknya sebelum 1,5 tahun. Terkecuali ada instruksi dari pembina.

"Apalabila ada hal - hal yang terjadi terhadap anak keluarga korban selama di dalam masa pembinaan, seperti sakit atau meninggal dunia, maka pihak keluarga tidak akan menuntut kepada pihak pembina dari segi apa pun,"katanya.

Ada surat pernyataan dari mantan tahanan yang di assesmen oleh BNNP/BNNK yang menyatakan korban tidak mau di rehabilitasi. Padahal, rehabilitasi atas saran dokter, pembiayaan dapat difasilitasi oleh BNN secara gratis. 

"Ada dokumen yang menunjukan adanya pembayaran yang dilakukan terkait dengan penahanan. Ada juga dokumen catatan kunjungan dokter terhadap para tahanan dari tahun 2016 sampai dengan 2019. Pada dokumen yang ditemukan, ada istilah - istilah yang digunakan. Seperti piket malam, piket cuci piring, piket kereng, kereng, palkam, tahanam, uang tamu,"paparnya kembali.

Istilah - istilah yang terdapat di dokumen itu, mirip dengan istilah yang kerap dikenal dan didengar di Lapas (Lembaga Permasyarakatan) ataupun rutan negara. 

LPSK juga melihat, sikap yang berkembang dari beberapa mantan tahanan dan keluarganya yang seolah - olah tidak mengalami hal - hal yang merugikan dari peristiwa tersebut, dapat dipahami bila merujuk pada posisi pelaku. Oelaku adalah ketua organisasi kemasyarakatan (ormas), pengusaha, dan pejabat daerah (orang kuat lokal/strongman). 

"Dalam hal ini, Polisi haris tetap bersandar pada rumusan undang - undang untuk menemukan ada tidaknya pidana dari temuan atas penahanan ilegal itu,"katanya.

Pada konferensi Pers, LPSK menyampaikan rekomendasi untuk dapat dilaksanakan oleh pejabat Pemerintah Kabupaten Langkat. Adapaun rekomendasi tersebut, meminta Plt Bupati Langkat untuk menertibkan fasilitas rutan ilegal, Dinas Sosial, BNNP/K untuk secara aktif sosialisasi dan memfasilitasi para pecandu narkotika direhabilitasi dengan fasilitas gratis, Menteru Dalam Negeri (Mendagri) agar memastikan tidak ada kepala daerah lainnya yang melakukan perbuatan serupa.

"Perlu dilakukan rehabilitasi psikologis para mantan tahanan. Penyidik perlu mendalami dugaan terjadi penganiayaa, perampasan kemerdekaan dan perdaganan orang serta pembiaran terjadinya tindak pidana narkotika yang dilakukan Bupati Langkat TRP,"tutupnya. (PS/Ricky)
Komentar Anda

Terkini: