Protes Anak Marguru Hingga Dini Hari, Oknum Pendeta Malah Pecat Jemaatnya

/ Rabu, 01 Juni 2022 / 20.20.00 WIB

 


POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Rico Lumban Toruan warga Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintong Ni Huta Kabupaten Humbang Hasundutan mengaku tersayat hatinya dan terpukul ketika mendengar dan menerima surat keputusan pemecatan dirinya dari keanggotaan jemaat Gereja tempat yang bersangkutan  melaksanakan ibadah Minggu selama puluhan tahun, oleh oknum Pendeta Resort berinisial JFM.

Menurut pengakuan Rico, Selasa (31/5/2022) pemecatan tersebut merupakan buntut dari tindakannya yang mendatangi kediaman oknum pendeta dan spontan memprotes sikap pendeta yang dinilai kerap menggelar pendidikan rohani atau kegiatan Marguru bagi Muda Mudi Gereja hingga larut malam.  Dimana Putrinya turut serta dalam kegiatan. Yang kemudian peristiwa yang diabadikan oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu pun sontak viral di media sosial.

Ironisnya kata Rico, kata pengantar yang tertera dalam unggahan video kejadian yang dibagikan oleh pemilik akun Suhardiman Manulang tidak pada cerita yang sebenarnya.  Dalam kata pengantar disebutkan peristiwa terjadi pada Minggu malam,  namun kebenarannya adalah Jumat malam. Dan dituliskan juga bahwa aksi protes itu dilakukan pada jam 8 malam, padahal sudah jam 12 malam.

Rico menjelaskan, tindakan itu dilakukan sebagai wujud naluri seorang Ayah  yang mengkhawatirkan putrinya. Semua Bapak pastinya merasakan dan beraksi serupa, ketika mengetahui putrinya masih berada di luar rumah hingga larut malam. 

Anehnya lagi kata Dia, Rico justru tidak menemukan adanya kegiatan pembelajaran rohani saat dirinya memasuki rumah dinas sang pendeta Resort. Sejauh pandangan nya saat itu, dirinya hanya mendapati beberapa muda/mudi yang tengah asik menonton dan bermain HP dan ada juga yang berada di dapur.

"Jadi begini lae,  sebenarnya kejadian ini sudah berulang-ulang. Jadi yang terakhir ini, awalnya saya masih bersama putri ku di salah satu rumah keluarga di pasar baru sekitar jam 10 malam. Akan tetapi tiba-tiba datang panggilan ke nomor handpone putri saya, yang mengatakan ajakan marguru atau pendidikan kerohanian.  Lantas aku bingung dan bertanya ke putri saya,  mengapa kegiatan marguru sampai jam 10 malam," urainya dalam bahasa daerah.  

"Selanjutkan kami pulang kerumah. Karena merasa lelah, aku tertidur beberapa lama. Dan tiba-tiba lagi,  orang rumah (istri) membangunkan saya dengan raut wajah gusar dan sedikit menangis, seraya mempertanyakan keberadaan putri kami yang pada saat itu jam 12 malam belum pulang ke rumah. Spontan saya bangkit dan panik, seraya keluar rumah mencari keberadaan nya.  Awal nya saya berfikir kalau mereka marguru di gereja.  Namun setiba disana saya tidak menemukan siapa-siapa.  Ketika mendapat info bahwa mereka semua marguru di rumah pendeta.  Saya langsung bergegas ke kediaman pendeta dan dan mengetuk pintu rumahnya.  Setelah dibuka saya justru tidak melihat adanya situasi marguru.  Spontan saya protes dan saya akui ada mengeluarkan nada-nada keras.  Dan saya rasa itu wajar sebagai orang tua, yang kawatir terhadap anaknya.  Serta menilai kegiatan marguru yang digelar hingga jam 12 malam sudah diluar logika. Parah nya lagi, fakta peristiwa itu seolah diputar balikan oleh mereka, dengan mengunggah video protes yang diduga diabadikan istri sang pendeta oleh pemilik akun Suhardiman Manulang, " ungkapnya kepada Awak media via selular.

Atas peristiwa itu lah oknum pendeta resort J.F.M memecat Rico sebagai jemaat di gereja  dan keluarga nya bahkan orang tua nya terdahulu melakukan ibadah setiap minggu di Gereja tersebut.

Demi keberimbangan penyajian berita, Sang Pendeta Resort yang kemudian dikonfirmasi media terkait legal standing penerbitan surat keputusan pemecatan terhadap Umat nya yang merupakan jemaat di gereja, tempat dirinya bertugas melayani justru terkesan menolak memberikan penjelasan.  

"Jadi ini begini pak.  Ini gak bisa dipublikasikan dulu.  Karena ada kerjaan kami.  Jadi kapan-kapan lah kita cerita ya," jawabnya singkat.  

Ketika dipertegas bahwa keluhan pihak yang merasa dirugikan telah masuk ke meja redaksi dan penting untuk tujuan keberimbangan publikasi.  Lagi lagi Pendeta JFM  enggan menjawab. "Kapan-kapan lah kita cerita lae," dalihnya.

Heran nya lagi,  melalui pesan WhatsApp sang Pendeta yang mendefenisikan konfirmasi sebagai meja peradilan malah mengarahkan awak media untuk berbicara kepada salah seorang oknum wartawan yang berperan sebagai Sintua di gereja yang dipimpinnya.  
 

"Ke amang Sihombing lah amang bicara.  Kebetulan Sintua kita amang itu di gereja kita. Dan bisa jadi saksi amang itu. Terima kasih," tulisnya.  

Menanggapi adanya kebijakan salah seorang oknum pendeta resort yang menerbitkan surat pemecatan terhadap umatnya sendiri sebagai anggota jemaat gereja,  Mantan Kordinator Wilayah (Korwil)  GKPI, Maurid Simamora yang dimintai tanggapan mengatakan, kebijakan pemecatan jemaat dari keanggotaan gereja tergantung tingkatan kasus yang sedang terjadi.

Menurut Maurid proses pembinaan kesalahan  melalui beberapa tahapan, dimulai dari adanya  peringatan  dan tata kegembalaan. Bila hal ini sudah dilewati maka masuk kepada pemecatan.  

Namun perlu juga diketahui apakah semua tahapan atau tingkatan itu dilaksanakan.  Oleh karena itu, diakui nya bahwa dirinya tidak dapat menjawab sepenuhnya tentang apa yang dipertanyakan media terkait aturan baku dalam lembaga gereja atau Persatuan Gereja Indonesia yang diperkenankan menerbitkan surat pemecatan terhadap jemaat.

Ditempat terpisah, tanggapan serupa juga disampaikan Jadiaman Gultom,  mantan Ketua PGI Kabupaten Humbang Hasundutan.  Kepada awak media mantan Ketua PGI ini mengemukakan pada prinsip nya,  PGI menghormati tata tertib di masing-masing gereja.  Namun,  bicara soal pemecatan jemaat dari keanggotaan gereja menurut dia merupakan sebuah keputusan yang pertimbangan nya harus melewati berbagai rangkaian.

Itu dirasa penting sebab,  pemecatan jemaat berdampak pada hilangnya hak dan kewajiban jemaat dari berbagai bentuk pelayanan gereja.  Sehingga harus melalui pertimbangan dan pembahasan yang serius.  Selain itu,  tingkat kesalahan pun harus dikaji lebih dalam.  Apakah masuk kategori kesalahan intolerir atau tolerir. Jangan pula nantinya, tindakan pemecatan tersebut diartikan sebagai perbuatan sewenang-wenang. (PS/FIRMAN)

Komentar Anda

Terkini: