KETUA KOMISI A : Pelayanan Masyarakat menjadi Ukuran Kinerja Pemerintah Lhokseumawe

/ Kamis, 05 Januari 2023 / 23.27.00 WIB
Faisal bersalaman dengan Pj Walikota. (FOTO/PS/IQBAL)

POSKOTASUMATERA.COM| LHOKSEUMAWE - Pelayanan kepada masyarakat saat ini sudah menjadi ukuran kinerja pemerintah, apakah pemerintah berhasil atau gagal. Masyarakat di pascareformasi ini sudah kian memahami hak-haknya, dan berani bersuara untuk menuntut, jika mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Sebagai contoh, pelayanan pemberian dokumen oleh pemerintah, antara lain yang dimulai dari seseorang yang lahir memperoleh akta kelahiran hingga meninggal dan memperoleh akta kematian. Termasuk segala diperlukan penduduk menjalani kehidupannya, seperti memperoleh izin mendirikan bangunan, izin usaha, sertifikat tanah, dan surat nikah.

Demikian dikatakan oleh Faisal ketua Komisi A DPRK Lhokseumawe belum lama ini di gedung DPRK setempat. Menurutnya Pelayanan publik adalah tanggung-jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pada era desentralisasi dan semakin kuatnya demokratisasi saat ini, maka tuntutan akan tanggung jawab pelayanan publik juga semakin kuat dan terbuka.

Pada saat ini kinerja manajemen pelayanan publik ini sudah menjadi ukuran kinerja pemerintah daerah, terutama kepala daerahnya. Dalam berbagai kesempatan ketidakpuasan masyarakat atas kinerja pelayanan publik ini kian banyak diungkapkan oleh masyarakat secara terbuka.

Masyarakat menuntun penyelenggaraan manajemen pelayanan lebih responsif atas kebutuhan masyarakat, transparan, partisipatif dan akuntabel.Yang selalu menjadi acuan adalah kesepakatan akan target yang ingin dicapai dengan perbaikan manajemen pelayanan tersebut agar menjadi lebih cepat, mudah, tepat, merata, sesuai kebutuhan, terjangkau, dan murah, ungkap Faisal.

Maklumat Pelayanan adalah pernyataan tertulis dari SKPD dan/atau unit pelayanan yang menjelaskan standar pelayanan yang dijamin. Selama ini munculnya sikap, anggapan dan penilaian masyarakat terhadap pemerintahan yang terkesan tidak baik.

Misalnya kesan bahwa birokrasi adalah prosedur yang berbelit-belit dan mempersulit urusan. Adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam pelayanan sektor publik. Bahkan dalam pelayanan publik muncul jargon:

“Kalau masih bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?” atau kalau kita berurusan dengan pelayanan pemerintah, mungkinkan akan ada penawaran dari aparatur pelayanannya, “mau lewat jalan tol atau biasa…?”.

Untuk mencapai target ini diperlukan peningkatan manajemen pelayanan. Ini menyangkut perbaikan Prosedur, Personil, Peraturan (Kebijakan) dan Organisasi yang bisa disingkat menjadi 3PO. Keempatnya menjadi bagian-bagian yang tidak terpisahkan.

Oleh karena yang pertama-tama dipermasalahkan biasanya adalah aspek organisasi, dimulai dari Organisasi pengelolaan pelayanan, kemudian mengalir ke Prosedur pelayanan yang sesuai dengan organisasinya, kemudian ke personil yang sesuai dengan kebutuhan organisasi dan prosedur, dan akhirnya ke Peraturan yang diperlukan untuk mengukuhkan sistem pelayanan baru yang lebih efektif dan efisien.

Contoh-contoh tersebut relevan dengan apa yang pada umumnya dikeluhkan masyarakat:  Prosedur pelayanan berbelit-belit, tak jelas apa persyaratan yang diminta, warga “diping-pong”, tidak jelas berapa lama akan selesai, tidak jelas berapa besar biaya yang diperlukan.

Personil yang melayani dan pendukungnya kurang professional, tidak mengerti apa yang harus dilakukan, tidak melayani tapi bersikap sebagai “penguasa”.  Policy (kebijakan/peraturan) yang jadi acuan pelayanan tidak jelas. Kebijakan itu pula yang menyebabkan penanggungjawab urusan tidak jelas, prosedur berbelit-belit, selain itu antar peraturan banyak yang ”bertabrakan”. Ungkap Faisal politisi muda dari partai Aceh.

Organisasinya semrawut, tak jelas siapa yang bertanggung jawab, terjadi tumpang tindih, atau bahkan tak ada yang bertanggungjawab, Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik.

Paradigma good governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian besar stakeholder pemerintahan di pusat dan daerah, dan menumbuhkan semangat pemerintah daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mamajemen pemerintahan daerah, guna meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Banyak pemerintah daerah yang telah mengambil langkah-langkah positif didalam menetapkan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip good governance.

Selain itu, pelayanan birokrasi juga menjadi indikator utama bagi masyarakat untuk menilai sejauhmana pelaksanaan good governance di daerah sudah berjalan dengan baik, akhiri Faisal.

Solusinya menurut politisi Partai Aceh dengan belajar dari pengalaman dimasa lalu, untuk menjamin agar upaya peningkatan kualitas pelayanan pablik benar-benar dapat direalisasi secara nyata, ke depan salah satu perangkat yang dibutuhkan sebagai acuan adalah adanya Standar Pelayanan (SP).

Birokrasi di era otonomi daerah ini tidak bisa tidak harus mempunyai tolok ukur yang digunakan untuk menilai kinerja pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat umum. SP merupakan standar pelayanan publik yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.

Adanya SP akan menjamin pelayanan minimal yang berhak diperoleh warga masyarakat dari pemerintah daerah. Dengan kata lain, SP merupakan tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat seperti: kesehatan, pendidikan, air minum, perumahan dan lain-lain.

Di samping SP untuk kewenangan wajib, daerah dapat mengembangkan dan menerapkan standar kinerja untuk kewenangan daerah yang lain. Dengan SP, akan terjamin kualitas minimal dari suatu pelayanan publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Dengan demikian, akan terjadi pemerataan pelayanan publik dan terhindar dari kesenjangan pelayanan antar daerah. Harus dibedakan antara pemahaman tentang SPM dan persyaratan teknis dari suatu pelayanan. Standar teknis merupakan faktor pendukung untuk mencapai SP. Secara garis besar, arti penting SP bagi daerah adalah:

Pertama: SP dapat bermanfaat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untu menyediakan suatu pelayanan publik. Kedua: SP dapat dijadikan dasar dalam menentukan anggaran kinerja berbasis manajemen kinerja.

Ketiga: adanya SP akan memperjelas tugas pokok pemerintah daerah dan akan merangsang terjadinya check and balances yang efektif antara lembaga-lembaga eksekutif dan lembaga DPRD.

Keempat: adanya SP akan dapat membantu pemerintah daerah dalam merasionalisasi jumlah dan kualifikasi pegawai yang dibutuhkan. Kejelasan pelayanan akan membantu pemerintah daerah dalam menentukan jumlah dan kualifikasi pegawai untuk mengelola pelayanan publik tersebut.

Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan efesiensi dan profesionalisme birokrasinya. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan yang akan terjadi.

Untuk mengefisienkan dan memprofesionalkan birokrasi, pemerintah daerah perlu memperbaiki mekanisme rekruitmen pegawai, meninjau kembali metode pendidikan dan pelatihan pegawai, memperbaiki reward and punishment system, meningkatkan gaji dan kesejahteraan pegawai, serta mengubah kultur organisasi, demikian clossing statemen sang orator parlemen dari Partai Aceh. (ADV)

Komentar Anda

Terkini: