LARANG: Satpam Kejaksaan Negeri Labuhanbatu yang melarang Wartawan ketemu Kajari Labuhanbatu untuk konfirmasi dengan alasan Kajari sedang rapat. POSKOTA/OKTA
POSKOTASUMATERA.COM-RANTAUPRAPAT-Buntut adanya pengaduan
DPD Instruktion Corruption National (ICON) Kabupaten Labuhanbatu, dugaan mark
up, penyalahgunaan wewenang dan pengangkangan aturan dan peraturan berlaku,
serta indikasi korupsi lainnya yang menyelimuti Proyek Pengadaan Jaringan
Internet dan Pembangunan Tower Wifi Triangle di 75 Desa se Labuhanbatu,
diprediksikan dalam waktu dekat ini menyeret para Kades dan petinggi Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Labuhanbatu ke ranah hukum.
Selain
Pejabat di lingkungan DPMD Labuhanbatu, oknum terkait lainnya juga diperkirakan
bakal mengisi Hotel Prodeo milik Penegak Hukum, seperti para Rekanan Pengadaan
Tower Triangle dan Jaringan Internet yang diduga turut bermufakat jahat
menggerogoti anggaran Alokasi Dana Desa (ADD).
Bukan
hanya itu, oknum terkait lainnya, yang disebut - sebut memiliki peranan penting
dan merupakan biang kerok lahirnya proyek akal - akalan ini, yang digembar -
gemborkan memiliki hubungan dekat dengan Pendopo Labuhanbatu bersama lebih
kurang sebanyak 40 orang Kepala Desa (Kades) se Labuhanbatu, juga bakal
menambah daftar Tahanan Pihak Aparat Hukum di Negara ini.
Seperti
diberitakan sebelumnya, dalam pengaduan DPD LSM ICON Labuhanbatu
menyebutkan, bahwa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu dibawah kendali
Setyo Pranoto SH MH sebelumnya telah melakukan Pengumpulan Bahan Keterangan
(Pulbaket) dan telah ditingkatkan prosesnya kepada penyelidikan terhadap 75
Kades dan Kabid Program serta Kadis PMD Labuhanbatu. Namun, belum memberikan
kejelasan tindak lanjut pemeriksaan.
Ironisnya,
hasil Investigasi Lanjutan dan Informasi yang dikutip dari sejumlah Kades,
pihak Kejari Labuhanbatu melalui Kasi Intel Ricardo Marpaung SH MH justru
memerintahkan 75 Kades untuk membuat perombakan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
dari Rp. 39.990.000,- menjadi Rp. 20.000.000,-. Padahal sebelumnya telah
terjadi penyelidikan dugaan Tindak Pidana Kejahatan Korupsi pada UU Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Hal
tersebut diketahui, sesuai dengan pengakuan sejumlah Kades yang telah melakukan
Pembayaran atas Pengadaan Tower Wifi yang dikerjakan pihak rekanan senilai Rp.
39.990.000,- dan telah selesai dikerjakan di sejumlah Desa yang berada di
Daerah Pesisir Labuhanbatu.
Isi surat
tersebut juga menuliskan tentang Analisa dan persepsi DPD LSM ICON Labuhanbatu
yang menyatakan, bahwa Kejari Labuhanbatu selaku TP4D dinilai lalai dan telah
menyalahi Proses Pengawalan dan Pengawasan Perencanaan Pendanaan Program
Pengadaan Tower Wifi di 75 Desa se Kabupaten Labuhanbatu.
Dan
diduga, telah terkontaminasi Upaya Pembengkakan/Mark Up dalam Penetapan Besaran
Dana Proyek Pengadaan Tower Wifi.
Selain
itu, Pihak Kejari Labuhanbatu diduga sengaja melemahkan Fungsi dan Keberadaan
UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi dengan Menyalahgunakan
Kewenangan, menerima Gravitasi yang Menguntungkan Individu, Kelompok atau
Golongan, serta Berpotensi Merugikan Keuangan Negara, Mengkaper dengan
Memerintahkan 75 Kades untuk melakukan Perombakan RAB agar menghilangkan dugaan
Mark Up dan tidak tersentuh Proses Hukum.
Ini juga
merupakan Kegagalan TP4D dalam Pengawasan Perencanaan Pengadaan Tower Wifi,
demikian isi Surat dan Uraian Pengaduan LSM ICON Labuhanbatu kepada Kejagung
dan Presiden RI.
Informasi
lain yang berhasil dihimpun Wartawan menyebutkan, Pengaduan LSM ICON
dilayangkan ke Kejagung dan Presiden RI sejalan dengan beredarnya informasi
bahwa Status Pemeriksaan Kasus Wifi yang sempat ditingkatkan dari Pulbaket ke
Penyidikan, spontanitas diturunkan kejenjang Aparat Pemeriksaan Intern
Pemerintah (APIP) untuk melakukan Pemeriksaan.
Dinilai telah
mengangkangi Koridor Penerapan Hukum. Dimana Tugas dan Fungsi APIP atau
Inspektorat Daerah hanya sebatas melakukan Pemeriksaan Administrasi sesuai UU
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 385 Ayat 4
menyebutkan, Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat administratif,
proses lebih lanjut diserahkan kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah.
Terkait
Proyek Wifi ini, menurut salah seorang Pemerhati Hukum Labuhanbatu yang
tak mau disebutkan namanya mengatakan, keberadaan Proyek Pengadaan Tower
Wifi dan Jaringan Internet di 75 Desa se Labuhanbatu, diperkirakan ada
beberapa dugaan yang mengarah kepada Tindak Pidana. Seperti dugaan Mark Up,
karena diduga telah membengkakan Nilai Harga Pemasangan Tower Three Angle Wifi
dari Harga Pasaran. Yakni, dari Rp. 25 Juta Harga Pasaran, menjadi Rp. 40 - 50
Juta per Unit Tower Wifi.
Kemudian,
Ia menambahkan, dugaan Intervensi yang diperbuat Baikandi Ladomi Harahap
(BaLaHa), dengan memanfaatkan Jabatan Ayahnya selaku Bupati Labuhanbatu untuk
menekan Kepala Dinas PMD Labuhanbatu agar membuat Proyek Pembangunan Tower Wifi
di 75 Desa se Kabupaten Labuhanbatu dengan membebankan Dana ADD dan memonopoli
Pengerjaan Proyek tersebut, dapat dikatakan Nepotisme.
Selanjutnya,
menurut Pakar Hukum ini, setelah mendapat intervensi dimaksud, Kepala Dinas PMD
Labuhanbatu Zaid Harahap SSos MM seketika itu diprediksikan memanfaatkan
jabatannya untuk Menekan dan Mengintimidasi serta Mengintervensi para Kades
untuk membuat Satu Pos Pengeluaran Anggaran pada ADD antara Rp. 40 Juta hingga
50 Juta. Tanpa ada dibicarakan dalam pembahasan penyusunan Anggaran Pendapatan
Belanja Desa (APBDes) sebelumnya. Dan diduga membuat Rencana Anggaran Biaya
(RAB) serta "Kontrak Siluman", dengan membebani ADD sebagai Sumber
Dananya, dinilai telah mengangkangi aturan dan peraturan terkait penggunaan
ADD.
Karena,
tambah dia, Pengelolaan ADD hanya boleh digunakan untuk membayar biaya
Operasional Aparat Perangkat Desa, sesuai Petunjuk Tekhnis (Juknis) Pengelolaan
ADD bahwa penggunaan harus melalui APBDes dengan prinsip hemat, terarah,
terkendali dan transparansi. Selain itu, pengelolaan ADD harus
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan Unsur
Lembaga Kemasyarakatan di Desa. Serta dapat dipertanggungjawabkan secara
administrasi, teknis dan hukum. Dengan memperhatikan beberapa hal sebagai
indikator keberhasilannya antara lain : Meningkatnya pengetahuan masyarakat
tentang ADD dan penggunaannya; Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
Musrenbang Desa dan Pelaksanaan Pembangunan Desa; Terjadi sinergi antara
kegiatan yang dibiayai ADD dengan program-progran pemerintah lainnya yang ada
di desa; Tingginya kontribusi masyarakat dalam bentuk swadaya masyarakat
terhadap pembangunan yang dilaksanakan di Desa; Tingkat penyerapan tenaga kerja
lokal pada kegiatan Pembangunan Desa; Dan sesuai dengan yang telah direncanakan
dalam APBDes, serta Terjadinya peningkatan Pendapatan Asli Desa.
Denhan
Dasar Hukum Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara; UU RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara; UU RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara; UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
UU RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa.
Dengan
Ketentuan Penggunaan ADD sebagai berikut, untuk Pembayaran Penghasilan
tetap Kades dan Perangkat Desa. Maksimal sebesar 60% bagi Desa yang ADD nya
dibawah Rp. 500.000.000,00 dan maksimal sebesar 50% bagi Desa yang ADD nya
lebih dari Rp. 500.000.000,00 dari jumlah ADD yang diterima. Kemudian
belanja lainnya sisa dari jumlah ADD yang diterima oleh Desa setelah digunakan
untuk pembayaran penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa digunakan untuk :
membayar Tunjangan Kades, Perangkat Desa dan Anggota BPD. Jaminan Kesehatan
bagi Kades dan Perangkat Desa. Biaya Operasional BPD dan Lembaga Kemasyarakatan
Desa. Sarana dan Prasarana Operasional Pemerintah Desa. Sisanya dapat digunakan
untuk Belanja Operasional Pemerintahan Desa dan Belanja Pembangunan, ucapnya.
Selain
itu, lanjutnya, Pengadaan Tower Wifi dan Jaringan Internet ini juga diduga
telah menyalahi Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, karena tanpa
melalui Tahap maupun Proses Pengadaan Barang dan Jasa dimaksud, sesuai apa yang
diamanatkan oleh PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG PERUBAHAN KE EMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.
Menurutnya,
seharusnya Kadis PMD Labuhanbatu mengajukan Pembangunan Tower Wifi dan Jaringan
Internet se Kabupaten Labuhanbatu dalam Rencana Anggaran Pendapatan Daerah
Kabupaten Labuhanbatu (RAPBD) pada Tahun Anggaran (TA) berikutnya. Bukan
memaksakan Pembangunannya ataupun Pengadaannya dengan membebani ADD yang
diperuntukan bukan untuk itu, sebutnya.
Jadi
intinya, tambahnya, dalam Pemeriksaan Dugaan Korupsi Kasus Wifi ini, jika
memang secepat itu Kajari Labuhanbatu spontanitas memberikan kasus ini ke APIP,
mungkin ada udang dibalik batu. Padahal, keleluasan wewenang Kajari Labuhanbatu
lebih besar dibanding Inspektorat dalam melakukan Proses Pemeriksaan Kasus
Wifi. Seperti yang tertulis pada Ayat 5 dalam Pasal yang sama pada UU No. 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, jelas menerangkan bahwa, "Jika
berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan
bukti adanya penyimpangan yang bersifat pidana, proses lebih lanjut diserahkan
kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan".
Dan hal ini sebelumnya juga telah diperkuat dalam BAB XX Pasal 384 UU dimaksud
Tentang TINDAKAN HUKUM TERHADAP APARATUR SIPIL NEGARA DI INSTANSI DAERAH Ayat 2
menyebutkan, "Ketentuan pemberitahuan penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku apabila, Tertangkap Tangan Melakukan Sesuatu Tindak
Pidana dan Disangka Telah Melakukan Tindak Pidana Kejahatan yang diancam
dengan Pidana Penjara 5 (lima) tahun atau lebih", sebutnya lagi.
Pasrahnya
Kajari Labuhanbatu menyerahkan Kasus Wifi ini menjadi turun tingkatan untuk
dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Daerah, terangnya, dinilai telah
mengangkangi Kode Etik Jaksa sesuai Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia
Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 Tentang Kewajiban dan Larangan bagi seorang Jaksa,
seperti yang tertuang pada Point 1, 3, 4 dan 5 menyatakan, bahwa Dalam
melaksanakan Tugas Profesinya, Jaksa wajib mentaati kaidah hukum, peraturan
perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;mendasarkan pada
keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran;
bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan /ancaman opini publik secara
langsung atau tidak langsung dan bertindak secara obyektif dan tidak memihak.
Sementara
itu, sambungnya, dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang : menggunakan
jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara; menggunakan kapasitas
dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis; meminta
dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta
dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan
pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung
atau tidak langsung; bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun membentuk
opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum; memberikan
keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang
ditangani, tandasnya mengakhiri Wawancara dengan Wartawan.
Ketika
hal ini dikonfirmasi Wartawan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah
(Sekda) Ahmad Mufli SH MM diruang kerjanya belum lama ini mengatakan, melalui
APIP, Presiden RI telah menginstruksikan agar menangani permasalahan
administrasi dengan baik, guna menghindari tindakan korupsi.
Ketika
dipertanyakan tentang Proses Pemeriksaan Kasus Wifi, Mufli mengatakan, tidak
tertutup kemungkinan oknum terlibat akan tersandung hukum nantinya, tapi
setelah hal itu terlebih dahulu diperiksa oleh Inspektorat atau APIP, jika
menemukan indikasi korupsi, baru diserahkan ke pihak Penegak Hukum, sebut
Mufli.
Disisi
lain, Kajari Labuhanbatu saat dikonfirmasi ulang terkait hal ini via HP, berada
diluar jaringan. Saat disambangi ke Kantor Kejari Labuhanbatu yang berada di
Jalan A Yani - Rantauprapat, meski Kajari berada ditempat, namun pihak Satpam
Kantor Satya Adhy Wicaksana ini melarang Wartawan untuk bertemu, sehubungan
Kajari Labuhanbatu masih rapat.
"Belum
bisa ditemui Pak, Masih Rapat", sebut oknum Satpam Kejari Labuhanbatu
dengan nada lantang melarang Wartawan.
Dilain
pihak, Kadis PMD Labuhanbatu Zaid Harahap SSos MM saat dikonfirmasi Via Whatsapp,
hingga berita ini dikirim ke meja Redaksi, tidak mau menjawab Konfirmasi
Wartawan. (PS/OKTA).
PENGADUAN:
Surat Pengaduan DPD LSM ICON Labuhanbatu yang ditujukan kepada Kejagung dan
Presiden RI. POSKOTA/OKTA
