Dilaporkan Dugaan Mark-Up Perangkat WIFI, Petinggi Dinas PMD Labuhanbatu Bakal Terseret Hukum

/ Minggu, 18 Februari 2018 / 21.56.00 WIB
LARANG: Satpam Kejaksaan Negeri Labuhanbatu yang melarang Wartawan ketemu Kajari Labuhanbatu untuk konfirmasi dengan alasan Kajari sedang rapat. POSKOTA/OKTA

POSKOTASUMATERA.COM-RANTAUPRAPAT-Buntut adanya pengaduan DPD Instruktion Corruption National (ICON) Kabupaten Labuhanbatu, dugaan mark up, penyalahgunaan wewenang dan pengangkangan aturan dan peraturan berlaku, serta indikasi korupsi lainnya yang menyelimuti Proyek Pengadaan Jaringan Internet dan Pembangunan Tower Wifi Triangle di 75 Desa se Labuhanbatu, diprediksikan dalam waktu dekat ini menyeret para Kades dan petinggi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Labuhanbatu ke ranah hukum. 

Selain Pejabat di lingkungan DPMD Labuhanbatu, oknum terkait lainnya juga diperkirakan bakal mengisi Hotel Prodeo milik Penegak Hukum, seperti para Rekanan Pengadaan Tower Triangle dan Jaringan Internet yang diduga turut bermufakat jahat menggerogoti anggaran Alokasi Dana Desa (ADD).

Bukan hanya itu, oknum terkait lainnya, yang disebut - sebut memiliki peranan penting dan merupakan biang kerok lahirnya proyek akal - akalan ini, yang digembar - gemborkan memiliki hubungan dekat dengan Pendopo Labuhanbatu bersama lebih kurang sebanyak 40 orang Kepala Desa (Kades) se Labuhanbatu, juga bakal menambah daftar Tahanan Pihak Aparat Hukum di Negara ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pengaduan DPD LSM ICON Labuhanbatu menyebutkan, bahwa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu dibawah kendali Setyo Pranoto SH MH sebelumnya telah melakukan Pengumpulan Bahan Keterangan (Pulbaket) dan telah ditingkatkan prosesnya kepada penyelidikan terhadap 75 Kades dan Kabid Program serta Kadis PMD Labuhanbatu. Namun, belum memberikan kejelasan tindak lanjut pemeriksaan.

Ironisnya, hasil Investigasi Lanjutan dan Informasi yang dikutip dari sejumlah Kades, pihak Kejari Labuhanbatu melalui Kasi Intel Ricardo Marpaung SH MH justru memerintahkan 75 Kades untuk membuat perombakan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari Rp. 39.990.000,- menjadi Rp. 20.000.000,-. Padahal sebelumnya telah terjadi penyelidikan dugaan Tindak Pidana Kejahatan Korupsi pada UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. 

Hal tersebut diketahui, sesuai dengan pengakuan sejumlah Kades yang telah melakukan Pembayaran atas Pengadaan Tower Wifi yang dikerjakan pihak rekanan senilai Rp. 39.990.000,- dan telah selesai dikerjakan di sejumlah Desa yang berada di Daerah Pesisir Labuhanbatu.

Isi surat tersebut juga menuliskan tentang Analisa dan persepsi DPD LSM ICON Labuhanbatu yang menyatakan, bahwa Kejari Labuhanbatu selaku TP4D dinilai lalai dan telah menyalahi Proses Pengawalan dan Pengawasan Perencanaan Pendanaan Program Pengadaan Tower Wifi di 75 Desa se Kabupaten Labuhanbatu.

Dan diduga, telah terkontaminasi Upaya Pembengkakan/Mark Up dalam Penetapan Besaran Dana Proyek Pengadaan Tower Wifi. 

Selain itu, Pihak Kejari Labuhanbatu diduga sengaja melemahkan Fungsi dan Keberadaan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi dengan Menyalahgunakan Kewenangan, menerima Gravitasi yang Menguntungkan Individu, Kelompok atau Golongan, serta Berpotensi Merugikan Keuangan Negara, Mengkaper dengan Memerintahkan 75 Kades untuk melakukan Perombakan RAB agar menghilangkan dugaan Mark Up dan tidak tersentuh Proses Hukum.

Ini juga merupakan Kegagalan TP4D dalam Pengawasan Perencanaan Pengadaan Tower Wifi, demikian isi Surat dan Uraian Pengaduan LSM ICON Labuhanbatu kepada Kejagung dan Presiden RI. 

Informasi lain yang berhasil dihimpun Wartawan menyebutkan, Pengaduan LSM ICON dilayangkan ke Kejagung dan Presiden RI sejalan dengan beredarnya informasi bahwa Status Pemeriksaan Kasus Wifi yang sempat ditingkatkan dari Pulbaket ke Penyidikan, spontanitas diturunkan kejenjang Aparat Pemeriksaan Intern Pemerintah (APIP) untuk melakukan Pemeriksaan.

Dinilai telah mengangkangi Koridor Penerapan Hukum. Dimana Tugas dan Fungsi APIP atau Inspektorat Daerah hanya sebatas melakukan Pemeriksaan Administrasi sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 385 Ayat 4 menyebutkan, Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat administratif, proses lebih lanjut diserahkan kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah.

Terkait Proyek Wifi ini, menurut salah seorang Pemerhati Hukum Labuhanbatu yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, keberadaan Proyek Pengadaan Tower Wifi dan Jaringan Internet di 75 Desa se Labuhanbatu, diperkirakan ada beberapa dugaan yang mengarah kepada Tindak Pidana. Seperti dugaan Mark Up, karena diduga telah membengkakan Nilai Harga Pemasangan Tower Three Angle Wifi dari Harga Pasaran. Yakni, dari Rp. 25 Juta Harga Pasaran, menjadi Rp. 40 - 50 Juta per Unit Tower Wifi. 

Kemudian, Ia menambahkan, dugaan Intervensi yang diperbuat Baikandi Ladomi Harahap (BaLaHa), dengan memanfaatkan Jabatan Ayahnya selaku Bupati Labuhanbatu untuk menekan Kepala Dinas PMD Labuhanbatu agar membuat Proyek Pembangunan Tower Wifi di 75 Desa se Kabupaten Labuhanbatu dengan membebankan Dana ADD dan memonopoli Pengerjaan Proyek tersebut, dapat dikatakan Nepotisme. 

Selanjutnya, menurut Pakar Hukum ini, setelah mendapat intervensi dimaksud, Kepala Dinas PMD Labuhanbatu Zaid Harahap SSos MM seketika itu diprediksikan memanfaatkan jabatannya untuk Menekan dan Mengintimidasi serta Mengintervensi para Kades untuk membuat Satu Pos Pengeluaran Anggaran pada ADD antara Rp. 40 Juta hingga 50 Juta. Tanpa ada dibicarakan dalam pembahasan penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) sebelumnya. Dan diduga membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta "Kontrak Siluman", dengan membebani ADD sebagai Sumber Dananya, dinilai telah mengangkangi aturan dan peraturan terkait penggunaan ADD.

Karena, tambah dia, Pengelolaan ADD hanya boleh digunakan untuk membayar biaya Operasional Aparat Perangkat Desa, sesuai Petunjuk Tekhnis (Juknis) Pengelolaan ADD bahwa penggunaan harus melalui APBDes dengan prinsip hemat, terarah, terkendali dan transparansi.  Selain itu, pengelolaan ADD harus direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan Unsur Lembaga Kemasyarakatan di Desa. Serta dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, teknis dan hukum. Dengan memperhatikan beberapa hal sebagai indikator keberhasilannya antara lain : Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang ADD dan penggunaannya; Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Musrenbang Desa dan Pelaksanaan Pembangunan Desa; Terjadi sinergi antara kegiatan yang dibiayai ADD dengan program-progran pemerintah lainnya yang ada di desa; Tingginya kontribusi masyarakat dalam bentuk swadaya masyarakat terhadap pembangunan yang dilaksanakan di Desa; Tingkat penyerapan tenaga kerja lokal pada kegiatan Pembangunan Desa; Dan sesuai dengan yang telah direncanakan dalam APBDes, serta Terjadinya peningkatan Pendapatan Asli Desa.

Denhan Dasar Hukum Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; UU RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. 

Dengan Ketentuan Penggunaan ADD sebagai berikut,  untuk Pembayaran Penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa. Maksimal sebesar 60% bagi Desa yang ADD nya dibawah Rp. 500.000.000,00 dan maksimal sebesar 50% bagi Desa yang ADD nya lebih dari Rp. 500.000.000,00 dari jumlah ADD yang diterima. Kemudian belanja lainnya sisa dari jumlah ADD yang diterima oleh Desa setelah digunakan untuk pembayaran penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa digunakan untuk : membayar Tunjangan Kades, Perangkat Desa dan Anggota BPD. Jaminan Kesehatan bagi Kades dan Perangkat Desa. Biaya Operasional BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa. Sarana dan Prasarana Operasional Pemerintah Desa. Sisanya dapat digunakan untuk Belanja Operasional Pemerintahan Desa dan Belanja Pembangunan, ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, Pengadaan Tower Wifi dan Jaringan Internet ini juga diduga telah menyalahi Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, karena tanpa melalui Tahap maupun Proses Pengadaan Barang dan Jasa dimaksud, sesuai apa yang diamanatkan oleh PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KE EMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

Menurutnya, seharusnya Kadis PMD Labuhanbatu mengajukan Pembangunan Tower Wifi dan Jaringan Internet se Kabupaten Labuhanbatu dalam Rencana Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Labuhanbatu (RAPBD) pada Tahun Anggaran (TA) berikutnya. Bukan memaksakan Pembangunannya ataupun Pengadaannya dengan membebani ADD yang diperuntukan bukan untuk itu, sebutnya. 

Jadi intinya, tambahnya, dalam Pemeriksaan Dugaan Korupsi Kasus Wifi ini, jika memang secepat itu Kajari Labuhanbatu spontanitas memberikan kasus ini ke APIP, mungkin ada udang dibalik batu. Padahal, keleluasan wewenang Kajari Labuhanbatu lebih besar dibanding Inspektorat dalam melakukan Proses Pemeriksaan Kasus Wifi. Seperti yang tertulis pada Ayat 5 dalam Pasal yang sama pada UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, jelas menerangkan bahwa,  "Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat pidana, proses lebih lanjut diserahkan kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan". Dan hal ini sebelumnya juga telah diperkuat dalam BAB XX Pasal 384 UU dimaksud Tentang TINDAKAN HUKUM TERHADAP APARATUR SIPIL NEGARA DI INSTANSI DAERAH Ayat 2 menyebutkan, "Ketentuan pemberitahuan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila, Tertangkap Tangan Melakukan Sesuatu Tindak Pidana dan  Disangka Telah Melakukan Tindak Pidana Kejahatan yang diancam dengan Pidana Penjara 5 (lima) tahun atau lebih", sebutnya lagi.

Pasrahnya Kajari Labuhanbatu menyerahkan Kasus Wifi ini menjadi turun tingkatan untuk dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Daerah, terangnya, dinilai telah mengangkangi Kode Etik Jaksa sesuai Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 Tentang Kewajiban dan Larangan bagi seorang Jaksa, seperti yang tertuang pada Point 1, 3, 4 dan 5 menyatakan, bahwa Dalam melaksanakan Tugas Profesinya, Jaksa wajib mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran; bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan /ancaman opini publik secara langsung atau tidak langsung dan bertindak secara obyektif dan tidak memihak.

Sementara itu, sambungnya, dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang : menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain; merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara; menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis; meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya; menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung; bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum; memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani, tandasnya mengakhiri Wawancara dengan Wartawan. 

Ketika hal ini dikonfirmasi Wartawan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Ahmad Mufli SH MM diruang kerjanya belum lama ini mengatakan, melalui APIP, Presiden RI telah menginstruksikan agar menangani permasalahan administrasi dengan baik, guna menghindari tindakan korupsi. 

Ketika dipertanyakan tentang Proses Pemeriksaan Kasus Wifi, Mufli mengatakan, tidak tertutup kemungkinan oknum terlibat akan tersandung hukum nantinya, tapi setelah hal itu terlebih dahulu diperiksa oleh Inspektorat atau APIP, jika menemukan indikasi korupsi,  baru diserahkan ke pihak Penegak Hukum, sebut Mufli. 

Disisi lain, Kajari Labuhanbatu saat dikonfirmasi ulang terkait hal ini via HP, berada diluar jaringan. Saat disambangi ke Kantor Kejari Labuhanbatu yang berada di Jalan A Yani - Rantauprapat, meski Kajari berada ditempat, namun pihak Satpam Kantor Satya Adhy Wicaksana ini melarang Wartawan untuk bertemu, sehubungan Kajari Labuhanbatu masih rapat. 

"Belum bisa ditemui Pak, Masih Rapat", sebut oknum Satpam Kejari Labuhanbatu dengan nada lantang melarang Wartawan. 

Dilain pihak, Kadis PMD Labuhanbatu Zaid Harahap SSos MM saat dikonfirmasi Via Whatsapp, hingga berita ini dikirim ke meja Redaksi, tidak mau menjawab Konfirmasi Wartawan. (PS/OKTA).
  

PENGADUAN: Surat Pengaduan DPD LSM ICON Labuhanbatu yang ditujukan kepada Kejagung dan Presiden RI. POSKOTA/OKTA



Komentar Anda

Terkini: