Karyawan PKS PT Banyu Kahuripan Indonesia Dipaksa Lembur Sistem Premi

/ Minggu, 06 Januari 2019 / 19.55.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM-MUBA-Puluhan Karyawan yang berkerja di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik Perusahaan PT. Banyu Kahuripan Indonesia, mengaku telah mendapat intimidasi dari pihak Perusahaan yang beroperasi di wilayah kecamatan Lalan kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) baru baru ini.

Salah satu bentuk Intimidasi yang dilakukan oleh pihak Perusahaan terhadap karyawan tersebut, menurut Arman wakil ketua Perkumpulan Organisasi Pekerja Pertambangan Dan Perkebunan Indonesia (POPPPI) Cabang Sekayu, para karyawan ini dipaksa untuk bekerja membuat premi apabila tidak mau akan dimutasi pindah tempat kerja.

"Dari lembur ke sistem premi, tapi para karyawan tidak sepakat, akan tetapi meskipun demikian karyawan tetap saja dipaksakan oleh pihak perusahaan, kalau mereka tidak mau, maka mereka di mutasi ke lapangan itu yang menjadi bentuk intimidasi nya," tutur Arman.

Sebelumnya papar Arman, karyawan sempat berontak akan tetapi setelah di paksa paksakan oleh pihak perusahaan akhirnya puluhan karyawan, karena tidak mau dimutasi kerja ke lapangan, terpaksa menandatangani apa yang menjadi keputusan pihak perusahaan tersebut.

Selain itu menurutnya bagi karyawan yang tidak sepakat dengan keputusan itu, maka karyawan disuruh mengambil uang tali asih sebagai bentuk pemutusan hubungan kerja atau sejenis PHK, bahkan ada sebagian orang yang sudah mengambil taliasinya sekitar 20 orang lebih.

"Tidak ada surat untuk pengunduran diri atau pun di PHK dari pihak perusahaan, maka dari itu kami berontak kemarin, karena menurut kami itu tidak di atur di dalam undang undang, tapi mereka sudah terlanjur tanda tangan," papar Arman lagi.

Terpisah, sementara itu, Management Perusahaan PT. Banyu Kahuripan Indonesia (BKI) dikonfirmasi melalui Gerry, selaku mandor bagian produksi Pabrik Kelapa Sawit menjelaskan, bahwa pihak perusahaan memberikan tiga opsi terhadap karyawan, pertama menerima tali asih, kedua sistem premi, dan ketiga dimutasi kerja.

"Sebenarnya kayak gini pak, kemarin kita berikan tiga pilihan, pertama tali asih atau mutasi atau sistem premi gak ada pilihan lain penekanan terhadap karyawan itu, mereka itu kan di kasi sistim premi  kalau tidak mau menerima sistim premi di kasih dua opsi berhenti dari pekerjaanya dengan sistem tali asih atau di mutasikan ke kebun," jelasnya dihubungi via handphone, Minggu (6/1/2019).

Sistem premi ini lanjutnya, untuk guna kesejahteraan karyawan itu sendiri, dan mereka bekerja disini menggunakan sistem borongan hampir mirip sama lembur lepas dari jam kerja, itu di hitung premi, kalau kerja dapat sekian ton pengolahan baru di bayar hitung sistem premi itu aja di PKS.

Dia menambahkan, sistem itulah harus diterapkan, misalnya pekerja harus dapat 300 ton dulu baru dapat basis upah harian kerja (HK) seumpama tidak mencukupi basis tersebut gaji tidak dipotong, tetapi walaupun mereka bekerja selama 12 jam hanya di bayar HK di bayar satu hari kerja tidak ada tambahan premi.

Menurutnya diberlakukan penerapan sistem tersebut, efektifnya mulai per 3 januari 2019 tahun ini, kalau uji coba pemberlakuannya terhitung mulai pada bulan oktober dan november 2018, namun hasil uji coba itu tidak lancar, selalu mengalami kendala.

" Masalah diterima atau tidak itu adalah keputusan perusahaan, karena di kasih tiga opsi tadi, kalau tidak mau premi ya, disuruh ngambil uang tali asi yang sifatnya sama dengan diberhentikan, tapi ini bedah dengan di PHK, kalau PHK lain hitungannya," pungkasnya. (PS/SUHERMAN)
Komentar Anda

Terkini: