Mengais Cuan di Tanah Sengketa, Seriuskah APH Usut Dugaan Mafia Tanah di Medan Marelan?

/ Sabtu, 28 Mei 2022 / 09.20.00 WIB

 


POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Sengketa tanah di Jalan Abdul Sani Muthalib Gang Sapta Marga/ Pusara Lingkungan III Kelurahan Terjun Medan Marelan seluas 3,4 hektar agaknya bak benang kusut. Meski laporan pidana telah disampaikan ke Polda Sumut dan Kejari Belawan, namun aksi mengais cuan dengan jualan kaplingan tetap berlangsung. 

Tanah diduga masih bersengketa ini karena, Arifin (59) warga Dusun I Desa Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batubara selaku kuasa waris dan penerima penyerahan dalam warisan dari puluhan keluarganya, melaporkan Sayed Syaiful (53) warga Jalan Ali Gatmir No. 178 Kelurahan 10 Ilir Kecamatan Ilir Timur Tiga Kota Palembang ke Polda Sumut tanggal 22 April 2021 atas dugaan penyerobotan tanah. 

Namun, bukannya menunggu proses hukum, terlapor malah mengais cuan dengn menjual secara kaplingan tanah diduga sengketa itu dan saat ini dibangun rumah-rumah diduga tak memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB). Disinyalir, bak kapal pecah hiu kenyang, diduga banyak pihak menerima aliran cuan ini. 

Konon, karena lemahnya pengawasan dalam kegiatan pembangunan tanpa SIMB dari Pemko Medan membuat bangunan liar menjamur di Medan Marelan hingga bocornya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan. 

Kepala Bidang Penindakan Dinas Perkimtaru Medan Ikhwan mengaku telah menyampaikan surat peringatan ke bangunan di atas lahan bersengketa di Jalan Abdul Sani Muthalib Gang Sapta Marga/ Pusara Lingkungan III. Peran pengawasan dari Kelurahan dan Kantor Camat Medan Marelan pun seolah tak terlihat. 


Dalam laporan Arifin ke Polda Sumut sesuai No. STLP/740/IV/2021/SPKT/POLDA SUMUT masih dalam proses hukum, dilanjutkan Arifin melapor ke Walikota Medan tanggal 27 Oktober 2021 atas permintaan pembatalan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan Camat Medan Marelan yang kala itu dijabat Afrizal untuk Sayed Syaiful karena dinilai tak memiliki kewenangan dan berada diatas tanah yang dikuasai Arifin. 

https://www.poskotasumatera.com/2023/03/hak-jawab-sayed-saiful-sesuai-putusan.html 

Diketahui, SKT yang diterbitkan Camat kala itu bernomor 592.2/SKT/005/2019 tanggal 27 Mei 2019 dengan luas tanah 28.526, 38 meter persegi, padahal sesuai aturan lahan yang belum ditetapkan haknya sajapun kalau berstatus lahan pertanian tak ada kewenangan Camat menerbitkan haknya karena menjadi kewenangan Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam Permendagri No.6 Tahun 1972 tentang perlimpahan wewenang pemberian hak tanah. 

Hingga dalam Pasal 13 ayat (2) menyebutkan, Surat Keputusan yang melanggar ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini batal karena hukum, sedang penggunaan dan penguasaan tanah yang bersangkutan adalah pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya sebagai yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 51 Prp. 1960 (Lembaran Negara 1960 No. 158). Apalagi diatas lahan tersebut telah terbit hak atasnama Alm.Hasan Lebai dan Alm. Abdul Rahman sejak tahun 1970 lalu. 

Atas surat Arifin ke Walikota Medan, Sekda Medan Wirya Arrahman telah melayangkan surat kepada Camat Medan Marelan dan Lurah Terjun no.337/11431 tanggal 25 November 2021 yang pokoknya untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan. 


Namun masalah tak tuntas, Arifin tak memperoleh langkah konkrit atas perhatian Sekda Medan yang memerintah anggotanya tersebut. Malah Lurah Terjun Taufik SSTP MAP mengeluarkan Surat Keterangan untuk pembuatan penerbitan Pajak Bumi dan Bangunan atasnama Sayed Syaiful (terlapor) no. 470/2956/SK/XII/2021 tanggal 3 Desember 2021. 

Belum berselang lama, dalam surat tertanggal 02 Februari 2022,  Lurah Terjun dan Kepala Lingkungan III Nuraini turut menandatangani Surat Pernyataan Penguasaan Fisik yang dibuat Sayed Syaiful berakibat timbulnya hak kepada Terlapor (Sayed Syaiful,red). 

Arifin dan puluhan keluarganya yang mengaku memiliki lahan tersebut berdasarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah yang dikeluarkan Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah tahun 1970, kembali meradang atas sikap diduga memihak Lurah Terjun Taufik SSTP MAP ini. Lalu Arifin melaporkan Taufik dan Kepling III Nuraini ke Satgas Mafia Tanah Kejari Belawan tanggal 03 Februari 2022 dan melapor ke Walikota Medan ditanggal yang sama. 


Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sumber wartawan, Rabu (26/5/2022) laporan Arifin ke Satgas Mafia Tanah Kejari Belawan masih dalam proses penelaahan berkas sedangkan dalam laporan ke Walikota Medan saat ini sedang dalam penelitian di Bidang Tata Pemerintahan Pemko Medan. 

Penanganan laporan hukum ke polisi dan kejaksaan yang dilayangkan Arifin patut diapresiasi, namun kini dipertanyakan ending atas kasus hukum ini. Seberapa serius polisi dan jaksa di Sumut menuntaskan dugaan sengketa tanah ini. Namun melihat agresifnya jajaran Polri dan Kejagung dalam mengusut berbagai kasus dugaan mafia tanah, harapan pelapor diyakini akan menemukan titik terang.


Lurah Terjun Taufik SSTP MAP yang dihubungi media, Kamis 23 Desember 2021 mengakui menerbitkan Surat Keterangan atasnama Sayed Syaiful no. 470/2956/SK/XII/2021 tanggal 3 Desember 2021 untuk membuat PBB. Dia mengaku tak masalah membuatkan SKT untuk mengajukan PBB guna memenuhi target pajak, namun dia mengaku tak akan menerbitkan yang lain-lain tak akan diterbitkan karena sengketa.

“Tak berpengaruh itu bang. Udah koordinasi juga ke Bos, Bos pulak yang mengusulkan. Udah koordinasi juga awak ke Kecamatan. Enggak masalah itu bang. Kalau pak Arifin mau buatkan awak buatkan bang. Kalau mau bayar, aku enggak masalah kalau pajak itu bang. Kalau yang lain lain jangan karena sengketa,” ujarnya tanpa diketahui siapa Bos yang dimaksud. 

Sementara Kepala Lingkungan III Nuraini dihubungi, Rabu (2/5/2022) menanggapi turut menandatanganan Surat Pernyataan Fisik Tanah atasnama Sayed Syaiful tanggal 02 Februari 2022 mengaku menandatangani surat itu atas permintaan Lurah Terjun.

“Semua disana ngumpul bang. Saya disuruh Pak Lurah. Awalnya saya ditelpon Pak Nomba disuruh datang, Yang meminta saya datang ke Kantor Lurah Terjun. Sampai disana saya jumpa Lurah dan saya tanya, Bapak Panggil saya. Iya jawab Lurah, ada yang mau diteken. Di belakang udah ngumpul semua,” papar wanita mantan istri Alm. Boiman K (Kepling III sebelumnya) ini. 

Saat disinggung pengetahuannya atas tanah sengketa yang diteken Nuraini itu, dia mengaku disuruh Lurah Terjun. Dinyatakannya, Lurah mengatakan pada dirinya tak ada yang mau ditakutkan. ”Pak Lurah yang suruh. Tak ada yang ditakutkan kata Lurah bang. Saya pun bingung,” ujarnya lagi. 

Menanggapi sengketa tanah yang makin rumit karena adanya dugaan keberpihakan pemerintah setempat ini, Ketua DPAC Partai Demokrat Medan Marelan Hafifuddin meminta, Aparat Penegak Hukum menuntaskan laporan yang disampaikan Arifin agar terang masalahnya.

“Agar terang masalahnya, sebaiknya aparat penegak hukum segera menuntaskan laporan yang disampaikan Arifin sebagai kuasa waris dan penerima lahan dalam warisan yang telah dilayangkan. Pemerintah Kota Medan juga sebaiknya lebih sensitif dalam menjalankan fungsi dalam menyelesaikan masalah di tengah masyarakat,” terang Pengurus DPK KNPI Medan Marelan ini, Jumat (27/5/2022). 

Sepengatahuan Hafifuddin, sesuai postingan di Youtube, Sayed Syaiful mengaku surat tanahnya berdasarkan Grand Sultan No. 1253 tahun 1907, namun sebagaimana Risalah Sultan Deli/ Kepala Masyarakat Adat Otteman Mahmud Perkasa Alam Deli Tanggal 28 April 2003 disebutkan Grand Sultan No. 1 tertanggal 01 Januari 1909 dengan tanah berlokasi di Delitua. 

Selanjutnya, kata Politisi muda ini, sebagaimana penjelasan Sultan Muda Deli Drs Tengku Azan Khan MSc tanggal 6 Desember 2012, di objek tanah yang merupakan konsesi sebagaimana di objek tanah Arifin tak pernah dikeluarkan Grand Sultan.

“Sesuai keterangan Sultan Muda Deli Drs Tengku Azan Khan MSc tanggal 6 Desember 2012, objek tanah bekas konsesi tak pernah diterbitkan Grand Sultan karena saat itu dalam proses disewakan ke Perusahaan Perkebunan Asing lalu pasca kemerdekaan diserahkan ke Negara Republik Indonesia selanjutnya didistribusikan ke petani melalui Kantor Pendaftaran Tanah,” jabar Pemuda yang mengaku memiliki tanah di sekitar lokasi sengketa hasil waris dari orangtuanya ini. 

Statemen Hafifuddin dibenarkan anak kandung Drs Tengku Azan Khan MSc, Tengku M Reza Al Rasyid SE. Dihubungi, Jumat (27/5/2022) Tengku Reza menyatakan, Grand Sultan pertama kali diterbitkan pada tanggal 1 Januari 1909 sedangkan pada tanah bekas konsesi, pemberian hak nya dari Kantor Pendaftaran Tanah setelah kemerdekaan RI. 

“Memang benar, Grand Sultan No. 1 Tahun 1909 di Delitua. Lalu tanah konsesi menjadi kewenangan Kepala Daerah dan Kantor Pendaftaran Tanah dalam distribusinya pasca kemerdekaan RI. Saya juga udah menerangkan hal ini ke Penyelidik di Polda Sumut saat diperiksa sebagai saksi laporan Arifin,” ujar lelaki bersuara lembut yang merupakan kerabat Sultan Deli ini. (PS/RED)  

Catatan Redaksi : Berita ini telah dilaporkan ke Dewan Pers sesuai Risalah Penyelesaian Nomor 20/Risalah-DP/III/2023 tanggal 1 Maret 2023 dinilai Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik       

Komentar Anda

Terkini: