POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-MHS merupakan anak yang menjadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia pada saat dilakukan penertiban dan pengamanan di di Jalan Pelikan Ujung, Perumnas Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.
Ketika itu korban hendak membeli makan malam dekat rumahnya, akan tetapi terhenti pada saat melihat adanya tawuran di atas jembatan rel di Jl. Pelikan Ujung, Perumnas Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.
Setelah beberapa waktu kemudian Babinsa, Babinkabtimnas, dan Satpol PP turun mengamankan lokasi dan mengakibatkan Pemuda berhamburan, namun naas MHS yang bukan pelaku Tawuran malah menjadi Korban sasaran dari seseorang yang berbaju loreng dan diduga dari Babinsa.
Pasca itu Korban diduga dianiaaya sehingga mengakibatkan korban harus dibawa ke Rumah Sakit Wahyu.
Korban sempat sadar dari pingsannya dan kemudian korban dibawa pulang kerumahnya.Namun sesampainya di rumah Korban mengerang kesakitan dan pada saat diurut/kusuk oleh tukang pijat.
Ternyata ketika diurut Korban teriak kesakitan, dikarenakan tidak terbendung lagi rasa sakit pada bagian badannya akhirnya tukang urut tersebut membawa Korban ke Rumah Sakit Muhammadiyah dikarenakan keterbatasan alat atau tidak lengkap, akhirnya Korban dibawa ke Rumah Sakit Madani. Sesampainya di Rumah Sakit Madani, Korban tidak sempat tertolong dan meregang Nyawa.
Dengan adanya peristiwa yang tidak wajar tersebut, disertai dengan bukti-bukti yang menunjukan adanya dugaan kekerasan fisik yang dialami korban, akhirnya ibu korban an. Lenny membuat laporan sebagaimana berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan Nomor TBLP-58/V/2024 tertanggal 28 Mei 2024 Di Denpom I/5 Medan untuk mendapatkan keadilan bagi Korban.
Perlu diketahui Ibu Korban telah memperjuangkan keadilan untuk MHS dengan menempuh perjalanan Panjang, bahkan ibu korban telah mendatangi instansi terkait, dari Komnas HAM, Puspomad, LPSK, KPAI, dan bebrapa Instansi terkait untuk menyuarakan anaknya yang meninggal diduga dianiaya oleh Oknum Babinsa.
Terkait Laporan/ Pengaduan tersebut pihak Denpom I/5 BB telah meningkatkannya menjadi Laporan Polisi Nomor: LP-01/A-01/I/2025/Idik tertanggal 5 Januari 2025. Serta telah menetapkan serda SD sebagai Tersangka.
Proses panjang dalam penetapan tersangka tersebut ternyata tidak cukup membuat Ibu Korban menghela napas, ternyata banyak kejanggalan dalam penangan perkara mulai dari lamanya/lambat penetapan Tersangka dan tindak pidana yang disangkakan kepada Tersangka.
Diketahui Dalam panggilan tersebut Tersangka diduga karena kesalahannya (kealpaannya) mengakibatkan MHS meninggal dunia.
Menyikapi hal tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia mengkritik keras Pasal tersebut, karena bertentangan ketentuan yang berlaku dan rasa keadilan dan kepastian hukum.
Mengingat korban adalah seorang anak yang masih berusia 15 Tahun, sudah sepatutnya Pasal yang disangkakan adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak jo 351 ayat 3 jo Jo Penyiksaan terhadap Korban sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi.
Oleh karena itu secara tegas LBH Medan juga meminta agar pasal tersebut dirubah dan ditambahkan sebagaimana amat Undang-undang.
Bahwa diketahui hingga saat ini Tersangka belum ditahan dengan dasar berkelakuan baik. Hal tersebut membuat orang korban tidak mendapatkan keadila n.
LBH Medan mendunga adanya privilege (keistimewan) dan adanya proses hukum yang tidak benar.
Maka LBH Medan mendesak Denpom I/BB untuk segera menahan yang bersangkutan demi tegaknya hukum dan keadilan.
Desakan tersebut bukan tanpa dimana patut dikhawatirkan jikaTersangka tidak ditahan maka tidak menutup kemungkinan Tersangka menghilangkan Alat Bukti, melarikan diri dan melakukan tindak pidana lain.
Perlu diketahui jika permasalahan ini sudah dilimpahkan ke Oditur Militer Namun, pihak keluarga dan LBH Medan hanya diberitahukan melalu whatsapp atau tidak adanya dokumen resmi dari Denpom. Hal ini merupakan bentuk ketidak transparan penegak hukum yang dilakukan.
Dugaan Penyiksaan terhadap MHS telah melanggar Pasal 28 A UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, ICCPR, DUHAM dan KUHPidana Militer. (PS/REL)