POSKOTASUMATERA.COM-TAPSEL-Di tengah semarak perayaan Idul Adha 1446 H, Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi saksi hadirnya kepedulian negara dalam bentuk yang paling nyata—seekor sapi kurban dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Namun lebih dari sekadar seremoni keagamaan, momen ini menjelma menjadi panggung aksi nyata solidaritas sosial dan inklusivitas pemerintahan.
Kurban yang disalurkan melalui Wakil Bupati Jafar Syahbuddin Ritonga dan diterima oleh panitia Masjid Agung Syahrun Nur di Kecamatan Sipirok, bukan hanya daging untuk dibagi, tetapi simbol kuat kehadiran negara di tengah rakyat. "Kami menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kepedulian Bapak Presiden terhadap daerah kami," ujar Jafar dengan penuh rasa hormat.
Dalam kaca mata ilmu sosial, ini adalah representasi langsung dari teori Émile Durkheim tentang solidaritas kolektif—bahwa ritual keagamaan berperan penting dalam memperkuat jaringan sosial masyarakat. Kehadiran Presiden dalam bentuk simbolik ini mempertegas peran negara sebagai aktor aktif dalam memelihara kohesi sosial.
Tidak berhenti pada simbolisme semata, total 53 ekor sapi kurban dari berbagai pihak—termasuk perusahaan swasta—menggambarkan kerja sama triple helix antara pemerintah, masyarakat, dan sektor industri.
PT Agincourt Resources menyumbang 28 ekor sapi,
PT NSHE menyalurkan 6 ekor,
PT Toba Pulp Lestari turut menyumbang 7 ekor sapi.
Kolaborasi ini memperlihatkan bahwa tanggung jawab sosial kini bukan hanya milik negara, tetapi menjadi panggilan kolektif lintas sektor.
Kepala Bagian Kesra Setdakab Tapsel, Ainul Bahri Pohan, menuturkan bahwa pelaksanaan penyembelihan berjalan tertib dan aman. Partisipasi masyarakat yang tinggi dalam perayaan ini menjadi bukti sahih dari hipotesis psikologi komunitas: keterlibatan langsung memperkuat identitas kolektif dan rasa memiliki terhadap nilai-nilai luhur.
Dalam konteks komunikasi politik, kurban Presiden Prabowo merupakan simbolisme negara yang ampuh. Aksi sederhana ini berbicara lebih keras daripada retorika: negara hadir, peduli, dan bertindak.
Tapanuli Selatan hari itu bukan sekadar merayakan Idul Adha—ia menjadi panggung miniatur Indonesia yang rukun, saling peduli, dan menjadikan nilai spiritual sebagai fondasi harmoni sosial.(PS/BERMAWI)
