Menakar Efektivitas Satgas Anti Premanisme: Presiden LIRA Minta Negara Tidak Stigma Ormas Secara Umum

/ Sabtu, 28 Juni 2025 / 08.58.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM – JAKARTA – Di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap eksistensi organisasi kemasyarakatan (ormas), Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) bersama Badan Riset dan Inovasi Mathla’ul Anwar (BRIMA), Universitas Mathla’ul Anwar, dan Laboratorium Ilmu Pemerintahan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) menggelar webinar nasional bertema “Menyoal Efektivitas Satgas Anti Premanisme dan Ormas Bermasalah”, Jumat (27/6). Diskusi ini menjadi ruang refleksi kritis atas kebijakan negara yang dinilai belum sepenuhnya adil dalam memperlakukan ormas.


Kegiatan daring ini dipandu oleh peneliti BRIMA, Ratnasari, dan menghadirkan sejumlah pembicara kunci, antara lain Direktur Ormas Ditjen Polpum Kemendagri Budi Arwan, Presiden LIRA Andi Syafrani, Ketua YLBHI Muhamad Isnur, Wakil Rektor I Universitas Mathla’ul Anwar Dr. H. Ali Nurdin, serta Direktur BRIMA Asep Rohmatullah. Para narasumber menyuguhkan analisis tajam atas pendekatan negara dalam mengelola ormas dan menanggulangi premanisme yang kerap dikaitkan secara serampangan.


Presiden LIRA Andi Syafrani menyoroti secara tegas bahwa premanisme adalah bentuk tindakan kriminal, bukan identitas yang inheren dalam ormas. Menurutnya, pendekatan negara yang cenderung menyamaratakan semua ormas sebagai bagian dari masalah keamanan sosial merupakan bentuk simplifikasi berbahaya. “Premanisme adalah tindakan, bukan identitas. Tidak semua kekerasan lahir dari ormas, dan tidak semua ormas menyemai kekerasan,” ujarnya.


Ia menilai pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Anti Premanisme belum memiliki fondasi konseptual yang kuat dan indikator kinerja yang terukur. Alih-alih menjadi alat evaluatif dan edukatif, Satgas ini dikhawatirkan hanya berfungsi sebagai respons jangka pendek terhadap insiden tertentu, tanpa solusi struktural dan peta jalan jangka panjang. “Publik berhak tahu, bagaimana Satgas ini diukur, diawasi, dan ditindaklanjuti?” tanyanya kritis.


Lebih jauh, Andi Syafrani mengulas problem dualisme kelembagaan ormas, seperti yang terjadi pada PERADI dan KNPI, sebagai bukti lemahnya tata kelola kelembagaan. Ia juga menyoroti diskriminasi kebijakan di mana sebagian ormas mendapat perlakuan istimewa, sementara lainnya dicurigai dan dibatasi ruang geraknya. “Keadilan tak boleh punya kasta. Yang aktif membangun masyarakat semestinya diapresiasi, bukan distigmatisasi,” tegasnya.


Asep Rohmatullah dari BRIMA menekankan perlunya reformasi desain kelembagaan Satgas, dengan tolok ukur keberhasilan yang dapat dipertanggungjawabkan secara publik. Ia menegaskan bahwa upaya penanggulangan premanisme tidak cukup dengan retorika atau tindakan simbolik semata. “Satgas jangan hanya jadi branding politik yang heboh di awal, hilang arah di tengah jalan,” ujarnya menyindir.


Budi Arwan dari Kemendagri menjelaskan bahwa keberadaan Satgas sejalan dengan upaya konstitusional negara dalam menjaga ketertiban umum. Ia menekankan bahwa pembinaan ormas merupakan kerja kolaboratif antar lembaga, termasuk pemerintah daerah dan kementerian terkait. Sementara itu, Muhamad Isnur dari YLBHI mengangkat dimensi hak asasi manusia dan menolak pendekatan koersif dalam merespons dinamika ormas. Ia menyarankan agar regulasi mengenai badan hukum ormas diubah menjadi pendekatan pendaftaran yang lebih inklusif dan akomodatif.


Menutup webinar, Dr. H. Ali Nurdin mengajak untuk melihat premanisme sebagai produk dari ketimpangan struktural, bukan semata tindakan kriminal. Ia mengusulkan pendekatan rehabilitatif berbasis pelatihan ekonomi dan rekonsiliasi sosial, mencontoh praktik baik di negara seperti Kolombia. “Kekerasan tak bisa diselesaikan hanya dengan kekerasan. Kita butuh pendekatan manusiawi dan partisipatif,” tegasnya.


Webinar ini menegaskan bahwa dalam negara demokrasi, ormas adalah bagian dari ekosistem masyarakat sipil yang harus dirangkul secara adil dan proporsional. Efektivitas Satgas Anti Premanisme tidak boleh diukur dari gebrakan sesaat, tapi dari kontribusinya terhadap keadilan sosial dan penguatan demokrasi. “Ormas bukan ancaman. Ia mitra strategis negara dalam pembangunan jika diberi ruang yang sehat dan regulasi yang adil,” pungkas Andi Syafrani dengan penuh keyakinan.(PS/BERMAWI)


Komentar Anda

Terkini: