Potret Ketimpangan Akses Layanan Kesehatan: Nauli Siregar, Pasien Kurang Mampu yang Berjuang Melawan Sakit di Tengah Keterbatasan, Butuh Uluran Tangan Dermawan

/ Rabu, 18 Juni 2025 / 19.39.00 WIB

Nauli Siregar Warga Lingkungan I Simangambat Kec.Siabu  Jatuh  Sakit  Butuh Ukuran Tangan Dernawan

POSKOTASUMATERA.COM – MANDAILING NATAL – Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur dan klaim pemerataan layanan publik oleh pemerintah, realitas di lapangan memperlihatkan wajah lain dari negeri ini—pilu dan getir. Nauli Siregar (40), warga Lingkungan 1 Simangambat, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal, menjadi potret nyata ketimpangan akses layanan kesehatan yang masih menghantui masyarakat kecil di pelosok.


Sebagai tulang punggung keluarga, Nauli kini hanya mampu terbaring lemah setelah dirawat di RSUD Panyabungan selama empat hari, tepat batas waktu maksimal yang dibiayai oleh BPJS Kesehatan. Padahal, menurut rekomendasi medis, ia masih membutuhkan setidaknya satu kantong darah tambahan dan pengawasan lanjutan. Sayangnya, proses perawatan harus terhenti karena keterbatasan biaya yang menghimpit keluarganya.


Berdasarkan kajian World Health Organization (WHO), sistem kesehatan yang inklusif bukan hanya mengandalkan cakupan pembiayaan, tetapi juga menjamin akses terhadap layanan lanjutan, transportasi, nutrisi yang cukup, dan dukungan sosial berkelanjutan. Apa yang dialami Nauli menyoroti kelengahan sistem jaminan sosial kita dalam menjangkau kebutuhan-kebutuhan esensial tersebut, dan memperlihatkan bahwa universalitas layanan kesehatan belum sepenuhnya tercapai.


Keluarga Nauli kini terjebak dalam lingkaran keterbatasan yang kompleks. Dari tiga kantong darah yang dibutuhkan, hanya dua yang berhasil dipenuhi melalui jaringan informal dan bantuan tetangga. Satu kantong sisanya masih tertahan karena tidak adanya biaya pelunasan. Di saat yang sama, kebutuhan pokok seperti makan harian dan transportasi ke fasilitas kesehatan pun menjadi beban berat.




Mohot Sihombing, tetangga sekaligus relawan lokal, mengungkapkan bahwa beberapa kelompok warga telah berinisiatif membantu. “Kami sudah mulai galang bantuan sembako dan sedikit dana. Tapi ini belum cukup. Masih ada kebutuhan mendesak seperti obat-obatan, pelunasan utang darah, dan biaya kontrol,” ujar Mohot. Ia berharap ada dermawan yang tergerak untuk membantu melalui kontak WhatsApp 0853-6203-4528 atau transfer langsung ke rekening keluarga  BRI 5340 0101 9494.502 atas nama Mohot Sihombing.


Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023 menunjukkan bahwa masyarakat miskin dan rentan kerap mengalami hambatan non-medis dalam proses pemulihan, seperti tidak tersedianya transportasi, keterbatasan gizi, dan biaya obat tambahan. Kondisi ini bukan hanya memperburuk prognosis kesehatan, tapi juga menyebabkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi keluarga dan komunitas.


Kisah Nauli bukan sekadar cerita personal. Ini adalah cermin dari ketimpangan struktural yang menuntut respons kebijakan yang lebih manusiawi dan berpihak. Pemerintah daerah dan pusat perlu mengevaluasi efektivitas program jaminan sosial, memperkuat sistem rujukan, serta menciptakan skema bantuan darurat bagi masyarakat miskin yang menghadapi situasi kritis.


Nauli Siregar hanyalah satu dari banyak warga yang menghadapi kenyataan bahwa sakit bukan hanya soal tubuh, tetapi juga tentang daya tahan hidup di tengah sistem yang sering kali abai. Semoga kisah ini tidak berhenti sebagai berita sesaat, tapi menjadi pemicu empati, kebijakan solutif, dan gerakan sosial yang lebih luas demi kemanusiaan.(PS/BERMAWI)



Komentar Anda

Terkini: