POSKOTASUMATERA.COM – TAPSEL – Di tengah ancaman perubahan iklim dan meningkatnya intensitas bencana alam, perbaikan sistem irigasi bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan langkah ilmiah dan strategis dalam menjaga keberlanjutan agroekosistem lokal. Hal inilah yang tengah berlangsung di Desa Pargarutan Jae, Kecamatan Angkola Timur, di mana saluran irigasi Saba Julu akan direhabilitasi setelah rusak berat diterjang banjir bandang beberapa bulan lalu.
Kerusakan saluran air tersebut bukan hanya memutus aliran ke sawah-sawah warga, tetapi juga menciptakan efek domino terhadap siklus tanam, kesuburan tanah, serta kestabilan ekosistem mikro di lahan pertanian. Sebab, irigasi bukan sekadar media pengaliran air—ia adalah tulang punggung dari sistem agroekologi yang mengatur kelembapan tanah, mengoptimalkan penyerapan nutrisi, bahkan menjaga suhu tanah agar tetap mendukung pertumbuhan tanaman.
“Tim kami sudah meninjau langsung ke lokasi. Situasinya sangat mengkhawatirkan, dan sesuai instruksi Pak Bupati, proyek ini menjadi prioritas utama,” ujar Muharram Srg, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Tapsel, Rabu (3/6/2025), melalui pesan WhatsApp. “Anggarannya telah disiapkan dalam RAPBD 2025 dan siap direalisasikan.”
Namun yang membuat proyek ini semakin bermakna adalah partisipasi aktif masyarakat petani yang tak tinggal diam. Sebelum ada campur tangan pemerintah, para petani secara mandiri melakukan perbaikan darurat melalui gotong royong. Tindakan ini bukan hanya mempercepat respons krisis, tetapi juga menjadi contoh nyata penerapan prinsip ketahanan berbasis komunitas.
“Kami salut dengan semangat kolektif warga. Ini menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan bukan hanya soal dana dan kebijakan, tapi juga nilai-nilai lokal yang hidup dan bekerja,” tambah Muharram.
Dalam konteks ilmiah, keterlibatan komunitas dalam rehabilitasi infrastruktur kritis seperti irigasi memberikan fondasi sosial yang kokoh bagi pengelolaan sumber daya alam. Ketika intervensi teknologis disandingkan dengan modal sosial yang kuat, terciptalah sistem pertanian yang tidak hanya produktif, tetapi juga adaptif dan resilien terhadap gangguan iklim maupun bencana hidrometeorologi.
Proyek rehabilitasi Saba Julu ini diharapkan tidak hanya menghidupkan kembali fungsi saluran irigasi, tetapi juga menjadi prototipe bagi pembangunan pertanian tangguh di wilayah lain. Dengan pasokan air yang kembali stabil, petani bisa menata ulang kalender tanam mereka, meningkatkan produktivitas, dan memperkuat ketahanan pangan lokal yang semakin vital di era krisis iklim global.
"Insya Allah, perbaikannya akan segera dilaksanakan," pungkas Muharram, menyiratkan optimisme dan harapan besar dari sebuah proyek yang bukan hanya membangun infrastruktur, tetapi juga merawat harapan hidup masyarakat tani Tapanuli Selatan.
(PS/BERMAWI)
