Foto : Contoh Sertifikat Desa Anti Korupsi
POSKOTASUMATERA-HUMBAHAS,-
Sejumlah desa di Indonesia mulai menyuarakan komitmen terhadap pemerintahan bersih dan transparan dengan menyematkan label “Desa Antikorupsi”. Seperti yang diketahui disalah satu desa yang terletak di Kecamatan Lintongnihuta Desa Siponjot, yang dipimpin oleh Deka Selpy.
Namun, belakangan muncul fenomena di mana sejumlah desa mengklaim status tersebut tanpa melalui prosedur atau legalitas resmi dari pihak berwenang, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meskipun niat tersebut dianggap positif sebagai bentuk komitmen moral, sejumlah pakar hukum mengingatkan bahwa klaim tersebut tidak memiliki kekuatan hukum jika tidak melalui mekanisme resmi yang diatur oleh negara.
Mengurus slogan desa Anti Korupsi
biasanya merupakan bagian dari program peningkatan tata kelola pemerintahan desa, transparansi, dan akuntabilitas publik. Meskipun tidak ada satu aturan nasional yang secara eksplisit mengatur tentang "slogan desa anti korupsi", ada beberapa aturan, pedoman dan langkah-langkah yang dapat dijadikan dasar dan acuan.
Dasar Hukum dan aturan tersebut tertuang pada UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa, Pemendagri nomor 110 tahun 2016, Permendes PDTT nomor 21 tahun 2020 dan Instruksi atau Program KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Status Desa Antikorupsi bukan hanya sekadar slogan, melainkan hasil dari proses asesmen, pembinaan, dan penilaian oleh KPK. Klaim sepihak tanpa dasar hukum bisa dianggap sebagai informasi menyesatkan,” kata seorang pakar hukum tata negara yang enggan disebutkan namanya.
Jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) memberikan Alokasi Pendanaan khusus (APQ/ADK/Hak lainnya) kepada suatu desa atas dasar program "Desa Anti Korupsi", namun program tersebut tidak diduga tidak memiliki legalitas yang jelas, maka hal ini berpotensi menimbulkan beberapa permasalahan hukum dan administratif. Berikut adalah penjelasannya:
Semua program dan alokasi anggaran dari pemerintah wajib berdasarkan regulasi yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Program Desa Antikorupsi merupakan inisiatif KPK yang diluncurkan sejak 2021 bekerja sama dengan Kemendagri, Kemendes PDTT, serta pemerintah daerah. "Hingga kini, hanya puluhan desa di seluruh Indonesia yang telah lolos seleksi ketat dan mendapat sertifikat resmi dari KPK sebagai percontohan desa antikorupsi.
Kepala desa memang boleh menginisiasi gerakan antikorupsi. Tapi untuk menyandang predikat resmi, itu harus melewati proses yang ditetapkan oleh KPK.
Secara resmi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kamtibmas Humbahas melalui juru bicaranya Mian Silaban , menyimpulkan bahwa kepala desa Siponjot sudah terlampau maju, jika desanya dikatakan anti korupsi. "Mari kita tanyakan sendiri apakah slogan tersebut resmi adanya atau tidak. "Jika tidak maka pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan wajib memberi peringatan dan menyuruh kepala desa tersebut mencopot slogan yang telah didirikan didesanya .
Secara hukum, tindakan mengklaim status resmi tanpa legalitas dapat berbenturan dengan sejumlah undang-undang. Jika klaim tersebut digunakan untuk kepentingan politik, menarik dana, atau memperdaya publik, maka bisa berimplikasi hukum, seperti:
- Pelanggaran UU Informasi Publik (UU
nomor 14 Tahun 2008), karena
menyebarkan informasi tidak benar.
- Penyalahgunaan kewenangan menurut
UU Pemda (UU No. 23 Tahun 2014).
Bahkan, jika terdapat motif pemanfaatan untuk memperoleh dana, bisa merujuk pada UU Pemberantasan Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001).
KPK sendiri membuka ruang bagi desa-desa yang ingin ikut serta dalam program Desa Antikorupsi melalui pengajuan resmi. Proses ini meliputi asesmen awal, pembinaan, dan evaluasi ketat berdasarkan indikator transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan publik.
"Ajukan Secara Resmi ke KPK
Pemerintah desa yang benar-benar ingin menjadi bagian dari gerakan Desa Antikorupsi didorong untuk mengikuti prosedur resmi pengajuan ke KPK. Program ini bersifat terbuka dan mencakup pembinaan menyeluruh terhadap tata kelola pemerintahan desa.
Dengan mengikuti prosedur resmi, predikat Desa Antikorupsi bukan hanya menjadi simbol, tetapi juga bukti kesungguhan desa dalam membangun sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan melayani rakyat.
"Mendorong budaya antikorupsi di tingkat desa merupakan langkah progresif yang patut diapresiasi. Namun demikian, setiap bentuk pengakuan atau status resmi di negara hukum seperti Indonesia tetap harus berlandaskan regulasi dan otoritas yang sah. Kepala desa dan aparat pemerintah desa diimbau untuk tidak sekadar mengedepankan simbolisme, tetapi membangun integritas melalui jalur formal dan konstitusional
Daftar 33 Desa Antikorupsi Resmi KPK Berdasarkan Provinsi diantaranya :
1. DI Yogyakarta Panggungharjo (Bantul)
2. Aceh Paya Tumpi I (Aceh Tengah)
3. Sumatera Utara Pulau (Simalungun)
4. Sumatera Barat Kamang Hilia (Agam)
5. Lampung Hanura (Pesawaran)
6. Jawa Barat Cibiru Wetan (Bandung)
7. Jawa Tengah Banyubiru (Semarang)
8. Jawa Timur Sukojati (Banyuwangi)
9. Bali Kutuh (Badung)
10. Kalimantan Barat Mungguk (Sekadau)
11. Nusa Tenggara Barat Kumbang (Lombok Timur)
12. Sumatera Selatan Muara Gula Baru (Empat Lawang)
13. Riau Pulau Gadang (Kuantan Singingi)
14. Bengkulu Suban Ayam (Rejang Lebong)
15. Jambi Mekar Sari (Tanjung Jabung
Barat)
16. Bangka Belitung Mekar Jaya (BangkaTengah)
17. Banten Gunungbatu (Lebak)
18. Kalimantan Tengah Bagendang Hilir (Sampit)
19. Kalimantan Selatan Bumi Jaya
(Tanah Laut)
20. Kalimantan Timur Tengin Baru (PPU)
21. Kalimantan Utara Sungai Limau (Tana
Tidung)
22. Sulawesi Tengah Kotaraya Selatan
(Parimo)
23. Sulawesi Selatan Pakkatto (Gowa)
24. Sulawesi Tenggara Ahuawatu
(Konawe)
25. Sulawesi Barat Kalepu (Mamuju)
26. Sulawesi Utara Wiau Lapi
(Minahasa)
27. Gorontalo Tabongo Timur
28. Maluku Yafawun (Maluku Tenggara)
29. Maluku Utara Maitara Selatan (Tidore)
30. Papua Barat Soribo (Manokwari)
31. Papua Nendali (Jayapura)
32. Nusa Tenggara Timur Tuatuka
(Kupang Timur)
33. Kepulauan Riau Tanjung Kertang
(Karimun)
Hingga Juli 2025, Desa Siponjot, Humbang Hasundutan, belum termasuk dalam daftar resmi Desa Antikorupsi KPK. (PS/BN)

