Mahasiswa Tabagsel Desak Keadilan Ekologis: TPL Dituding Rugikan Tanah Adat dan Lingkungan

/ Sabtu, 26 Juli 2025 / 08.27.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM – JAKARTA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tabagsel Bersatu menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI), Rabu (30/7/2025). Aksi ini merupakan ekspresi protes kolektif terhadap dugaan kerusakan ekologis dan marginalisasi masyarakat adat di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), yang diduga kuat disebabkan oleh operasional industri kehutanan, terutama oleh PT. Toba Pulp Lestari (TPL).

Demonstrasi ini tidak sekadar menjadi simbol perlawanan, tetapi juga mengangkat diskursus penting seputar keadilan ekologis (ecological justice), keberlanjutan lingkungan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Dalam orasi lapangannya, Koordinator Aksi Bung Hasibuan memaparkan empat tuntutan utama yang menjadi fondasi gerakan tersebut.

Pertama, mereka mendesak pemerintah untuk mencabut izin konsesi PT. TPL yang dinilai telah merusak hutan adat dan menggusur ruang hidup masyarakat lokal. Aktivitas perusahaan dinilai tidak sejalan dengan prinsip kelestarian dan malah memperparah degradasi ekosistem kawasan.

Kedua, massa aksi menuntut dilakukannya audit independen terhadap seluruh izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di kawasan Tabagsel. Mereka menyoroti lemahnya transparansi dalam proses perizinan serta minimnya partisipasi publik, khususnya dari masyarakat adat yang terdampak langsung. Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola kehutanan yang baik (good forest governance).

Ketiga, mahasiswa menekankan perlunya dibuka ruang dialog yang formal dan partisipatif antara pemerintah, khususnya KLHK, dengan komunitas adat Tabagsel. Mereka menilai bahwa selama ini aspirasi masyarakat adat kerap diabaikan atau tidak ditindaklanjuti secara substantif oleh otoritas terkait, padahal perlindungan terhadap hak masyarakat adat telah diatur dalam berbagai regulasi nasional maupun internasional.

Keempat, mereka menyerukan penghentian segala bentuk intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan terhadap masyarakat adat dan para pejuang lingkungan. Mahasiswa menilai bahwa tindakan represif semacam itu adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta menjadi ancaman serius terhadap demokrasi dan gerakan advokasi lingkungan hidup.

Aksi ini turut mendapatkan dukungan dari tokoh politik daerah, seperti Anggota DPRD Tapanuli Selatan, Armen Sanusi Harahap. Dalam pernyataannya, Armen menyebut perjuangan mahasiswa sebagai refleksi dari nurani rakyat yang menuntut keadilan ekologis dan pelestarian warisan leluhur. “Kita tidak boleh tinggal diam. Dari Jakarta, kita suarakan penyelamatan tanah adat Tabagsel. Hutan adalah kehidupan,” tegasnya.

Aksi damai ini menjadi representasi penting dari meningkatnya kesadaran generasi muda terhadap isu lingkungan dan identitas budaya. Dalam konteks krisis iklim global dan konflik agraria yang semakin kompleks, suara mahasiswa Tabagsel memperlihatkan bahwa perjuangan atas keadilan ekologis dan pengakuan hak masyarakat adat tidak dapat ditunda. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil harus duduk bersama guna memastikan pembangunan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.(PS/BERMAWI)

Komentar Anda

Terkini: